Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kakak Beradik Sedang Bertengkar



Kakak Beradik Sedang Bertengkar

0"Kak, apa yang harus aku lakukan? Aku berharap pria itu adalah kamu. Kalau pria itu adalah kamu, semuanya akan baik-baik saja." Sabrina menangis sejadi-jadinya.     
0

"Sabrina, masalahnya sudah berlalu. Itu adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Jadi sebaiknya kita lupakan saja, ya?" Arka menghapus air mata Sabrina dengan lembut.     

"Apakah kamu keberatan?" tanya Sabrina.     

"Kalau aku bilang aku tidak keberatan, kamu akan merasa aku tidak cukup mencintaimu. Kalau aku bilang aku keberatan, kamu tidak akan bisa melupakan rasa bersalah di hatimu. Aku hanya ingin bilang bahwa aku sangat mencintaimu. Aku mencintaimu dulu, sekarang dan selamanya. Sekarang kita duduk di sini dan mengakui masa lalumu. Sekarang kita lupakan semuanya dan memulai yang baru, ya?" tanya Arka.     

"Apakah aku benar-benar bisa memulai baru?" air mata Sabrina kembali mengalir. Kalau pria yang bersama dengannya tiga tahun lalu adalah Aksa, bagaimana ia bisa memulai baru?"     

"Aku bisa, kecuali kamu tidak bisa memaafkan kesalahanku …"     

"Apa hak ku tidak mau memaafkanmu. Sementara aku sendiri …" Sabrina berhenti berbicara.     

Arka memeluk Sabrina dengan lembut. "Aksa dan Mason tidak tahu mengenai masalah ini. Aku harap kamu bisa merahasiakannya."     

"Aku akan merahasiakannya. Dan aku minta kamu merahasiakan masalahku juga," kata Sabrina sambil menangis.     

Arka mengangguk dan membantunya berdiri. "Ayo kita pulang."     

Sabrina kembali ke mobil bersama dengan Arka. Di perjalanan pulang, Arka menyetir dengan sangat lambat sambil menggenggam tangannya dari tempat bioskop hingga pulang ke rumah.     

"Kak, kalau hal itu tidak terjadi, aku pasti akan memilihmu. Meski kita akhirnya tidak bersama, aku berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu," kata Sabrina. Air matanya kembali mengalir.     

"Kebahagiaanku adalah kamu. Kalau bukan kamu, aku tidak akan pernah pernah bahagia seumur hidupku," kata Arka.     

"Kak, aku tidak nyaman. Jangan melakukan ini. Aku benar-benar tidak bisa," hati Sabrina serasa ditusuk berkali-kali. Ia tidak bisa bernapas karena kesakitan.     

"Sabrina …" Arka menggenggam tangannya dan menciumnya dengan lembut. "Tidak peduli apa pun yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu."     

"Pria itu adalah Kak Aksa," kata Sabrina.     

Arka menginjak rem dengan sangat dalam sehingga mobil mereka berhenti mendadak. "Apa yang kamu katakan?"     

"Pria itu adalah Kak Aksa, tetapi ia … sepertinya ia tidak ingat," kata Sabrina.     

Di belakang mereka, ada beberapa mobil yang terus membunyikan klakson karena Akra berhenti di tengah jalan.     

Suasana hatinya menjadi semakin buruk. Tetapi saat memikirkan bahwa masih ada Sabrina di dalam mobilnya, Arka memutuskan untuk lebih mengutamakan keselamatan Sabrina.     

Arka mengambil napas dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan dirinya dan kemudian kembali menyetir. Akhirnya, ia menemukan sebuah tempat untuk menghentikan mobilnya.     

"Sabrina, katakan padaku dengan jelas. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Arka.     

"Aku sedang mabuk dan aku tidak tahu apa pun. Kak Aksa pun sepertinya tidak ingat. Aku tidak berani bertanya padanya. Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku bertanya padanya?" air mata Sabrina kembali mengalir seperti air yang bocor.     

"Apakah kamu yakin itu dia?" tanya Arka.     

Maya bilang Mason punya tahi lalat di lehernya dan pria di foto itu tidak punya. Jadi, pria itu pasti bukan Mason.     

Pilihannya hanya Arka atau Aksa. Arka membantah dan mengatakan bahwa ia bukan pria di belakang Anna. Hari ini, ia mengakui bahwa ia pernah berhubungan dengan wanita lain karena salah mengira wanita itu sebagai dirinya, tetapi sekali lagi ia mengatakan bahwa wanita itu bukan Anan.     

Bukan Arka, bukan Mason, berarti pria itu adalah Aksa.     

Sabrina menjawab. "Kita semua tahu seperti apa Kak Arka. Kalau ia ingat, tidak mungkin ia diam saja. Ia pasti lupa."     

"Biar aku tanya padanya. Kalau bukan karena dia, tidak akan ada kesalahpahaman seperti ini dan semuanya akan lebih jelas. Kamu bisa tenang, aku tidak akan menanyakannya secara langsung," kata Arka.     

Sabrina mengangguk. "Terima kasih, Kak."     

