Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Merebut Kakak Ipar



Merebut Kakak Ipar

0"Di sini ada model cincin yang tidak dijual untuk orang luar. Cincin ini mengandung anestesi dan bisa digunakan untuk melindungi diri saat dalam bahaya," kata Jason dengan suara pelan.     
0

Anya tersenyum dan langsung tahu. "Apakah Sabrina yang mendesainnya?" tanyanya.     

"Benar," Jason mengangguk.     

"Baiklah, aku pesankan untukku. Aku akan menyuruh Adel dan Bella datang untuk memilih model dan mengukur jari mereka," setelah mengatakannya, ia melihat-lihat perhiasan lain dan menemukan liontin yang menarik perhatiannya.     

Semakin ia melihatnya, ia semakin menyukainya.     

Aiden juga melihat ke arah perhiasan yang sama dan menunjuknya. "Ini terlihat bagus."     

"Aku sudah tua. Tidak membutuhkan perhiasan mahal lagi. Ayo kita keluar," kata Anya.     

"Ini … ini … dan ini … Tolong dibungkus semuanya," kata Aiden.     

"Tuan Atmajaya, mengapa kamu membeli begitu banyak?" tanya Anya dengan sengaja.     

"Untuk Nyonya Atmajaya. Dalam seminggu ada tujuh hari. Aku akan membeli banyak perhiasan agar kamu tidak perlu mengulang," kata Aiden sambil tersenyum.     

"Kalian berdua masih sangat mesra," kata Jason.     

"Kalau aku membeli semuanya, apakah kamu mendapatkan komisi?" tanya Anya dengan suara pelan.     

"Iya," jawab Jason.     

"Baiklah kalau begitu, bungkus semuanya. Anggap saja aku membantu Jason," Anya membeli tiga perhiasan yang dipilih oleh Aiden dan ia memilih dua perhiasan lainnya.     

Jason membangumerkea dengan sangat senang. Saat mereka hendak pulang, ia mengantarkan mereka sampai ke depan pintu toko.     

"Kembali lah bekerja. Aku dan Aiden akan pergi untuk menemui Bella," Anya meninggalkan toko perhiasan itu dan langsung menuju ke Iris.     

Biasanya, di jam-jam segini, Adel selalu berada di kantor."     

"Tuan, Nyonya," manajer toko itu langsung mengenali Anya dan Aiden, dan langsung menyapanya dengan hangat. "Nona Adel baru saja pergi."     

"Ke mana dia pergi?" tanya Anya.     

"Seorang laki-laki datang untuk menemuinya dan mereka pergi ke café," jawab manajer toko tersebut.     

"Laki-laki? Tua atau muda?" tanya Anya dengan cepat.     

"Muda," jawab manajer toko itu sambil tersenyum.     

"Aiden, kebetulan aku juga capek berbelanja. Ayo kita pergi ke café untuk minum teh dan beristirahat," Anya mengedipkan matanya pada Aiden. Ia berniat untuk pergi ke café yang sama dengan Adel dan melihat siapa yang sedang dikencani oleh putrinya.     

Begitu Aiden dan Anya berjalan menuju ke café, mereka melihat Adel dan pria yang duduk di hadapannya. Pria itu terlihat familier.     

"Aiden, apakah kita pernah bertemu dengan pemuda itu?" Anya berpikir cukup lama, tetapi tidak bisa mengingat siapa anak itu.     

"Ia mirip dengan Adrian, kan?" mata Aiden terlihat redup. "Itu Mario."     

"Apa?" Anya benar-benar terkejut. "Mengapa ia mencari Adel?"     

"Ayo kita pergi," Aiden mengajak Anya untuk keluar dari café tersebut dan kembali ke Iris.     

Melihat Anya dan Aiden kembali lagi, manajer toko itu bertanya. "Apakah Nona Adel tidak ada di café?"     

"Ada. Ia melihat kita dan katanya akan segera kembali. Tolong buatkan satu cangkir teh dan satu cangkir kopi," kata Aiden sambil menggandeng tangan Anya ke lantai dua. Mereka langsung masuk ke dalam kantor.     

Ekspresi Anya langsung berubah dari ceria menjadi sedih kembali.     

Bertemu dengan Eka hari ini membuatnya merasa sangat sedih. Sekarang, ia bertemu dengan Mario, yang merupakan putra Eka.     

Ayah dan anak ini benar-benar menjengkelkan.     

Mengapa mereka selalu berada di dekatnya?     

"Aiden, mengapa Mario menemui Adel? Apakah ini bagian dari rencananya? Eka pergi untuk menemui ayah dan Mario pergi untuk menemui Adel. Ini sudah keterlaluan," Anya benar-benar merasa frustasi dan lelah.     

"Ini tidak serumit yang kamu pikirkan. Saat Adel kembali, kita akan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi," Aiden menghiburnya.     

Adel melihat ayah dan ibunya pergi dari café. Tidak lama setelah mereka kembali ke Iris, Adel juga segera kembali.     

