Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Meminta Ijin



Meminta Ijin

0"Sudah sadar?" Arka menggendongnya dan membawanya ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.     
0

Sabrina merasa sangat malu. Ia menguburkan wajahnya di dada Arka, tidak berani mengangkat kepalanya dan memandang wajah Arka lagi.     

Air hangat membasuh seluruh tubuhnya, membuat otot-ototnya yang tegang langsung lemas. Rasa lelahnya semakin menghilang dan Sabrina semakin sadar.     

Ia bisa merasakan suhu tubuh Arka dan kemudian ia menggigit pundak Arka dengan kesal.     

"Aduh," Arka mengerutkan keningnya karena gigitan Sabrina kali ini cukup sakit. Ia setengah memejamkan matanya saat memandang ke arah Sabrina. "Mengapa kamu suka menggigit orang?"     

"Karena kamu berbahaya," Sabrina memandang ke arahnya.     

Arka tertawa. "Aku hanya ingin membantumu mengingat malam tiga tahun lalu. Apakah kali ini kamu mengingatnya."     

Sabrina langsung memukul dada Arka dengan kesal. Leher hingga telinganya memerah. Rasanya ia ingin mencari tempat untuk bersembunyi dan melarikan diri dari sana.     

"Malu?" Arka tertawa. Suaranya terdengar serak karena geraman dan erangan yang keluar dari bibirnya selama beberapa jam sebelumnya. Suara itu terdengar mempesona.     

Sabrina tidak mengatakan apa pun. Ia mengalihkan pandangannya lagi dengan malu.     

Arka memeluknya dengan erat dan kemudian membawanya kembali ke tempat tidur. Ia menempatkan Sabrina di tengah tempat tidurnya yang besar dengan lembut. "Apakah kamu mau menginap di sini? Aku ingin melihat wajahmu saat bangun besok."     

"Aku harus pulang. Kalau tidak, orang tuaku akan bertanya di mana aku menginap. Sulit untuk menjawabnya," bisik Sabrina.     

"Besok aku akan pergi ke rumah orang tuamu dan meminta restu dari mereka untuk menikahimu," Arka meraih tangan Sabrina dan mengecup punggung tangannya dengan lembut, tepatnya di jari manis sebelah kiri yang merupakan jari tempat cincin pernikahan bertengger.     

Sabrina memandang Arka sambil mengangkat alisnya. "Siapa yang mau menikah denganmu? Aku masih belum tahu mau memilih siapa!"     

"Siapa yang ingin kamu pilih selain aku?" Arka memandangnya lekat-lekat.     

"Aku masih harus berpikir. Siapa ya yang harus aku nikahi?" tanya Sabrina dengan wajah serius.     

"Aku. Karena aku membutuhkanmu dan kamu membutuhkan aku," setelah mengatakanny, Arka mengulum bibirnya. Ia naik ke atas tempat tidur lagi, tepatnya ke atas Sabrina.     

Sebelumnya, ia berniat membiarkan Sabrina untuk beristirahat karena takut gadis itu kelelahan atau kesakitan. Tetapi, gadis itu malah menantangnya …     

Sepertinya, sia-sia mereka mandi barusan karena mereka akan berkeringat lagi.     

Mungkin kali ini, keringat mereka lebih deras dari sebelumnya karena Arka tidak akan berhenti sekali. Ia tidak akan menunjukkan ampun pada Sabrina dan membuat Sabrina menyadari bahwa hanya ia yang Sabrina butuhkan di hidupnya.     

…     

Beberapa jam kemudian, Sabrina tertidur dengan lelap. Arka memandangnya dengan senyum puas di bibirnya.     

Ia menundukkan kepalanya dan mengecup kening Sabrina dengan lembut. Kemudian, ia memakaikan selimut pada gadis itu dan menutup pintunya dengan hati-hati.     

Berita di internet saat ini dipenuhi dengan wajah Arka dan Sabrina. Selama ini, Arka tidak pernah terlibat berita apa pun. Ia berusaha untuk menghindari pemberitaan dan media. Tetapi demi Sabrina, ia tidak keberatan menunjukkan kemesraan mereka secara terbuka.     

Karena berita itu sudah tersebar dengan sangat cepat, Arka tahu pasti orang tua Sabrina juga sudah membacanya.     

Arka langsung mengambil inisiatif untuk menelepon Arka. "Paman, ini Arka. Aku mau meminta ijin untuk Sabrina menginap di rumahku karena ia sedang mabuk saat ini," kata Arka dengan tenang.     

Raka berdeham pelan. Ia tahu bahwa putrinya sudah semakin dewasa dan cepat atau lambat, pasti akan ada pria yang merebut Sabrina dari sisinya.     

Walaupun ia sudah mempersiapkan dirinya sejak lama, perasaan enggan masih ada di hatinya. Ia masih tidak rela untuk melihat kedatangan hari itu.     

"Apakah ia sudah menyadarinya?" tanya Raka.     

"Sudah, Paman. Aku benar-benar mencintai Sabrina dan aku berjanji padamu akan memperlakukannya dengan baik," kata Arka dengan tulus.     

Della menggandeng lengan suaminya dan mendekatkan telinganya ke ponsel Raka. Ia tersenyum dengan sangat puas saat mendengar janji Arka dari telepon.     

