Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tiga Anak Bodoh



Tiga Anak Bodoh

0"Nenek, aku tidak mau menikah," jawab Maddison.     
0

"Maddison, kalau kamu tidak mau menikah, jangan berhubungan dengan Rio. Rio masih terlalu muda dan tidak punya pengalaman. Kamu yang nantinya akan kesulitan," kata Maria.     

"Kak, Maddy hanya belum punya pasangan yang cocok sekarang. Aku rasa Maddy dan Rio hanya berteman biasa saja, tidak seperti yang dibilang semua orang. Selain itu, pernikahan hanyalah satu kali seumur hidup. Dari pada menikah dengan orang yang salah, lebih baik tidak perlu menikah," Anya berusaha untuk membantu Maddison.     

Maddison melemparkan tatapan penuh terima kasih pada Anya. Karang-jarang ada seseorang yang mau angkat bicara untuk membelanya.     

"Iya, Bu. Ada banyak laki-laki yang mengejar Maddison. Biarkan dia memilihnya pelan-pelan. Tidak usah mengkhawatirkan pernikahannya. Kalau ia salah memilih orang dan malah tidak bahagia dalam pernikahannya, kamu pasti akan merasa lebih tertekan lagi," Nico langsung menimpali kata-kata Anya.     

Maria menoleh dan memandang anak-anak Anya. "Selain itu, di rumah ini ada empat pria yang masih lajang. Adrian adalah yang paling muda, jadi ia masih bisa menunggu beberapa tahun lagi. bagaimana dengan tiga orang lainnya? Apakah kalian tidak khawatir?"     

"Kakakku masih belum menikah, mengapa aku harus khawatir?" kata Aksa.     

"Kedua pamanku belum menikah. Tidak mungkin aku mendahului mereka," jawab Mason.     

Tatapan semua orang terjatuh pada Arka. Ia membuka mulutnya dan berkata, "Aku akan menikah tahun ini."     

"Bagus," Maria mengangguk dengan puas. "Bagaimana dengan Aksa?"     

"Tahun depan," jawab Aksa.     

"Kalian kan kembar. Kalian lahir hanya berbeda beberapa menit saja. Mengapa kamu menunda hingga tahun depan? Kamu juga harus menikah tahun ini," setelah mengatakannya, Maria mengalihkan perhatiannya pada cucunya. "Mason harus menikah tahun depan."     

Nico hanya bisa melontarkan senyum terpaksa. Sementara itu, tidak ada ekspresi apa pun di wajah Aiden. Ia tidak keberatan putranya menikah lebih awal. Siapa tahu ia bisa menggendong cucu sesegera mungkin.     

"Nenek, aku bahkan belum punya pacar. Tetapi kamu memintaku untuk menikah tahun depan. Siapa yang harus aku nikahi?" kata Mason dengan frustasi.     

"Kalau kamu tidak punya pacar, aku bisa menjodohkanmu dengan beberapa gadis. Aku bisa mengatur kencan buta untukmu setiap hari mulai besok. Apakah kamu mau?" kata Maria dnegan penuh semangat.     

Alis Mason langsung terangkat dan ia melambaikan tangannya dengan cepat. "Nenek, tidak perlu. Sebaiknya kamu mengatur semuanya untuk kedua paman dulu. Mereka kan yang akan menikah duluan."     

"Aku sudah punya pacar. Aku akan membawanya nanti," Arka langsung menolak.     

"Aku akan mencari pacarku sendiri," jawab Aksa dengan cepat.     

"Aku masih muda, jadi aku tidak terburu-buru," kata Adrian menimpali.     

"Baiklah, kalian semua punya rencana kalian masing-masing. Kalau kalian sibuk dengan pekerjaan dan tidak punya waktu untuk berkenalan dengan seseorang, katakan saja padaku, aku akan mengatur semuanya untuk kalian," Maria menghela napas panjang.     

"Kak, jaga kesehatanmu baik-baik. Anak dan cucumu memiliki keluarga mereka sendiri-sendiri. Tidak usah terlalu mengkhawatirkan mereka," Anya berusaha untuk menenangkannya.     

Maria mengangguk. "Sudah malam sekarang. Aiden, kamu antar Anya pulang. Anak-anak yang lain juga boleh pulang. Jenny dan Maya tetap di sini."     

Maya memandang ke arah Jenny dan bertanya ada apa yang salah. Sementara Jenny menggelengkan kepalanya, tidak tahu apa yang terjadi.     

Nico dan Tara pulang bersama dengan kedua anaknya. Aiden dan Anya juga pulang bersama dengan keempat anaknya, ditambah dengan Bella yang menginap di rumah mereka.     

Setelah semua orang pergi, Maria menggandeng tangan Jenny untuk berbicara di sofa.     

Maya dan Jason mengikuti mereka, hanya bisa saling berpandangan tanpa mengatakan apa pun.     