Arka tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia memeluk Sabrina dengan erat. "Sabrina, tidak usah pikirkan apa pun. Masuk lah, mandi dan tidur lah. Aku akan menanyakannya pada Aksa. Beri aku waktu tiga hari."     

Akhirnya Sabrina berhenti menangis. Ia benar-benar merasa putus asa.     

Apa gunanya bertanya? Apa gunanya mengetahui siapa pria itu tiga tahun lalu kalau pria itu bukan Arka.     

Apa artinya kalau Aksa tahu?     

Kalau Aksa tahu, mungkin ia akan langsung mendatanginya dan meminta maaf padanya. Tetapi apa gunanya?     

Apakah Sabrina masih bisa bersama dengan Arka setelah semua ini?     

Tidak!     

Lalu, apa gunanya memperjelas semua ini?     

Ia tidak bisa menikah dengan seorang pria hanya karena ia pernah berhubungan dengannya.     

Sebelumnya, Sabrina tidak memahaminya, tetapi sekarang ia sudah paham. Ternyata ia merasa senang saat memetik blueberry saat ia melakukannya bersama dengan orang yang ia sukai. Ia juga merasa senang saat melihat matahari terbenam bersama dengan Arka. Ia merasa senang walaupun hanya makan siang di dalam kantornya.     

Setelah pulang ke rumah, Sabrina menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apa pun. Ia masuk ke kamarnya dan menguncinya.     

Della merasa khawatir. Ia berdiri di depan pintu dan mencoba untuk mengetuknya, tetapi ia mendengar suara tangisan dari dalam.     

Ia langsung turun dan memberitahu Raka. "Raka, Sabrina sedang menangis."     

"Aku melihat Arka mengantarnya pulang dan mereka berpelukan di depan pintu. Mengapa ia menangis?" tanya Raka dengan bingung.     

"Aku tidak tahu. Apakah kamu mau mengetuk pintu dan bertanya padanya?" tanya Della dengan cemas.     

Raka menggelengkan kepalanya. "Tidak usah khawatir. Ia akan datang sendiri saat ia mau berbicara."     

Della tersenyum. "Kalau kamu tahu apa yang terjadi, katakan padaku."     

Setelah meninggalkan rumah Keluarga Mahendra, Arka langsung menghubungi Aksa, "Di mana kamu sekarang?"     

"Aku sedang bermain basket bersama dengan Mason di taman," jawab Aksa. "Apakah kamu mau ikut main bersama?"     

"Aku akan ke sana dalam setengah jam," Arka mengakhiri panggilan.     

Setelah panggilan itu berakhir, Aksa menoleh dan berkata pada Mason. "Kakakku mau ke sini. Apakah filmnya sudah selesai?"     

"Tiba-tiba aku merasa bahwa kita telah melakukan pilihan yang salah. Seharusnya aku yang pertama berkencan dengan Sabrina. Memulai lebih awal lebih baik," kata Mason dengan kesal.     

"Mustahil. Kakakku sangat membosankan. Sabrina tidak akan menyukainya. Aku sudah menyiapkan banyak rencana kencan dan aku akan memberikan banyak kejutan untuk Sabrina. Aku pasti bisa membuatnya jatuh cinta padaku," kata Aksa dengan percaya diri.     

Bibir Mason berkedut, "Jangan membuat Sabrina takut."     

"Tidak mungkin Sabrina takut. Ia pasti akan terpesona. Aku bisa memastikan bahwa Sabrina akan jatuh cinta padaku," Aksa tidak tahu dari mana ia mendapatkan kepercayaan dirinya seperti itu.     

Setengah jam kemudian, Arka muncul di lapangan basket.     

Kebetulan, bola basketnya menggelinding ke arah kakinya. Arka mengambilnya dan langsung melemparkannya ke arah Aksa dengan keras.     

Aksa begitu terkejut sehingga tidak sempat menghindarinya. Ia hanya bisa memegang pundaknya yang kesakitan dan berteriak dengan marah. "Apa masalahmu?"     

Tanpa mengatakan apa pun, Arka langsung menghampirinya dan mencengkeram leher Aksa, memukulnya berulang kali.     

Pundak Aksa sedang sakit karena lemparan bola sebelumnya dan Arka terus menerus memukulnya tanpa memberi kesempatan untuk membalas. Jadi, ia bisa dikalahkan dengan mudah.     

"Paman, ada apa?" Mason berusaha untuk melerai mereka berdua.     

"Menyingkirlah!" teriak Arka. Matanya terlihat benar-benar gelap karena emosi.     

Mason tertegun sejenak. Kedua pamannya sedang bertengkar sekarang. Apa yang bisa ia lakukan?     

Kalau ia tidak bisa melerai mereka, saat ini, ia hanya bisa meminta bantuan orang lain.     

Wajah Aiden muncul di benak Mason. Saat mencoba menghubungi Aiden dan gagal, akhirnya Mason memutuskan untuk menghubungi ayahnya, Nico.     

"Ayah, cepat ke sini. Kami di taman tempat bermain basket biasanya. Paman Arka dan Paman Aksa sedang bertengkar," setelah menutup telepon, sepuluh menit kemudian Nico tiba di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.