Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Foto Sedang Berkencan



Foto Sedang Berkencan

0"Kalau aku bisa diandalkan, mengapa kamu tidak memilihku?" kata Arka dengan setengah bercanda.     
0

"Aku …" Sabrina berhenti berbicara dan akhirnya tidak mengatakan apa pun. Ia hanya bersandar di dada Arka, merasakan detak jantungnya yang kuat. Hatinya terasa sangat damai.     

Arka mengecup kening Sabrina. "Sabrina, tidak peduli apa pun yang kamu dengar suatu hari nanti, percayalah padaku bahwa hanya kamu satu-satunya yang aku cintai."     

Sabrina mengangkat kepalanya dan memandang Arka lekat-lekat. "Kamu menyembunyikan sesuatu. Sejak menjawab panggilan tersebut, aku merasa ada sesuatu yang salah. Ada masalah apa sebenarnya?"     

"Bukan apa-apa. Aku bisa menyelesaikannya," Arka membantu Sabrina untuk bangkit berdiri dan menggandeng tangannya untuk berjalan menuju ke puncak tertinggi.     

Mereka berdiri di atas gunung dan mendengarkan siulan dari angin yang bertiup.     

Langit begitu biru. Perkotaan terlihat sangat kecil di bawah kaki mereka.     

Rasanya, tidak ada hal lain yang penting lagi.     

"Bukankah ini indah?" Arka memeluk pinggang Sabrina dari samping.     

"Sangat indah!" jawab Sabrina sambil menoleh untuk memandang Arka. "Apakah kamu benar-benar baik-baik saja."     

"Kalau aku saja tidak bisa menyelesaikannya, apa lagi kamu. Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," Arka mengecup pipi Sabrina dengan lembut.     

"Baiklah," Sabrina merasa lega saat mendengarkannya dan kembali memandang matahari terbenam yang sangat indah.     

Langit yang kebiruan perlahan berubah menjadi kemerahan. Ada semburat warna orange, merah muda dan keunguan, serta warna putih yang berasal dari awan.     

Saat berjalan turun dari gunung, Arka tetap menggandeng tangan Sabrina. "Lain kali, jangan dekat-dekat dengan Anna. Ia tidak sebaik yang kamu pikirkan."     

"Ia tidak seperti Anna yang aku kenal dulu. Ia sudah banyak berubah," Sabrina tersenyum dengan pahit.     

"Semua orang bisa berubah. Sama seperti kita. Tidak peduli seberapa dekatnya kita saat kita masih kecil, kita semakin bertumbuh besar dan harus mempertimbangkan banyak hal. Tetapi percayalah, perasaan kami kepadamu benar-benar tulus," kata Arka.     

Tentu saja Sabrina tahu hal itu.     

Karena itu lah, Sabrina merasa tertekan kalau disuruh memilih salah satu di antara mereka.     

Mereka bertiga tidak sedang bercanda atau bermain-main. Mereka bertiga serius menyukainya dan Sabrina tidak bisa menolak mereka.     

"Kak, apa yang kamu pikirkan kalau ternyata aku pernah berhubungan dengan pria lain di luar negeri?" tanya Sabrina secara tiba-tiba.     

"Kalau aku pernah berhubungan dengan wanita lain dulu, apa yang kamu pikirkan?" Arka tidak menjawab pertanyaan itu.     

"Uhh … Itu …" pertanyaan mendadak itu membuat Sabrina tidak bisa menjawab.     

"Aku bukan orang yang kolot. Aku tidak keberatan kalau kamu pernah mencintai pria lain sebelumnya. Tetapi aku tidak mau tahu siapa pria itu. Dan aku harap kamu hanya mencintai aku ke depannya," kata Arka dengan tulus.     

Sabrina mengedipkan matanya berulang kali, berusaha untuk menahan tangisnya.     

Kalau kejadian tiga tahun lalu itu tidak terjadi, mungkin Sabrina sudah memilih Arka saat ini juga.     

Tetapi saat ini, Sabrina merasa tidak pantas untuk mendapatkan cinta dari Arka.     

Arka begitu baik padanya, tetapi Sabrina telah kehilangan kesuciannya pada pria yang tidak bisa ia ingat.     

"Kak, sudah mau malam. Ayo kita pulang," kata Sabrina.     

"Aku mau mengajakmu untuk makan," Arka menggandeng tangan Sabrina hingga menuju ke tempat mereka memarkirkan mobilnya.     

Selama tiga tahun berada di luar negeri, Arka tahu bahwa Sabrina tidak pernah punya kekasih. Aksa dan Mason juga terus mengumpulkan informasi mengenai Sabrina dan tahu bahwa ia tidak pernah berkencan.     

Dulu, mereka tidak memaksa Sabrina untuk memilih. Tetapi sekarang usia mereka sudah semakin tua dan sudah saatnya mereka menikah.     

Ada baiknya kalau masalah ini segera diselesaikan.     

Arka tidak paham mengapa Sabrina tiba-tiba menanyakan pertanyaan itu. Kalau Sabrina pernah berhubungan dengan pria lain sebelumnya, mana mungkin Arka tidak tahu?     

Arka tahu betul Sabrina tidak berhubungan dengan siapa pun sebelum pergi ke luar negeri, dan saat di luar negeri pun ia tidak berkencan dengan siapa pun.     