"Jenny, aku tahu kamu memiliki hubungan yang baik dengan Rudi dan Tiara. Tetapi tidak mudah untuk membantu orang lain mengurus anak mereka. Sekali lihat saja, aku tahu bahwa Rio itu anak yang nakal. Kalau kamu mengawasinya sekali pun, belum tentu ia tidak membuat masalah," kata Maria.     

"Jason sangat dekat dengan Rio. Biar Jason yang mengawasinya. Aku sudah memberi pelajaran pada Rio hari ini. Ia bahkan masih belum berusia 20 tahun, masih dalam masa-masa berontak. Kalau ia menyukai Maddy, bukankah itu artinya Maddy cantik dan menarik?" kata Jenny sambil tersenyum.     

Maria menggenggam tangan putrinya. "Kamu bilang kamu sibuk. Kapan kamu punya waktu untuk menemani ibu? Nico bukan tipe yang perhatian. Ia bahkan tidak bisa mengurus anaknya sendiri dan aku tidak bisa mengandalkannya. Sementara itu, Nadine masih berada di luar negeri. Tetapi Nadine meminta Maya untuk sering-sering mengunjungiku. Masa cucuku lebih sering menemaniku dibandingkan anakku?"     

Maya melihat Maria memanggilnya. Ia langsung bangkit berdiri dan berpindah tempat duduk di samping Maria.     

"Nenek, aku akan mengunjungimu saat sedang senggang. Bibi sibuk dengan pekerjaannya dan ia harus mengurus dua anak remaja. Kamu pasti juga mengerti kan," Maya langsung membela Jenny.     

"Itu sebabnya aku bilang putriku tidak sebaik cucuku," Maria menggenggam tangan Maya. "Apakah Maya sudah punya pacar?"     

"Aku masih muda. Aku tidak terburu-buru menikah," Maya tersenyum dengan malu.     

"Aku dengar bibimu mau memberikan perusahaan perhiasan Mawardi padamu. Kamu masih sangat muda. Apakah kamu bisa mengurusnya dengan baik?" tanya Maria dengan cemas.     

"Ibu, tentu saja Maya bisa melakukannya. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh keluarga kita?" Jenny sangat percaya pada Maya.     

Melihat Jason yang hanya diam saja di pinggir, Maria tersenyum dan berkata, "Jason, saat ibumu sibuk, kamu bisa datang ke sini dan mengajak Rio untuk makan bersama. Aku akan memasak kalian selama aku masih bisa melakukannya."     

Jenny langsung menyenggol tangan putranya, menyuruhnya untuk berterima kasih pada Maria.     

"Terima kasih, Nenek. Aku akan sering-sering mengunjungimu saat aku sedang senggang," kata Jason.     

"Jason memang anak yang baik, cerdas dan pengertian. Aku dengar kamu mendapatkan beasiswa lagi?" tanya Maria sambil tersenyum.     

"Kak Maya adalah legenda di sekolahku. Sebagai sepupunya, aku tidak boleh mempermalukan nama keluarga. Tentu saja aku akan belajar dengan giat," kata Jason dengan rendah hati.     

Maria mengangguk dengan puas, "Jenny, kamu sangat-sangat beruntung bisa mendapatkan putra yang baik seperti Jason."     

"Ibu, setelah Jason lulus nanti, aku tidak akan bekerja lagi. Aku akan menemanimu setiap hari, oke?" kata Jenny dengan manja sambil memeluk lengan ibunya.     

Beberapa tahun lalu, orang tua angkat Jenny meninggal.     

Jenny merasa waktu sudah semakin menipis dan ia takut tidak punya kesempatan untuk berbakti pada orang tuanya.     

Maria memang masih sehat. Anya bilang bahwa Maria, Diana, Indah dan Esther masih sering berkumpul bersama-sama. Mereka semua hidup dengan sehat dan bahagia. Terutama karena mereka single dan tidak memiliki pasangan.     

Tetapi Jenny tetap ingin menghabiskan sisa waktunya untuk bersama dengan keluarganya, membahagiakan ibunya.     

"Baiklah, aku akan menunggumu," Maria merasa tersentuh saat mendengar putrinya mengatakan hal itu.     

Bagi Maria, putrinya adalah segalanya untuknya. Ia sudah sangat puas kalau bisa menghabiskan masa tuanya bersama dengan keluarganya.     

"Nenek, ibuku sedang berada di luar negeri. Kalau nenek butuh apa pun, nenek juga bisa mencariku," Maya juga langsung mengatakan bahwa, meski ibunya tidak berada di Indonesia, masih ada ia yang bisa membantu Maria atau menemaninya saat kesepian.     

"Kalian semua adalah anak baik," setelah itu, Maria mengelus punggung tangan Maya. "Bagaimana hubunganmu dengan Sabrina? Apakah tiga anak bodoh itu masih mengejar-ngejarnya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.