Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku Akan Merobek Mulutmu



Aku Akan Merobek Mulutmu

0"Jangan datang lagi ke sini. Aku bukan temanmu dan tidak seharusnya kamu berteman dengan orang seperti aku. Tiga tahun lalu, aku ragu tetapi aku benar-benar membutuhkan kesempatan itu. Kalau aku tidak terkenal, aku tidak bisa menghasilkan uang untuk membayar hutang-hutang ibuku. Aku tidak pernah menyesali tindakanku yang memanfaatkanmu. Aku tidak tidak menyesal telah membohongi Arka. Tetapi aku menyesal karena aku tidak bisa mendapatkannya. "Anna tahu bahwa dengan melakukan ini, ia tidak akan bisa berteman dengan Sabrina lagi.     
0

Tetapi ia tetap mengatakannya.     

Sabrina meneteskan air matanya dalam diam. "Kalau kamu tidak menganggap aku sebagai teman, aku tidak akan datang lagi."     

Di perjalanan pulang, Sabrina bersandar di jendela mobil dan tidak mengatakan apa pun.     

"Sabrina, jangan bersandar di jendela." Arka mengingatkannya dengan lembut.     

Ia memalingkan kepalanya dan bersandar di sandaran kursi. "Anna tidak mau aku menemaninya. Aku tidak menyangka bantuanku malah akan membuatnya tertekan."     

"Egonya terlalu tinggi, tetapi itu dikarenakan kepercayaan dirinya yang terlalu rendah. Oleh karena itu ia akan selalu memandang kebaikan hati orang lain dengan buruk," Arka menghela napas panjang. "Kalau ia bisa meninggalkan keluarganya yang seperti lintah itu, mungkin ia tidak akan menjadi seperti ini."     

"Manusia tidak memiliki hak untuk memilih orang tua mereka, tetapi kita punya hak untuk memilih hidup kita masing-masing. Tetapi Anna adalah anak yang berbakti dan ia mau melakukan apa pun untuk orang tuanya. Pada akhirnya, ia menjadi seperti ini," Sabrina merasa kasihan pada Anna.     

Tidak peduli apa pun yang sudah Anna lakukan, Sabrina tidak mau menyalahkannya lagi.     

Malam itu terasa sunyi dan gelap. Ada beberapa hal yang tidak terlihat di bawah sinar dan semakin tersembunyi di dalam kegelapan itu.     

Arka tahu bahwa Sabrina-nya itu sangat lembut dan baik hati.     

"Sabrina, semua orang punya pilihannya masing-masing. Jadi, lebih baik kita menghormati keputusannya. Kalau ia tidak mau kamu datang, lebih baik kamu tidak usah datang. Kamu bisa menyuruh orang lain untuk mengirimkan barang untuknya. Jadi …"     

"Aku mengerti. Tidak usah khawatir," kata Sabrina.     

Saat Keluarga Atmajaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahan Arka dan Sabrina, Maddison dan Henry tiba-tiba saja mengumumkan pernikahan mereka.     

Mereka menunjukkan buku pernikahan mereka di media sosialnya.     

Tidak ada pesta pernikahan, tidak ada undangan untuk keluarga dan teman. Mereka langsung mendaftarkan pernikahan dan mengambil liburan selama 1 bulan untuk bulan madu.     

Sabrina langsung mengirimkan pesan padanya, melalui media sosialnya itu.     

Sabrina : Maddy, saat aku menikah nanti, kamu harus kembali. Aku akan menunggumu.     

Maddison : Apakah kamu tahu mengapa aku buru-buru menikah? Saat kamu menikah nanti, kamu pasti akan menjadikanku sebagai salah satu bridesmaid-mu. Itu sebabnya aku menikah lebih awal.     

Mason : kamu mendaftarkan pernikahanmu lebih awal karena kamu tidak mau menjadi bridesmaid Sabrina?     

Maddison menjawab pada Mason : selain tidak mau menjadi bridesmaid, aku juga ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan Henry dan menikmati liburan dengannya.     

Sabrina : Maddy, Henry, selamat untuk kalian berdua! Semoga kalian langgeng hingga maut memisahkan.     

Maddison : Daripada mengucapkannya, lebih baik mengirimkan amplop padaku!     

Di Keluarga Atmajaya, Mason dan Maddison memiliki kedudukan yang cukup rendah.     

Tetapi ada keuntungannya juga. Semua orang di sekitarnya sering memberi mereka amplop atau uang jajan.     

Tidak ada yang tahu berapa banyak hadiah yang Maddison dapatkan. Tetapi ia bisa membeli sebuah mobil sport baru dengan uang yang ia dapatkan dari hadian pernikahannya.     

Walaupun Tara merasa sedikit kecewa karena tidak bisa mengadakan pesta pernikahan untuk putrinya, pada akhirnya Tara memutuskan untuk menghormati keputusan Maddison. Bagaimana pun juga, Tara mirip dengan Anya yang tidak bisa mempersiapkan pesta-pesta semacam itu.     

Ia terlalu malas dan tidak menyukai hal-hal yang rumit.     

Maddison sudah berangkat ke luar negeri untuk berbulan madu. Sementara itu, Tara dan Anya duduk sambil mengobrol dan minum teh. "Bagaimana rasanya putrimu sudah menikah? Aku ingin mempersiapkan diriku lebih awal," kata Anya.     

