Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Siapa yang Akan Menang?



Siapa yang Akan Menang?

0"Menyedihkan sekali aku. Begitu aku pulang, aku melihat orang lain bermesraan seperti ini," goda Adel saat melihat ayah dan ibunya sedang bermesraan.     
0

Anya langsung merasa malu dan memukul dada Aiden dua kali, "Lihatlah. Anak kita menertawakan kita!" penampilannya yang malu-malu membuat Aiden teringat kembali kepada masa muda mereka.     

Aiden malah memeluknya dan mengecup kening Anya. "Adel tidak akan keberatan."     

"Katanya, didikan terbaik adalah saat melihat ayah mencintai ibu. Aku merasa senang karena hubungan kalain harmonis," kata Adel sambil tersenyum.     

"Kamu dengar, kan?" Aiden menyentuh dahi Anya dengan dahinya.     

"Aku tahu," Anya mengangguk dengan malu-malu, seperti gadis muda yang polos.     

"Adel, ganti bajumu dan makanlah di bawah. Ayah dan ibu akan berjalan-jalan di taman," Aiden menggandeng tangan Anya dan berjalan menuju ke taman bersama-sama.     

Biasanya Aiden sangat memperhatikan mengenai olahraga dan kesehatan. Ia berusaha keras untuk berolahraga agar tetap fit. Tetapi ia tidak bisa menggendong Anya, bukan karena ia tidak kuat lagi, tetapi karena Anya yang sekarang semakin gemuk.     

Enam bulan lalu, Anya didiagnosa penyakit yang cukup serius. Karena meminum obat-obatan, akhirnya berat badan Anya semakin meningkat.     

Di Keluarga Atmajaya, ada satu kalimat yang tidak akan pernah disebutkan. Atau bisa dibilang, kalimat itu tabu, yaitu menurunkan berat badan.     

Bagi Aiden, selama Anya sehat, ia tidak peduli bagaimana pun bentuk tubuh Anya.     

Tetapi Anya sendiri cukup kepikiran mengenai berat badannya. Ia berusaha untuk diet dan tidak makan-makanan yang berkalori tinggi.     

Ia rajin berolahraga, tidak mengurung diri dan bekerja di ruang parfumnya seharian sepergi sebelumnya.     

Hanya saja, usia mereka sudah cukup tua sehingga sedikit sulit baginya untuk menurunkan berat badan seperti dahulu kala.     

Aiden sering menemani Anya untuk berjalan-jalan saat cuaca sedang cerah. Terkadang mereka juga pergi jogging di pinggir danau.     

Tidak peduli bagaimana pun bentuk Anya, di hati Aiden, Anya akan tetap menjadi wanita yang ia cintai.     

Saat makan, tiba-tiba Anya bertanya. "Adel, apakah ibu gendutan?"     

"Tidak. Kamu menyerap nutrisi dengan sangat baik. Itu bagus untuk kesehatanmu," kat Aiden.     

"Ibu cantik. Tidak ada yang lebih cantik dari ibu," kata Adel dengan manis.     

Anya tertawa melihat putri bungsunya itu. "Kamu memang paling pandai berbicara manis." Tiba-tiba, Anya meletakkan sendok dan garpunya. "Aku mau menurunkan berat badanku mulai hari ini. Dalam setengah tahun, aku harus kembali ke berat badanku yang dulu.     

"Ibu, ada apa?" Adel memandang ibunya dengan cemas.     

Aiden juga merasakan hal yang sama. Ia langsung menatap istrinya dengan khawatir. "Anya, apakah kamu baik-baik saja?"     

"Aku baik-baik saja. Katanya Arka akan membawa kekasihnya di tahun baru. Aku harus segera menurunkan berat badan. Kalau tidak, aku tidak akan bisa tampil cantik di pesta pernikahannya nanti," kata Anya dengan serius.     

Adel menghela napas lega mendengarnya.     

"Kalau begitu, aku akan mengatur personal trainer untuk mengatur menu olahragamu. Sekarang kamu harus makan," Aiden mengambil sendok Anya dan memberikannya kembali pada Anya.     

"Aku sudah makan banyak barusan," Anya menutup bibirnya rapat-rapat, tidak mau menerima sendok itu.     

"Ikan ini sangat enak dan kalorinya tidak setinggi makanan lainnya. Makan ini saja, Ibu," Adel mengambilkan sepotong ikan dan meletakkannya di piring Anya.     

Anya memandang ikan itu yang memang terlihat lezat. Akhirnya ia memutuskan untuk menerima sendok dan garpu tersebut.     

"Aku sangat lapar. Ada makanan apa hari ini?" Aksa baru saja kembali dari luar. Saat melihat banyak makanan lezat di atas meja, perutnya langsung keroncongan. "Wow, enak sekali. Apakah kalian tahu aku akan kembali untuk makan hari ini?"     

"Kamu berkeringat dan bau. Dari mana kamu? Cepat naik ke atas, mandi dan ganti bajumu. Jangan dekat-dekat dengan ibu," tegur Aiden.     

Aksa memegang kerah bajunya dan menciumnya. Keningnya langsung berkerut saat mencium aromanya. Ia sendiri tidak tahan dengan baunya sendiri.     

