Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pertengkaran Pertama



Pertengkaran Pertama

0Tanpa menoleh ke belakang lagi, mereka segera meninggalkan kafe tersebut. Salah satu pengawal Aiden akan membawa mobil kantornya kembali ke kantor agar ia dan Harris bisa pulang ke rumah bersama dengan Anya, dengan mobil pribadi Aiden.     
0

Matahari mulai terbenam saat mereka berdiri di luar kafe, menunggu Abdi untuk mengambil mobil dan menjemput mereka. Angin sore hari berhembus pelan, menyapu dedaunan yang berserakan di tanah. Sinar matahari di sore hari itu sangat terang dan menyilaukan.     

Aiden mengernyit saat sinar matahari itu menyerang matanya. Matanya terasa tidak nyaman karena sinar matahari yang terang itu. Anya bisa melihat ekspresi tidak nyaman dari Aiden sehingga ia langsung mengangkat tangannya, menghalangi sinar matahari yang menyinari mata pria itu. Walaupun tangannya kecil dan tidak bisa terlalu membantu untuk menghalangi sinar matahari tersebut, setidaknya ia ingin melakukan sesuatu untuk Aiden yang telah banyak membantunya.     

Harris segera mengeluarkan kacamata hitam milik Aiden yang disimpannya dan langsung menyerahkannya pada Anya. Anya sedikit berjinjit untuk memasangkan kacamata hitam itu di wajah Aiden. Saat ia melakukannya, ia bisa melihat mata cokelat Aiden yang indah terlihat lebih terang di bawah sinar matahari. Bola mata itu begitu cerah sehingga ia bisa melihat pantulan dirinya ketika Aiden sedang menatap ke arahnya.     

'Sayang sekali mata yang indah ini tidak bisa melihat' pikir Anya.     

Ia tidak tahu bahwa Aiden saat ini sedang memandang wajah Anya dengan seksama. Walaupun sinar matahari membuat matanya terasa tidak nyaman dan sedikit kabur, samar-samar ia masih bisa melihat wajah cantik wanita di hadapannya. Riasan di wajah wanita itu sudah benar-benar terhapus setelah wanita itu membersihkan wajahnya, namun kecantikan alaminya masih terpancar dengan luar biasa. Bola matanya yang berwarna hitam kelam sedang memandang lurus ke arah mata Aiden, membuat Aiden merasa akan tenggelam dalam kegelapan tatapannya.     

Ia bisa melihat senyum merekah di wajah wanita itu setelah memasangkan kacamata hitam di wajahnya, seolah ia merasa senang bisa memberi sedikit bantuan bagi Aiden. Senyum Anya seakan bisa menular, membuat senyum tipis tersungging di wajah Aiden. Gestur kecil ini mungkin terlihat sederhana, tetapi siapapun yang menyaksikannya bisa merasakan kemesraan di antara mereka berdua. Walaupun dua orang yang bersangkutan sendiri terlihat sama sekali tidak sadar dengan suasana di antara mereka …     

Sementara itu, Harris hanya bisa memandang mereka berdua dengan canggung dan berharap Abdi segera datang untuk menjemput mereka. Ia merasa seperti lalat di tengah pasangan muda yang baru menikah ini. Hanya bisa menatap dua orang yang saling bermesraan dengan kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa. Pada akhirnya, ia berusaha untuk mengalihkan pandangannya, menatap jalanan, pepohonan, atau bahkan langit.     

Untungnya, doa Harris segera dikabulkan. Mobil hitam Aiden yang mewah berhenti tepat di depan mereka. Setelah itu, Abdi segera keluar dari kursi pengemudi untuk membukakan pintu untuk Aiden dan Anya, sementara Harris langsung masuk ke kursi penumpang di depan.     

Begitu duduk di dalam mobil, Aiden langsung memejamkan matanya. Ia mengistirahatkan matanya, berusaha untuk mengurangi rasa tidak nyaman di matanya karena sinar matahari yang terang. Melihat hal itu, Anya merasa sedikit khawatir. Namun, ia tidak berani mengatakan apapun. Ia tidak mau mengganggu istirahat Aiden sehingga akhirnya ia memandang ke arah jendela, menikmati pemandangan di luar mobil.     

"Lain kali, jangan diam saja jika ada orang yang menindasmu," kata Aiden dengan tiba-tiba. Ia mengatakannya sambil tetap memejamkan matanya, sama sekali tidak menatap ke arah Anya.     