"Keluargaku tidak terlalu dekat seperti keluargamu. Kami sangat mandiri. Tetapi ketika Maddy menikah, ada perasaan enggan di hatiku. Walaupun aku tahu bahwa Henry adalah anak yang baik, aku khawatir pernikahan mereka tidak akan lancar. Aku tidak terbiasa tidak melihatnya di klinik. Tetapi tiba-tiba saja ia pergi. Rasanya hatiku sedikit kosong," kata Tara sambil memegang cangkirnya.     

Anya tersenyum dan menepuk punggung tangan temannya itu. "Saat anak kita besar nanti, satu per satu, mereka akan meninggalkan kita. Cepat atau lambat …"     

"Akhir-akhir ini aku sering memikirkan mengenai kakekku. Orang tuaku meninggal saat aku masih kecil dan aku dibesarkan oleh kakekku sendirian. Saat aku menikah, mungkin ini yang ia rasakan. Kesepian …" kata Tara dengan mata memerah.     

Pada usianya yang ke 100 tahun, Tirta mengadakan sebuah pesta di hotel. Setelah itu, ia pulang dan beristirahat untuk selamanya dalam tidurnya.     

Ia meninggal dengan damai, tanpa ada rasa sakit dan dengan senyuman di wajahnya.     

Walaupun terkadang Nico tidak bisa diandalkan dan bodoh, ia adalah anak yang berbakti. Sebelum Tirta meninggal, Nico lah yang menghabiskan lebih banyak waktu dengannya dibandingkan Tara.     

"Kakekmu tidak serapuh yang kamu pikirkan. Ia tidak sendirian. Ia punya banyak teman. Walaupun kamu tidak punya banyak waktu untuk menemaninya, Nico, Maddison dan Mason sering mengunjunginya. Ayah juga sering bermain catur dengannya. Ia tidak memiliki penyesalan dalam hidupnya. Kamu sudah sukses dalam karirmu dan dalam hidupmu. Kamu memiliki anak perempuan dan anak laki-laki yang sehat. Ia sudah tidak perlu mengkhawatirkan apa pun," hibur Anya.     

Tara mengangguk dan kemudian mengalihkan pembicaraan agar suasana di antara mereka tidak terlalu sedih. "Akhir-akhir ini kamu banyak kurusan. Sepertinya kamu berjuang keras."     

"Ini adalah pesta pernikahan putraku. Aku harus terlihat cantik," kata Anya dengan serius.     

Tara tertawa. "Benar sekali. Ngomong-ngomong, aku dengar Eka sudah kembali. Apa rencanamu sekarang?"     

"Aku tidak punya rencana. Ia tidak akan bisa menghancurkanku lagi," Anya sudah menebak apa yang Eka inginkan. Ia ingin menggunakan Adrian untuk mendapatkan uang tutup mulut.     

Begitu suasana di antara mereka hening, ponsel Anya tiba-tiba berbunyi. Nomor yang tidak dikenalnya terpampang di layar ponselnya.     

"Nomor siapa itu?" tanya Tara dengan penasaran.     

"Aku tidak tahu. Mungkin salah sambung. Abaikan saja," Anya tidak mau mengangkatnya.     

Ponsel itu berdering cukup lama hingga mati dengan sendirinya. Kemudian, sebuah pesan masuk.     

Eka : Anya, ini Paman Eka. Angkat teleponmu.     

"Tara, aku benar-benar ingin menghajar seseorang," Anya merasa sangat kesal saat tahu siapa yang meneleponnya.     

Tara langsung tertawa. "Bukankah kamu biasanya sangat lemah lembut?"     

"Mana bisa aku lemah lembut dengan orang seperti ini? Dulu ia sudah pernah memerasku dan mengambil uangku," dengus Anya dengan kesal.     

"Telepon dia dan tanyakan apa yang dia mau," Tara mengedipkan matanya ke arah Anya.     

Anya menarik napas dalam-dalam dan balik menghubungi Eka.     

Eka menjawab panggilan itu sambil tersenyum lebar. "Anya, beberapa hari lalu, di rumah ayahmu, semuanya adalah kesalahanku. Aku akan pergi dari Indonesia dalam beberapa hari. Aku ingin mengundang keluargamu untuk makan bersama. Apakah kamu bisa hadir?"     

"Makan bersama denganmu? Aku takut perutku nanti akan sakit …" kata Anya dengan terang-terangan.     

"Aku sudah pergi ke Pratama Group dan Adrian menolak untuk bertemu denganku. Bisakah kamu membantuku untuk bertemu dengannya? Bagaimana pun juga, aku adalah kakeknya," kata Eka dari telepon.     

Tara merebut ponsel itu dan berteriak dengan marah. "Dasar orang tua tidak tahu malu, siapa yang mau menjadi cucumu? Adrian adalah anak Anya dan ia tidak punya hubungan denganmu. Kalau kamu masih melantur seperti ini, aku akan merobek mulutmu."     

"Siapa kamu? Berikan ponselnya pada Anya," Eka merasa sangat terkejut saat Tara melontarkan sumpah serapah padanya. Sampai-sampai, ia merasa dadanya sedikit sesak.     

"Kamu sudah mengambil 4 milyar dari Anya dan Aiden tidak akan pernah melupakan hal itu. Meskipun kamu tidak khawatir pada dirimu sendiri, setidaknya pikirkan mengenai putramu. Aku dengar Mario adalah satu-satunya anakmu. Apakah kamu tidak takut ada sesuatu terjadi padanya?" ancam Tara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.