"Ibu, aku akan naik dan ganti baju. Sisakan makanan untukku," Aksa lari ke lantai atas dengan tergesa-gesa.     

"Ibu mau menurunkan berat badan. Kamu bisa makan semua makanannya," kata Anya sambil tersenyum.     

Tiba-tiba, Aksa berhenti melangkah. "Ada apa? Mengapa ibu mau menurunkan berat badan? Ibu baik-baik saja, kok."     

"Kakakmu sedang berkencan dengan seorang gadis. Katanya tahun ini ia akan mengakhiri masa lajangnya. Aku harus segera menurunkan berat badanku agar bisa tampil baik di pesta pernikahannya," kata Anya dengan senang.     

Sudut bibir Aksa melengkung membentuk senyuman yang bangga. "Ibu, aku juga berjanji padamu bahwa tahun ini adalah tahun terakhirku melajang."     

"Apakah kalian berdua ingin mengadakan pesta pernikahan gabungan?" tanya Anya.     

"Wajah kakak terlihat sama. Sangat lucu sekali kalau orang-orang salah mengira pengantin prianya," kata Adel sambil tertawa.     

"Cepat mandi!" desak Aiden.     

"Aku tidak mau mengadakan pesta pernikahan gabungan," Aksa menghilang dari tangga setelah mengatakannya.     

Saat ia turun kembali setelah mandi, Anya sudah selesai makan. Tetapi ia masih duduk di meja makan dan menunggu putranya.     

"Aksa, katakan pada ibu, apakah ada gadis yang kamu sukai?" tanya Anya dengan penuh semangat. Ia tidak menyangka dua anaknya sudah memiliki kekasih.     

"Iya," Aksa duduk di meja makan dan meminum supnya.     

"Apakah ibu kenal dengannya? Dari keluarga mana? Sudah berapa lama kalian berkencan?" tanya Anya secara beruntun.     

"Sejak kecil," jawab Aksa dengan santai.     

"Apakah kamu membicarakan mengenai Sabrina?" tanya Adel. "Belum tentu Sabrina memilih kakak!"     

"Apakah ada gadis yang tidak menyukaiku? Tampangku dan karakterku sangat menarik bagi pada gadis. Mana mungkin ada yang menolakku," kata Aksa dengan percaya diri.     

Anya dan Aiden saling berpandangan satu sama lain. Dulu, ia menganggap persaingan anak-anak mereka untuk mendapatkan Sabrina hanyalah sebagai lelucon saja sehingga merkea membiarkannya.     

Tetapi hingga saat ini, persaingan itu masih belum berakhir. Anya tidak mau kalau sampai Arka bertengkar dengan Aksa, atau pun dengan Mason.     

Ia tidak mau kalau saudara saling bertengkar, paman dan keponakan saling bertengkar, hanya karena masalah wanita.     

"Apakah kamu menyukai Sabrina sebesar itu?" tanya Anya dengan tenang.     

"Bukan berarti ia tidak akan menikah selamanya," jawab Aksa tanpa keraguan.     

Tetapi karena Aksa menjawab terlalu cepat dan biasanya Aksa terlihat sedikit bodoh, jawaban itu terdengar terlalu acak.     

"Bagaimana kalau Sabrina tidak menyukaimu?" tanya Aiden.     

"Selama ia bisa menemukan pria yang ia cintai dan bisa membahagiakannya, aku juga ikut bahagia untuknya," Aksa mengangkat kepalanya dan memandang Anya dan Aiden. "Ayah, ibu, apakah kalian mau membujukku untuk menyerah demi kebahagiaan kakak dan Sabrina?"     

Anya tidak menjawab, tetapi Aiden yang membuka mulutnya. "Kalau kamu membujukmu untuk menyerah, apakah kamu akan menyerah?"     

"Tidak, aku tidak akan menyerah kalau Sabrina menyukaiku. Tidak peduli siapa pun yang dipilih oleh Sabrina, kami bertiga sudah berjanji untuk bersaing secara adil," jawab Aksa dengan serius.     

Aiden mengangguk. "Selama kalian bisa bertanggung jawab, selama masalah ini tidak mempengaruhi hubungan keluarga, kalian tentukan saja sendiri. kami tidak akan ikut campur. Tidak peduli siapa yang pada akhirnya akan dipilih oleh Sabrina, kami akan memperlakukannya dengan baik."     

"Ibu, menurutmu di antara kami bertiga, siapa yang akan menang?" tanya Aksa dengan sengaja.     

"Apakah kamu ingin mendengar aku bilang kamu yang akan menang? Aku tidak mau menjawabnya. Kamu makanlah. Ibu akan jalan-jalan dulu," kata Anya, seperti anak kecil yang tidak mau kalah.     

Aksa tertawa melihatnya. "Adel, bukankah ibu terlihat seperti anak kecil."     

"Selama ini ibu sakit. Tidak peduli bagaimana pun sifat ibu selama ia baik-baik saja, aku sudah cukup senang," Adel menatap ke arah kakaknya, "Aku dengar Sabrina berkencan dengan Kak Arka. Bukankah itu artinya kakak sudah kalah?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.