Pejuang Troy [END]

Tigabelas



Tigabelas

0Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tapi belum ada tanda-tanda kehidupan di dalam kamar nomor 1505 itu. Dan memang tidak ada yang berniat membangunkan ataupun menganggu mereka.     
0

Begitulah pesan yang disampaikan oleh Mrs. Vanesa Darren.     

Semua dalam damai, sampai Fenita membuka matanya.     

Melihat jam di layar ponselnya, dan terkejut. Kalau saja dia tidak menyadari adanya orang lain di kamar itu, tentu saja Fenita akan berteriak karena kaget.     

Dengan setenang mungkin, Fenita mencoba melakukan aktifitas paginya tanpa membangunkan Troy yang masih pulas. Beganti baju dan mencuci muka untuk segera berangkat bekerja.     

"Mau kemana?"     

Mendengar suara itu, Fenita menghentikan langkahnya.     

"Saya mau kerja." jawab Fenita singkat.     

"Emang kemarin nggak ngajuin cuti?"     

Itu pertanyaan yang menggelikan. Pegawai kelas rendah macam Fenita mengajukan cuti? Bisa libur seminggu sekali saja sudah bersyukur. Lagipula, dia masih harus membenahi kinerjanya yang belakangan ini menurun sesuai janjinya kepada Galih sang manajer.     

"Resign aja. Jangan sampai Mama tahu kamu masih bekerka dan berakhir buruk."     

Resign? Kalo Fenita mengajukan resign, trus dia akan mendapat uang dari mana? Bagaimana dengan hidupnya? Adik-adik dipanti? Memang ya, orang kaya kalau berbicara suka nggak difilter dulu. Mereka mah enak uang nggak perlu mikir, beda dengan dia yang harus bekerja keras bahkan hanya untuk makan sesuap nasi.     

"Tunggu, aku antar." perintah Troy tegas, lalu berjalan menuju kamar mandi.     

Fenita ingin rasanya langsung berlari meninggalkan hotel untuk langsung ke restoran. Dirinya yakin, sang manajer akan memberinya kuliah yang sangat mengesankan karena dia terlambat. Baru memikirkannya, ponsel Fenita berbunyi. Telepon itu dari Galih sang manajer muda kita.     

"Fenita dimana?" tanya Galih dengan halus namun penuh ancaman.     

"Maaf, Sir, saya masih di rumah." jawab Fenita.     

"Oh masih di rumah. Nggak mau kerja lagi?"     

Fenita bingung harus menjawab apa. Disatu sisi dia ingin bekerja, tapi disisi lain dia tidak boleh bekerja. Akhirnya dia hanya bisa meringis.     

"Sir, saya akan ke restoran sebentar lagi." hanya itu jawaban Fenita.     

Begitu memarkirkan mobilnya di parkiran basement, Troy berjalan memimpin. Dan Fenita dengan patuhnya mengikuti dibelakang. Tak ada sepatahkatapun yang keluar dari mulut mereka.     

Melihat ada tamu istimewa yang datang, sang manajer tentu langsung menyambutnya. Dan betapa kagetnya Galih saat melihat Fenita dengan tenangnya mengikuti Troy.     

"Mr. Darren, ada yang bisa saya bantu?" tanya Galih dengan sopannya.     

"Mulai hari ini Fenita resign. Semua urusan yang berhubungan dengan pekerjaan di cut."     

Ucapan Troy membuat muluh Galih ternganga. Dia tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Si Pengantin ini kenapa tiba-tiba datang dan berkata seperti itu? Pelayannya yang berharga dipaksa untuk resign? Kali ini apa yang sudah dilakukan Fenita?     

Berbagai pertanyaan itu berputar diotak Galih.     

"Sir, mak-maksud Anda?"     

"Saya tidak menerima pertanyaan. Itu saja yang mau saya sampaikan." bangkit dari duduknya, Troy lalu berjalan meninggalkan Galih yang masih belum paham.     

"Fenita ayo!" Suara itu menyadarkan Galih.     

Fenita yang namanya dipanggil segera menyusul Troy dan menghilang dari pandangan Galih. Meninggalkan dirinya dengan pertanyaan yang tak terjawab.     

