Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Dua Bocah yang Tidak Bisa Diandalkan



Dua Bocah yang Tidak Bisa Diandalkan

0Dua puluh menit kemudian, Arka tiba di lokasi yang Sabrina tunjukkan.     
0

Ia memasuki bar dan melihat Rio bersama dengan Jason duduk di meja bar sambil minum-minum.     

"Jason," teriak Arka dengan keras.     

"Pa-Paman … Mengapa kamu di sini?" Jason benar-benar terkejut. Ia merasa sangat ketakutan dan menarik baju Rio. "Bukankah kamu bilang kamu menelepon Kak Sabrina? Mengapa pamanku yang datang?"     

"Aku yakin Kak Sabrina pasti menelepon pamanmu. Ayo kita kabur!" saran Rio.     

"Tidak," Jason benar-benar memahami keluarganya. Di Keluarga Atmajaya, kalau kamu berbuat salah, kamu harus meminta maaf. Melarikan diri sama saja dengan cari mati.     

Dan ia tidak akan bisa melarikan diri ke mana pun. Semua jalan adalah jalan buntu.     

Rio hanya bisa beradaptasi dalam situasi ini dan memaksakan senyum di wajahnya. "Paman Arka, ayo ikut kami minum."     

Jason adalah anak yang cukup pengertian. Ia langsung bangkit dari kursinya dan berdiri dengan tegak. "Paman, aku dan Rio akan segera pulang."     

"Siapa yang meminta Sabrina datang ke sini dan menemani kalian minum?" tanya Arka dengan suara dingin.     

Jason memandang ke arah Rio dengan ketakutan.     

"Bukan aku. Aku hanya memintanya untuk datang dan membayar minuman kami. Uang yang kami bawa tidak cukup dan kartu kreditku diblokir oleh orang tuaku," Rio berusaha untuk menjelaskan.     

Arka tidak mau repot-repot mencari tahu apa yang dua bocah ini katakan benar atau tidak. "Foto."     

Rio langsung terlihat patuh di hadapan Arka. Ia mengulurkan tangan dan mengambil ponsel Jason. Setelah itu, ia memberikannya pada Arka.     

Arka membuka foto album dan melihat banyak sekali foto Rio dan Sabrina saat berada di pesawat.     

Mereka mengambil foto dengan pose-pose yang biasa dilakukan oleh seorang pasangan. Membentuk sebuah hati dengan tangan mereka, memandang wajah satu sama lain dan bahkan mencium pipi satu sama lain.     

"Paman, aku tidak mengirimkannya kepada siapa pun, aku bersumpah!" Jason hanya bisa memikirkan keselamatan dirinya. Ia tahu foto itu akan membawa malapetaka untuknya.     

Arka langsung menghapus semua foto itu tanpa keraguan dan memastikan bahwa tidak ada jejak yang tersisa. Setelah itu, ia melemparkan ponsel itu kembali pada Jason.     

"Kalau ada foto yang tersebar, aku akan memberitahumu apa yang lebih mengerikan dari pada kematian," wajah Arka yang kesal dan suaranya yang menahan kemarahan, membuat kedua bocah di hadapannya itu ketakutan.     

"Paman, kami hanya menggoda Kak Sabrina. Kamu tidak akan berani melakukannya lagi lain kali," Jason langsung mengakui kesalahannya dan menunjukkan penyesalan.     

Tidak tahu sejak kapan Sabrina tiba di sana. "Aku tidak suka diancam oleh orang lain. Siapa yang mau bercanda seperti itu dengan kalian?"     

Rio yang menjawabnya. "Kak Sabrina, di pesawat, jelas-jelas kamu yang mendekati aku. Kamu melihat aku begitu tampan sehingga kamu memintaku untuk menjadi pacarmu. Kamu jatuh cinta pada pandangan pertama padaku dan meminta banyak foto mesra denganku. Mengapa sekarang kamu tidak mau mengakuiku?"     

"Apa yang kamu bicarakan?" Sabrina berniat untuk memukul bocah sialan yang satu itu.     

Rio langsung bersembunyi di belakang Jason dan menjulurkan lidahnya ke arah Sabrina.     

Sementara itu, Jason terlihat benar-benar patuh. "Kak, aku minta maaf. Paman sudah menghapus semua fotonya dan foto itu tidak akan tersebar. Kami memintamu untuk datang hanya untuk mengajakmu minum, tidak ada maksud lain. Kami tidak akan mencari masalah lagi lain kali. Tolong maafkan kami sekarang. Kami masih anak-anak."     

"Aku tidak pernah melihat anak-anak yang sebesar kalian," kata Sabrina dengan kesal.     

"Kami masih kuliah, belum lulus. Kamu adalah orang dewasa yang memanfaatkan anak kecil untuk dijadikan pacar. Setelah itu kamu mengabaikannya karena sudah tidak ada gunanya. Kamu bukan wanita baik. Pamannya Jason, jangan menikahi wanita seperti ini. Ia tidak akan menjadi bibi yang baik," kata Rio.     

"Siapa yang bibimu. Bisakah kamu diam?" Sabrina merasa semakin marah.     

"Paman, kami benar-benar hanya bercanda. Kami tahu kami salah. Tolong maafkan kami," Jason berusaha untuk memohon.     

"Ibumu akan datang ke sini sebentar lagi," kata Arka dengan tatapan kosong.     

"Anak kecil, ibumu akan datang. bukankah kamu senang mendengarnya?" Sabrina tersenyum dengan bangga.     