Sabrina menanyakan hal itu dengan santai, tetapi Arka memikirkannya dan memasukkannya ke dalam hati.     

Kalau Arka tahu ada pria itu di hati Sabrina, mungkin ia sudah menghajar pria itu hingga babak belur dan hancur.     

Di sebuah restoran dekat gunung tersebut, Arka sudah memesan ruangan VIP. Saat mereka tiba, semua bahan masakan sudah disiapkan dan para chef langsung memasak begitu melihat kedatangan mereka.     

Saat Arka dan Sabrina memasuki ruangan mereka dengan tangan yang saling bergandengan, tidak sengaja mereka bertemu dengan Tara.     

Suasana di tempat ini sangat indah dan ada sebuah panti jompo mewah di kaki gunung. Tirta sudah tua dan kesepian sendirian sehingga ia memutuskan untuk tinggal di panti tersebut dan mencari teman seusia di sana.     

Hari ini, Tara datang untuk mengunjungi kakeknya dan mengajaknya untuk makan malam bersama. Tetapi ia tidak menyangka akan bertemu dengan Arka yang berkencan dengan seorang gadis.     

Tara mengambil ponselnya dan diam-diam memfoto Arka. Setelah itu, ia mengirimkannya pada Anya.     

Karena Tara hanya bisa mengambil foto itu dari belakang, Anya tidak bisa mengenali gadis di foto tersebut. Siapa sebenarnya gadis itu.     

Ia langsung menelepo putranya. "Arka, kamu di mana sekarang?"     

"Aku sedang pergi makan. Apakah ibu sudah makan?" tanya Arka.     

"Aku baru saja mau makan. Kamu sedang pergi dengan siapa?" tanya Anya.     

"Ibu, mengapa ibu tiba-tiba penasaran dengan siapa aku makan?" Arka menjawab panggilan tersebut sambil mengambilkan salad ke piring Sabrina.     

Sabrina menutupi mulutnya dan tertawa kecil. Ia tidak mengatakan apa pun, tetapi mendengarkan pembicaran Arka dan ibunya dari telepon.     

"Ibu khawatir padamu. Akhir-akhir ini, ada banyak orang yang mengirim foto putrinya pada ibu, meminta untuk dijodohkan denganmu. Aku pikir, kalau kamu bisa mencari kekasih sendiri akan lebih baik. Ibu juga tidak mau kamu pergi kencan buta. Kamu bisa mencari kekasih sendiri," kata Anya dengan sengaja.     

"Ibu tidak boleh mengatur kencan buta untukku. Aku berjanji akan segera mencari kekasih. Tunggu aku sampai tahun baru …" kata Arka.     

"Sekarang sudah bulan Juli. Kamu hanya punya beberapa bulan saja untuk mencari kekasih. Ibu berharap kamu bisa menemukan wanita yang cocok denganmu," Anya memberikan dukungannya pada Arka.     

Arka tertawa mendengarnya. "Ibu, kalau tidak ada lagi. Aku tutup dulu teleponnya."     

"Baiklah, aku harap kamu dan pacarmu bisa makan enak." Anya mengakhiri panggilan dan langsung pergi untuk mencari suaminya.     

Di ruang kerja, Aiden sedang melihat laporan finansial Atmajaya Group. Walaupun ia sudah meninggalkan Atmajaya Group dan menyerahkan semuanya pada anaknya, diam-diam ia masih memantau perkembangan perusahaan.     

"Aiden, sudah jangan lihat laporannya. Aku punya berita bagus untukmu," Anya berlari menuju ke ruang kerja. Ia menutup laptop Aiden dan duduk di pangkuan suaminya. Tangannya memeluk leher Aiden dan ia membisikkan beberapa kalimat di telinga Aiden.     

"Benarkah?" Aiden terlihat gembira.     

"Tara melihatnya sendiri. Coba kamu lihat apakah foto ini palsu," Anya mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto yang Tara kirimkan. "Lihatlah. Bukankah pacar Arka cantik?"     

"Bagaimana kamu bisa menilainya cantik sementara fotonya dari belakang?" Aiden tertawa.     

"Apakah kamu tidak pernah mendengar? Seorang wanita yang terlihat cantik dari samping dan dari belakang biasanya juga terlihat cantik dari depan," Anya bersandar di pelukan Aiden. "Mulai besok, aku ingin membuat parfum baru, hadiah untuk calon menantuku. Mungkin parfumnya bisa digunakan sebagai souvenir pernikahan anak kita."     

"Arka baru saja mulai berkencan, tetapi kamu sudah menyiapkan souvenir pernikahannya. Apakah itu tidak terlalu cepat?" Aiden menggendong Anya dan berjalan dua langkah. Setelah itu ia berhenti. "Aku sudah tidak kuat menggendongmu lagi."     

"Kamu butuh olahraga. Katanya saat berusia 80 tahun pun kamu masih mau menggendongku," gerutu Anya.     

"Baiklah. Malam ini kita akan berolahraga," Aiden mencium pipi istrinya.     

Saat Adel kembali, tidak sengaja ia melihat ayah dan ibunya sedang bermesraan.     

"Menyedihkan sekali nasibku. Begitu pulang, aku langsung melihat orang lain bermesraan seperti ini," goda Adel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.