Terlihat jelas bahwa Fenita menatap Galih seolah berkata 'maafkan saya' sambil meninggalkan Galih yang masih belum sadar dari keterkejutannya.     

...     

Troy mengambil cuti untuk menikah selama tiga hari. Tapi masih tersisa dua hari sudah membuat dirinya kelimpungan.     

Sesudah membantu pindahan Fenita di cuti pertamuanya, Troy kini merebahkan tubuhnya di sofa depan televisi tanpa melakukan apapun. Dia sangat suka hari libur, tapi dia sangat tidak suka melewatkan liburannya dengan sia-sia. Tapi disinilah dia sekarang, menyia-nyiakan liburannya.     

Semua ini dia lakukan agar mamanya tidak curiga, mengira dia akan melewatkan hari bersama istri tercinta.     

Istri tercinta? Mendengar sebutan iti rasanya Troy ingi membumi hanguskan semua orang. Baginya, hanya ada Brlle yang pantas menyandang status sebagai Mrs. Darren sang istri Mr. Troy Mikhail Darren.     

Seperti janjinya dengan sang mama, Troy langsung tinggal terpisah dengan ibunya. Ini membuat dia bebas untuk melakukan apa saja tanpa perlu dicampuri oleh sang mama. Termasuk pulang larut. Itu bayangan Troy.     

Setelah makan malam selesai, Troy mengajak Fenita berbicara serius.     

"Ini uang belanja kamu. Setiap bulan saya transfer ke kartu itu. Urus semua keperluan rumah, termasuk tagihan-tagihan. Sisanya terserah kamu."     

Penjelasan yang tiba-tiba ini membuat Fenita bingung. Tentu saja, dia tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya. Dan sekarang dia menjadi Nyonya Darren, tentu hidupnya akan berubah sedikit maupun banyak.     

"Untuk menu makan, apa yang harus saya masak?" tanya Fenita.     

"Terserah kamu, toh saya jarang makan di rumah." jawab Troy cuek. "Intinya, kamu hanya pindah kos dan punya fasilitas keluarga Darren, sisanya kamu tetap Fenita yang biasa dan hidup seperti biasa."     

Setelah menjelaskan itu, Troy meninggalkan Fenita menuju ruang kerjanya. Dia tidak tahu harus berbuat apalagi, karena dia memang tidakn pernah menginginkan adanya orang asing dalam hidupnya.     

Dan dengan menyibukkan diri dengan bekerja, Troy merasa hidupnya tidak akan berubah. Kecuali statusnya yang sekarang sebagai pria beristri.     

Sama seperti malam-malam sebelumnya, Troy memandangi langit yang gelap. Memikirkan seseorang yang selali dipikirannya. Sebatang rokok dan sebotol wine menemaninya melewatkan malam.     

Setelah puas dengan lamunannya, Troy kembali ke kamarnya. Saat menuju kamarnya, dia melewati kamar istrinya yang terbuka sedikit. Rasa penasaran menggelitik hatinya untuk melihat apa yang sedang dilakukan gadis itu.     

Bodoh kamu Troy, tentu saja dia tidur sekarang, umpatnya dalam hati.     

Meski mengetahui bahwa Fenita sedang tertidur, Troy tetap saja memasuki kamar gadis itu. Melihat dia tidur sendiri memunggungi Troy, dia tiba-tiba merasa sangat bersalah.     

Hidup seorang anak manusia menjadi berantakan karena dirinya. Dalam usia yang terbilang muda, sembilan belas tahun, Fenita harus menikah secara paksa dengan dirinya. Ditambah lagi jaraknumur mereka yang tidak sedikit, empat belas tahun.     

Meski sadar dengan apa yang dilakukannya, Troy tidak ada sedikitpun niat untuk melepaskan Fenita. Dia masih membutuhkan dia untuk meredam suasana di keluarganya. Juga karena Fenita sudah menandatangani kontrak perjanjian mereka.     

Akhirnya Troy kembali ke kamarnya sendiri dan mencoba untuk tidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.