Jason ingin menangis rasanya. Kalau ibunya benar-benar datang, Jenny pasti akan menghajarnya habis-habisan.     

Rio juga merasa bencana akan segera datang. Jenny adalah ibu baptisnya, sudah seperti ibunya sendiri. Jadi, ada kemungkinan ia juga akan dihajar habis-habisan oleh Jenny.     

Seperti yang Arka katakan, Jenny langsung tiba di sana setelah menerima panggilan dari Arka.     

"Kalian berdua ini! Mengapa kalian nakal dan selalu mencari masalah?" Jenny melangkah maju dan langsung menjewer telinga Rio dan Jason, satu di sisi kiri dan satunya di sisi kanan.     

"Ahhh, ibu, sakit. Lepaskan," Rio langsung berteriak kesakitan.     

Sementara itu, Jason memandang ke arah ayahnya dan meminta bantuannya dengan tatapan memelas. "Ayah, bisa tolong aku?"     

"Jenny, anak-anak ini kan sudah besar. Apa lagi yang bisa kita lakukan?" Jonathan melangkah maju dan memeluk Jenny dengan lembut. Tangannya tetap memegangi pinggang Jenny saat menariknya ke belakang.     

Jenny bersandar di pelukan Jonathan dan kemudian melepaskan telinga Rio dan Jason. "Kalian berdua, pulang sekarang juga!"     

"Kak Jenny, kakak ipar, kalau tidak ada lagi, aku dan Sabrina akan pulang dulu," kata Arka. Ia berpamitan dan meninggalkan bar bersama dengan Sabrina     

Awalnya, Sabrina menelepon Arka hanya untuk membantunya untuk mengurus dua anak nakal itu. Tetapi ia tidak menyangka bahwa Arka akan menelepon Jenny dan Jonathan juga.     

Melihat kedua anak nakal itu dimarahi cukup keras, Sabrina merasa tidak tega.     

Saat mereka berjalan keluar dari bar, Sabrina masih memandang ke belakang. "Kak, apakah tidak apa-apa meninggalkan mereka di dalam?"     

"Kamu masih mengkhawatirkan mereka? seharusnya kamu mengkhawatirkan dirimu sendiri dulu," Arka meraih tangan Sabrina dan membawanya ke kursi belakang mobilnya.     

Sabrina merasa sedikit gugup saat melihat tubuh jangkung Arka mendekatinya. Tanpa sadar, ia langsung mundur dan masuk ke dalam mobil.     

"Kak, ad-... ada apa?" tanyanya dengan panik.     

"Bagaimana caramu membujuk Rio untuk menjadi kekasihmu saat kalian di pesawat? Kamu memujinya tampan, apakah ia tampan?" tubuh Arka yang berotot, menahannya, membuat Sabrina tidak bisa bergerak dan tidak bisa menghindarinya.     

"Rio masih kecil dan terlalu naif. Tentu saja kamu yang paling tampan. Tidak ada yang setampan kakak. Di hatiku, Kak Arka adalah yang paling tampan," kata Sabrina dengan senyum canggung.     

Rio benar-benar menimbulkan masalah. Mengapa Sabrina tidak kepikiran bahwa Arka bisa saja cemburu?     

"Aku tampan, tetapi mengapa kamu malah mencari kekasih di luar sana?" dahi Arka sudah menyentuh dahi Sabrina. Dan saat pria itu berbicara, napasnya terasa hangat di wajah Sabrina.     

"Aku tidak mencari kekasih. Aku hanya bermain-main. Saat aku tahu kalian bertiga masih single, aku takut kalian akan memaksaku untuk membuat pilihan lagi. Jadi aku menggunakan Rio sebagai pacar pura-puraku. Aku tidak menyangka bocah itu tidak berguna. Kak, aku tahu aku salah. Aku tidak akan melakukan ini lagi," Sabrina mengakui kesalahannya dengan suara manja. Ia memegang lengan Arka dengan tangan kecilnya dan memajukan tubuhnya untuk mencium Arka. "Maafkan aku kali ini, oke?"     

"Tidak. Tidak cukup," wajah Arka masih tetap muram. Ia tahu bagaimana cara menyembunyikan perasaannya dan Sabrina tidak bisa melihat apa yang ia rasakan sekarang.     

Meski di dalam hatinya ia merasa senang, ia masih mau berpura-pura marah.     

Ia kembali menundukkan kepalanya dan mencium Sabrina. Melihat gadis di hadapannya itu membalas ciumannya, ciuman mereka menjadi semakin tidak terkendali.     

Suhu di mobil itu menjadi semakin tinggi. Ruangannya cukup sempit untuk mereka berdua dan gairah mereka membuat tempat tersebut menjadi panas.     

Sabrina benar-benar tenggelam dalam ciuman Arka dan kehilangan kemampuannya untuk melawna.     

Sebelumnya, Arka sangat sabar, menunggu Sabrina untuk memahami perasannya sendiri.     

Tetapi sekarang, kesabarannya sudah habis.     

Ia mengulum bibir Sabrina sambil memperhatikan reaksinya dan ia bisa melihat bahwa gadis di hadapannya itu juga mencintai.     

Sabrina mencintainya, tetapi sebelumnya ia masih belum mengerti. Sekarang Sabrina sudah paham siapa yang ia cintai di hatinya.     

"Sabrina, di sini tidak aman. Ikutlah ke rumahku," Arka melepaskannya. Ia keluar dari mobil dan berpindah ke tempat duduk pengemudi, siap untuk pergi dari tempat itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.