"Ayah, Ibu, kalian datang mengunjungiku!"Adel tersenyum dan berjalan ke lantai atas. Melihat Anya, Adel langsung berlari dan memeluknya.     

Anya tertawa melihat putrinya yang sudah besar tetapi tetap manja itu. "Aku datang untuk melihat bagaimana pekerjaanmu. Tetapi kamu tidak ada di toko."     

"Ada teman yang datang dan mengajakku mengobrol. Hanya teman, bukan pacar," kata Adel dengan cepat.     

"Baguslah," Anya menghela napas lega. Ia langsung mengeluarkan baju yang ia beli tadi. "Lihatlah baju yang ibu beli. Bagus kan?"     

"Ibu, baju ini warnanya terlalu cerah. Lebih cocok dipakai oleh Bella," Adel melihat baju-baju yang Anya beli. Ia merasa senang karena ibunya membelikannya baju, tetapi ia malu untuk menggunakannya.     

"Setiap hari kamu memakai baju yang berwarna suram. Nanti kamu akan terlihat tua. Kamu tidak perlu menggunakan baju ini saat bekerja. Gunakan saat kamu pergi liburan atau jalan-jalan. Ini adalah model terbaru dan edisi terbatas. Aku membelinya untukmu. Kamu tidak perlu khawatir akan ada orang yang menggunakan baju sama dneganmu," kata Anya sambil memberikannya pada Adel.     

"Baiklah, aku akan menggunakannya saat aku jalan-jalan. Terima kasih, Ibu," kata Adel dengan senang.     

Melihat Anya dan Adel sudah selesai membicarakan mengenai masalah baju, Aiden langsung mengalihkan pembicaraan. "Mengapa kamu bertemu dengan Mario?"     

"Apakah ayah mengenalnya?" Adel terlihat terkejut.     

"Apakah kamu tahu bahwa pacar Aksa, Lili, memiliki tunangan?" tanya Anya.     

"Aku tidak pernah mendengarnya. Apakah tunangannya itu Mario?" Adel kembali terkejut untuk yang kedua kalinya.     

"Iya," jawab Aiden. "Apa yang ia katakan padamu?"     

"Ia bilang tunangannya hendak membatalkan pertunangan mereka. Ia kembali ke Indonesia kali ini karena ia ingin mempertahankan pertunangan itu. Ia juga bilang bahwa ia tidak terlalu mengenal Indonesia dan meminta bantuanku selama berada di sini," kata Adel.     

Anya mencibir saat mendengarnya. "Ayah dan anak ini benar-benar memalukan. Mereka berdua sangat licik. Adel, apakah kamu mau membantunya?"     

"Ia berniat untuk merebut kakak iparku. Mana mungkin aku membantunya?" kata Adel.     

"Apa yang ia katakan padamu?" tanya Aiden lagi.     

Adel bersandar di sofa dan menyadari celana yang digunakan oleh Anya. "Ibu, mengapa rasanya aku tahu celana itu?"     

"Aku tidak punya celana yang cocok dengan ukuranku sekarang sehingga aku meminjamnya dari lemarimu," kata Anya.     

"Celana itu cocok untukmu. Buat ibu saja," kata Adel sambil tersenyum.     

"Adel …" Aiden mengeraskan suaranya dengan tidak senang hati karena diabaikan oleh putrinya.     

"Aku tahu ayah … Ia hanya menceritakan kepadaku mengenai kisah cintanya dan betapa ia mencintai tunangannya. Ceritanya menunjukkan bahwa ia benar-benar dimabuk cinta sehingga membuatku sedikit kasihan padanya. Tetapi setelah mendengar bahwa ia berniat untuk merebut kakak iparku, aku tidak akan membantunya," kata Adel.     

"Adel, ibu tidak tahu apakah kamu bodoh atau terlalu polos. Hanya dengan cerita begitu saja kamu sudah langsung luluh," kata Anya dengan marah.     

Aiden memandang ke arah putrinya. "Adel hanya terlalu baik hati. kebaikan itu adalah sebuah keunggulan dan juga sebuah kelemahan. Jangan bilang ia bodoh. Ia hanya terlalu polos."     

Adel merasa sedikit malu. "Ibu memang benar. Aku benar-benar luluh dan terharu karena ceritanya. Kalau aku tidak tahu dari kalian, mungkin aku benar-benar akan membantunya."     

Aiden tahu bahwa putrinya itu adalah anak yang lemah lembut dan baik hati, sangat mirip dengan ibunya.     

"Kalau ibu dan ayah tidak datang ke café itu, mungkin kamu akan terus mendengarkan cerita karangannya. Apakah kamu berniat untuk membantunya?" tanya Anya.     

"Kedatangan kalian memang menghentikan pembicaraan kami. Kalau aku terus mendengarkan ceritanya, mungkin aku benar-benar akan membantunya. Aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi selanjutnya," Adel menundukkan kepalanya dengan malu. "Tetapi aku tidak menyangka ia berbohong kepadaku. Dan ia berniat untuk merebut kakak iparku …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.