Kata-kata Aiden membuat Anya menoleh, mengalihkan pandangannya dari jendela. Ia menatap wajah Aiden untuk sejenak sebelum menunduk malu.     

"Tapi, ia adalah ayahku …"     

Jawaban Anya membuat Aiden membuka matanya. Tetapi tatapan di mata itu terlihat dingin, tidak lembut seperti sebelumnya. "Kamu adalah istri Aiden Atmajaya. Jika kamu dipermalukan di depan umum seperti itu, harga diriku juga akan terluka. Apakah kamu mengerti?" kata Aiden dengan tegas.     

Anya memahami apa yang Aiden maksud. Aiden ingin memberitahunya bahwa, sebagai istri Aiden, apapun yang ia lakukan saat ini mewakili nama Atmajaya, terutama nama Aiden. Jika ia bisa ditindas dan dipermalukan oleh orang lain dengan sesuka hati, itu sama saja dengan menghancurkan reputasi Aiden. Anya harus menjaga sikapnya dan mempertahankan reputasi yang dimiliki oleh Aiden sebagai salah seorang anggota keluarga Atmajaya.     

"Aku akan melawan kalau hanya Natali yang melakukannya padaku, tetapi ayah …" Anya tidak menyelesaikan kalimat yang ingin ia katakan. Ia ingin berkata bahwa ia mencintai ayahnya dan tidak akan melakukan perbuatan yang tidak hormat dan tidak sopan kepada orang tuanya, terlepas bagaimana sikap orang tuanya itu kepadanya. Namun, ia tidak berani menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak berani mengatakan hal itu kepada Aiden.     

Pada akhirnya, Anya hanya bisa menelan kembali ludahnya dan menutup mulutnya. Aiden sudah banyak membantunya. Setidaknya hanya ini yang bisa Anya lakukan untuk pria itu. Ia harus menjaga sikapnya dan membela diri saat dipermalukan oleh orang lain di depan umum. Ia tidak akan membiarkan dirinya mencoreng nama Aiden.     

"Jangan menemui Keluarga Tedjasukmana lagi," kata Aiden.     

Anya memang tidak berniat untuk bertemu dengan Natali lagi. Ia sudah memahami seperti apa sebenarnya sifat asli Natali. Wanita yang ia anggap sebagai saudaranya itu ternyata tidak merasakan hal yang sama padanya. Akan lebih baik jika mereka tidak berhubungan. Sama halnya dengan ibu Natali, Mona, yang sekarang merupakan Nyonya Tedjasukmana. Anya sama sekali tidak berniat untuk berhubungan dengan dua orang itu lagi.     

Tetapi bagaimana dengan ayahnya?     

Ia adalah putri ayahnya. Darah ayahnya selamanya akan mengalir di dalam tubuhnya. Meskipun ayahnya tidak mencintainya, meskipun ayahnya tidak ikut merawat dan mendidiknya, tetap saja Deny Tedjasukmana adalah ayah kandungnya. Mana mungkin ia tidak bertemu dengan orang tuanya sendiri untuk seumur hidup?     

Aiden melihat Anya menutup mulutnya rapat-rapat dan matanya memancarkan kesedihan. Ia hanya bisa menghela napas. "Baik hati dan lembut memang kekuatan terbesarmu. Tetapi pada saat yang bersamaan, sifat itu juga menjadi kelemahanmu," Aiden berusaha untuk mengingatkan Anya.     

"Aku tahu …" jawabnya dengan lirih.     

Hanya jawaban itu yang terdengar dari mulut Anya, membuat Aiden merasa kesal. Memang permintaan Aiden bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dipenuhi. Tetapi seharusnya Anya sadar. Sudah berapa lama ia diperlakukan ayahnya seperti ini? Apakah ia tidak sadar bahwa ayahnya hanya memanfaatkannya?     

Seharusnya ia bisa belajar dari kejadian hari ini. Ayahnya sama sekali tidak peduli kepadanya. Pria itu tidak melakukan apapun saat Natali mempermalukannya, ia bahkan tidak membantu atau mencoba melerai. Ditambah lagi, Deny juga menamparnya di depan umum. Apakah bukti itu belum cukup untuk menyadarkan Anya?     

Aiden hanya bisa kembali memejamkan matanya dengan frustasi.     

Sementara itu, walaupun Aiden memejamkan matanya dan tidak mengatakan apapun, Anya bisa merasakan kemarahan yang terpancar dari pria itu. Kali ini, kemarahan itu ditujukan kepadanya. Aiden marah kepadanya.     

Untuk pertama kalinya, Aiden marah kepadaku …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.