Pejuang Troy [END]

Duabelas



Duabelas

0Hari besar bagi Fenita dan Troy.     
0

Resepsi pernikahan diadakan di ballroom hotel Harison dengan sangat privat. Bahkan pihak hotel sampai membatasi akses hotel. Beberapa bagian hotel tidak bisa didatangi atau diakses oleh beberapa tamu. Termasuk taman outdoor yang ada di hotel.     

Meski kesepakatan diawal adalah pesta pernikahan yang privat dan tanpa perayaan besar-besaran, tetap saja undangan yang disebar lebih dari 100 undangan. Sebagian besar adalah dari pihak mempelai laki-laki.     

Dipesta itu, Fenita menjadi yang paling cantik diantara ratusan orang yang datang. Benar kata Vanesa kalao dia sangat cantik. Dan sedikit banyak, kepercayaan diri Fenita meningkat setelah dia melihat dirinya yang sudah berubah. Make up yang soft, tatanan rambut yang sederhana namun tetap memikat.     

"Menantu kamu cantik ya." pujian itu terus saja di dengar oleh Vanesa.     

Tentu saja Vanesa sangat bangga mendengarnya. Karena sama saja mereka memuji Vanesa karena pandai dalam hal memilih menantu.     

Sayangnya ada beberapa orang yang iri dengan pernikahan ini. Beberapa orang bahkan berkata yang tidak pada tempatnya dibelakang Vanesa.     

Seperti darimana asal usul keluarga perempuan. Yang mana keluarga pengantin perempuan. Apa latar belakang keluarga perempuan.     

Sebenarnya Vanesa tidak mempermasalahkan dari mana Fenita berasal. Karena sejatinya dia sudah mengetahuinya sejak awal tentang asal usul gadis itu. Tapi tetap saja dia merasa jengkel mendengar pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting seperti itu. Benar-benar merusak suasana yang seharusnya diliputi oleh kebahagiaan.     

Tiga jam berlalu, dan pesta sudah berakhir. Tinggal beberapa orang yang masih mengobrol di ballroom. Mereka adalah keluarga dekat dari pihak keluarga Vanesa dan keluarga Darren.     

Kemana pengantinnya?     

Tentu mereka sudah di kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh pihak hotel.     

Meski tidak melakukan banyak hal, tetap saja Troy merasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Dia harus memasang wajah bahagianya selama tiga jam penuh, bahkan berjam-jam sebelumnya karena dia adalah seorang pengantin. Bagaimana mungkin seorang pengantin tidak bahagia dihari besarnya sendiri?     

Bahkan Troy ingin cepat-cepat mandi dan berendam untuk menghilangkan rasa lengket yang sudah menghinggapi tubuhnya. Tanpa mempedulikan sekitarnya, Troy langsung beranjak ke kamar mandi.     

Betapa kagetnya dia saat melihat sosok polos yang sedang menggunakan shower dan membasuh diri. Untung saja Fenita tidak menyadari kalau ada yang masuk ke kamar mandi dan melihat dirinya tengah mandi. Troy cepat keluar dari kamar mandi.     

"Apa-apaan itu? Masa nggak dikunci pintunya. Memangnya aku bakal tertarik gitu liat dia telanjang? Mimpi!" kata Troy penuh kejengkelan.     

Sembari menunggu Fenita selesai mandi, Troy membuka laptopnya dan mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai. Tapi tetap saja Troy masih kepikiran dengan apa yang baru saja dia lihat di kamar mandi.     

"Wah, ada yang nggak beres nih." Troy merutuki dirinya sendiri.     

Lalu Troy mengambil wine yang sudah disediakan pihak hotel. Menikmati segelas wine yang dirasa biasa saja di balkon sembari melihat gemerlap lampu kota yang ada di bawahnya. Perlahan, pikirannya mulai tenang dan kembali jernih.     

"Mr. Darren, anda mau mandi?"     

Suara itu menyadarkan Troy dari lamunannya. Saat melihat arah suara, Fenita sudah berdiri dibelakangnya dalam balutan baju tidur.     

Tanpa menjawab ataupun memberi respon, Troy segera berjalan melewati Fenita untuk ke kamar mandi.     

"Jangan sampai orang-orang curiga dengan pernikahan kontrak kita. Mulai sekarang biasakan panggil 'Troy'." kata Troy dingin. "Dan jangan terlalu bersikap formal oke?"     

Entah apa yang terjadi, pikiran Ttoy kembali dipenuhi istrinya. Meski tidak mau mengakuinya, sekarang dia sudah menjadi laki-laki yang beristri. Banyak yang menjadi saksi atas pernikahan dirinya. Dan pemerintah sudah menyatakan mereka sebagai sepasang suami istri. Itu fakta yang tidak bisa diabaikan.     

Selain fakta itu, Troy juga masih terbayang bagaimana bentuk tubuh yang tadi dilihatnya. Memang tidak secara jelas karena tertutup kaca buram, tapi tetap saja secara garis besar dia bisa menangkap setiap lekuknya.     