Walaupun Raka merasa tidak nyaman, ia tidak banyak berbicara. "Tolong jaga dia baik-baik. Kalau ada hal lain yang ingin kamu bicarakan lagi, kita bicarakan besok," setelah itu, Raka mengakhiri panggilan.     

Della meletakkan tangannya di pundak Raka dan berkata sambil tersenyum. "Mengapa wajahmu seperti itu? Putri kita menemukan cinta sejatinya. Bukankah itu hal yang bagus?"     

Raka menepuk tangan istrinya dan berkata. "Kamu tidak akan bisa memahami perasaanku."     

"Kamu pikir, di dunia ini, tidak ada pria lain yang mencintai Sabrina sebesar kamu mencintainya. Tidak akan ada pria lain yang bisa memperlakukannya bagaikan benda berharga, bahkan tiga putra dari Keluarga Atmajaya sekali pun. Tiga anak yang kamu kenal sejak mereka masih kecil," Della tersenyum dan menyandarkan kepalanya di pundak Raka. "Kamu khawatir Sabrina tidak akan bahagia, khawatir kamu akan kehilangannya. Dan kamu jauh lebih takut lagi kalau ia memilih orang yang salah."     

Raka duduk di sofa dengan tubuh yang menegang.     

Ia berkata dengan suara lemah. "Kamu adalah seorang wanita dan kamu tidak akan bisa mengerti. Tetapi aku adalah pria dan aku tahu lebih baik dibandingkan siapa pun. Di dunia ini, hanya ada satu jenis cinta yang tidak egois, yang tidak menuntut dan tidak mengharapkan balasan, yaitu cinta seorang ayah. Sementara itu, cinta dari pria lain membutuhkan timbal balik."     

"Kalau pria itu mencintainya karena ia cantik, begitu kecantikannya menghilang, ia juga akan kehilangan cintanya. Kalau pria itu mencintainya karena ia muda, begitu ia bertambah tua, ia akan kehilangan cintanya. Tidak ada cinta setulus cinta ayah pada putrinya. Bagaimana kalau suatu hari nanti, Arka menyesali pilihannya. Apa yang belum ia dapatkan adalah sesuatu yang terbaik, tetapi setelah mendapatkannya, nilainya akan menghilang."     

"Aku tidak tahu cinta semacam apa yang Sabrina dapatkan. Meski Arka selalu mencintainya, apakah cintanya bisa dibandingkan dengan cinta dari kita, kedua orang tuanya? Apakah cintanya bisa dibandingkan dengan cintaku pada Sabrina?     

Baru pertama kali Della mendengar Raka mengatakan hal seperti ini. "Semua ayah pasti akan merasakan hal yang sama. Mereka semua akan memperlakukan kekasih putrinya sebagai musuh."     

"Della, aku takut Arka tidak akan mencintai Sabrina selamanya. Kalau ia tidak bisa mencintai Sabrina selamanya, lebih baik Sabrina tidak usah menikah saja," akhirnya, Raka mengungkapkan apa yang ada di hatinya.     

Della memandang suaminya dengan terkejut. "Mengapa kamu berpikir seperti itu? Mengapa kamu memutuskan untuk Sabrina tidak menikah hanya karena kekhawatiranmu? Sabrina sudah besar dan ia memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Di dunia ini, ada satu orang lagi yang mencintai putri kita, sama seperti kita. Ia akan memiliki keluarganya sendiri, memiliki anaknya sendiri suatu hari nanti. Ia harus mengalami semua itu agar hidupnya terasa lengkap."     

Raka tidak mengatakan apapun. Ia hanya memandang bunga anggrek yang mekar di luar jendela.     

Membesarkan seorang anak perempuan rasanya seperti merawat bunga. Ia yang merawatnya dengan sangat baik, membesarkannya hingga mekar dengan indah. Tetapi pada akhirnya, bunga itu didekati oleh serangga-serangga yang menyebalkan.     

Arka adalah pemenang dari antara ketiga sahabat masa kecil Sabrina karena ia adalah pria pilihan Sabrina. Tetapi tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Raka, berapa lama Arka bisa mencintai Sabrina. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.     

Ada keributan besar yang terjadi di internet dan Anya terus memantau keributan tersebut. Tetapi saat ia berusaha untuk menghubungi ponsel Raka, panggilan itu tidak tersambung.     

Aiden mendatanginya di sofa dan merangkul pundaknya. "Anya, tidak perlu menunggunya. Istirahat saja."     

Anya menggelengkan kepalanya, menolak untuk kembali ke kamarnya. "Aku ingin menunggu telepon dari Arka. Ia akan meneleponku balik."     

"Bibi, apakah berita mengenai Kak Arka dan Kak Sabrina ini benar?" tanya Bella dengan penuh semangat.     

Anya memandang ke arah Bella dan bertanya. "Apakah kamu sudah lupa tentang apa yang bibi katakan?"     

"Bibi, jangan khawatir. Aku akan menutup mulutku rapat-rapat. Aku tahu bahwa aib keluarga tidak boleh dibuka di hadapan umum. Tetapi ini kan berita bahagia mengenai Kak Arka dan Kak Sabrina. Aku juga ikut senang!" Bella memiliki karakter seperti ibunya. Ia sangat jujur, mengatakan semua yang ada di pikirannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.