Wow, ini malam pengantinnya, tapi kenapa pikirannya begitu kotor?     

Hey, buddy, apa yang salah? Troy merasakan ada gejolak lain dari dalam dirinya.     

Buru-buru Troy segera mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Semoga saja dengan air dingin itu, tubuh dan pikirannya bisa lebih rileks.     

...     

Di kamar hotel, Fenita tidak tahu harus melakukan apa. Dalam kesendiriannya, dia memikirkan apa yang baru saja terjadi dan akan membuat kehidupannya berubah 180 derajat.     

Pernikahan yang dia impikan telah terjadi. Seharusnya dia bahagia, tapi disinilah dia. Sendiri dan kesepian.     

Ditambah lagi, saat pesta pernikahan digelar, banyak orang yang membicarakan dirinya dibelakang punggungnya.     

Darimana dia berasal? Apa latar belakang keluarganya? Apa pendidikannya? Apa pekerjaannya? Apa dia melakukan hal rendahan untuk menggaet seorang Troy Darren?     

Fenita berusaha menahan diri agar tidak menangis karena mendengar perkataan yang dilontarkan orang-orang. Tidak mau membuat keluarga Darren malu. Dia hanya bisa menahan sakit hatinya.     

Terlebih lagi, di hari yang sangat spesial ini, dia menginginkan Ibu untuk datang. Kenyataannya, tak seorangpun orang yang dikenal Fenita datang. Bukan karena dia tidak mengundangnya, tapi mereka memang tidak menghadirinya karena tahu bagaimana status sosial mereka yang tidak sepadan dengan keluarga Darren.     

Memikirkan Ibu membuat Fenita semakin sedih. Ibu masih berjuang di ICU karena kecelakaan yang dialami beliau. Dan pastinya membutuhkan banyak biaya untuk perawatannya. Dari mana dia akan mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi dan perawatan Ibu?     

Tunggu. Biaya? Itu artinya uang?     

Ya, kenapa Fenita tidak pernah memikirkannya sebelumnya. Padahal apa yang dia butuhkan ada di depan matanya sekarang.     

Disinilah dia, menanti dengan sabar seorang Troy Mikhaila Darren selesai mandi. Bahkan di menit ketigapuluhnya, Fenita masih setia menanti.     

Ceklek. Terdengar suara pintu kamar mandi tertutup. Itu artinya Troy sudah selesai mandi.     

Melihat Troy berjalan dengan santainya, Fenita segera bangkit dari duduknya.     

"Sir?"     

Troy menghentikan langkahnya. "Ada apa?"     

"Boleh kita bicara sebentar?" tanya Fenita hati-hati.     

Troy tidak menjawab, dia hanya duduk di kursi terdekat yang bisa dia raih.     

Dalam keheningan sesaat, Fenita mencoba merangkai kata untuk menyampaikan niatnya.     

"Jadi bicara?"     

"Eh iya. Soal perjanjian kita." Fenita berusaha menjelaskan. "Poin kelima."     

Terlihat Troy menaikkan alisnya dan mencoba memberi perhatian penuh.     

"Bolehkah saya minta diawal?" akhirnya Fenita mengucapkannya.     

Dia tidak berani menatap wajah ataupun mata Troy. Fenita sangat takut dengan reaksi yang akan Troy berikan sebagai balasannya.     

"Apa jaminannya kalau kamu nggak akan melanggar kontrak setelah mendapatkan poin kelima?"     

"Kita bisa menulis ulang perjanjiannya dan menambahkan poin untuk saya agar tidak melanggar kontrak."     

Iya, dengan otak bisnis yang selama ini ditanamkan dalam diri Troy, tentu dia tidak mau dirugikan. Apalagi nominal yang akan dikeluarkan tidak sedikit. Tidak sedikit menurut Fenita, tapi mungkin berbeda menurut Troy.     

"Memangnya mau buat apa?" tanya Troy penuh selidik.     

"Itu tidak tercantum di kontrak, jadi maaf saya tidak bisa memberitahu." jawab Fenita diplomatis.     

"Setelah kontrak baru ditandatangani." hanya itu balasan Troy.     

Lalu pemuda itu menjatuhkan dirinya ditempat tidur dan sepertinya tertidur pulas hanya dalam hitungan menit. Mungkin Troy merasa sangat kelelahan.     

Oke, bisa dibilang permintaan Fenita disetujui. Tinggal menunggu pembaharuan kontrak, dan dia bisa segera mendapatkan uang itu.     

Ibu, sabar ya, anakmu sedang berusaha, batin Fenita.     

Tak terasa, kantuk melanda Fenita dengan cepatnya. Tapi dia masih belum bisa tidur karena bingung dimana dia akan tidur. Tidak mungkin dia tidur disamping Troy karena sudah jelas dalam perjanjian disebutkan.     

Setelah memandang berkeliling ruangan, akhirnya Fenita menemukan sofa empuk yang bisa dia gunakan untuk tidur. Saat akan memejamkan matanya, melihat Troy yang tertidur tanpa selimut membuat Fenita gatal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.