Pejuang Troy [END]

Duapuluh



Duapuluh

0Berapa lama Troy menikah?     
0

Rasanya itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Atau 10 abad?     

Yang jelas itu sangat lama. Meski lama, waktu seolah bergerak lambat. Terasa lama, tapi sebenarnya Troy baru saja melewatkan masa pernikahannya selama enam bulan. Dia hampir menggila karenanya.     

Dan sudah beberapa bulan ini dia tidak bisa bergerak dengan bebas karena mamanya masih memantau dan mengawasi gerak gerik Troy. Memastikan bahwa menantu keluarga Darren hidup dengan layak dan bahagia.     

Iya, sekarang prioritas keluarga Darren adalah sang menantu, Fenita Miracle. Semua hal yang berurusan dengan kata 'menantu keluarga Darren' pasti akan melibatkan Mrs. Darren dan semua akan segera melaksanakan perintah sang Nyonya. Oke, Troy adalah anak angkat sekarang.     

Jam 8 pagi berangkat kerja, jam 4 sore pulang kerja. Harus sampai di rumah maksimal jam 6 sore, kecuali ada janji dengan klien atau janji lainnya. Itu pun harus mendapat persetujuan dari sang mama. Begitu seterusnya sejak dia kembali dari Inggris beberapa waktu yang lalu.     

Rasanya dia tak lebih dari seorang tawanan yang hidup di dunia luar. Troy selalu berpikir, akan lebih baik bila dia sekalian di penjara. Sekalian merasakan terkekangnya. Oh, dan juga menggunakan seragam dengan tulisan 'TAHANAN' yang akan menjadi outfitnya sehari-hari.     

Tapi malam ini berbeda. Dia sengaja meminta kedua sahabatnya, Aaron dan Digta untuk menjemputnya di kantor. Mereka bertiga akan keluar untuk makan malam bersama. Selain untuk melepas penat, ketiganya juga melepas rindu karena jarang bertemu. Kesibukan ketiganya tak ayal membuat mereka jarang bertemu.     

"Kita ke tempat biasanya aja." kata Troy saat dia masuk ke dalam mobil Digta. Rambut dan jas Troy basah oleh rintikan hujan dari luar.     

"Emang mau dimana lagi? Lagian aku juga udah reservasi." balas Digta sambil fokus menyetir.     

"Tumben keluar? Apa Nyonya Darren nggak bakal marah?" tanya Aaron khawatir.     

Sebenarnya, setiap ketiga sahabat itu keluar bersama, Aaron merasa was was. Dia tahu persis bagaimana keluarga Darren memperlakukan satu-satunya penerus keluarga itu. Betapa mereka mengawasi dan memantau setiap gerak gerik Troy dimanapun dia berada.     

Masih tergambar jelas diingatan Aaron bagaimana Nyonya Darren mengamuk saat melihat Troy mabuk di klub malam bersama dirinya dan Digta. Memang sih Nyonya Darren tidak menuduh mereka sebagai penyebab mabuknya Troy. Tapi menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana ratu yang anggun itu berubah menjadi malaikat maut, tak ada yang ingin menjumpai hal seperti itu lagi.     

"Ada Fenita." hanya itu jawaban Troy.     

Meski tidak memahami apa maksud dari perkataan Troy, Aaron dan Digta menerima jawaban Troy. Keduanya memastikan mereka tidak akan mendapat masalah kedepannya. Apalagi kalau mengetahui Troy diam-diam menyelinap keluar dan pergi bersama mereka. Bisa dipastikan hidup keduanya tidak akan tenang lagi.     

Ini benar-benar menggelikan. Seorang Troy yang dulu setiap malam selalu menuju ruang VIP dan menikmati minuman dalam tenang, malam ini dia menggila. Setelah menghabiskan beberapa gelas dan mulai merasa bersemangat, Troy turun ke lantai dansa dan menikmati musik menggebu dari DJ. Ini benar-benar diluar kebiasaan Troy.     

"Kayanya temen kita yang satu ini meluapkan pikirannya yang sedang stres." kata Aaron yang duduk mengamati kelakuan Troy.     

Digta yang sependalat dengan Aaron hanya menganggukkan kepalanya.     

Berapa tahun mereka menjadi sahabat? Entah lah, mereka tidak bisa menghitung. Bisa jadi mereka saling kenal bahkan saat ketiganya masih dalam bentuk embrio.     

Sekian puluh tahun berteman, banyak hal yang Aaron dan Digta tahu tentang Troy. Bagaimana Troy tumbuh menjadi anak yang manja dan mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Troy yang selalu menjadi primadona. Troy yang tak pernah kehabisan perempuan untuk sekedar membelainya.     

Tapi itu terjadi dulu. Bertahun-tahun yang lalu sebelum dia kenal dengan seorang gadis yang bernama Belle.     

Bahkan Aaron dan Digta tak pernah menyangkan, bahwa Troy yang sebegitu playboynya bisa bertekuk lutut dihadapan Belle. Mengingat pertemuan dan perkenalan mereka terjadi dalam waktu singkat.     

"Entah lah, yang jelas kita harus hubungi istrinya sekarang sebelum ketahuan Nyonya Darren."     

Aaron menyetujui ide Digta. Dengan cekatan Aaron menelepon Fenita melalui ponsel Troy untuk menjemputnya di klub.     

"Maaf, tapi aku nggak bisa nyetir." itu jawaban yang dilontarkan Fenita.     

"Ya udah, kita bawa ke hotel, kamu jaga dia di hotel aja. Kalo ditanya sama Nyonya Darren, bilang kalian nginep di hotel. Oke?"     

Untungnya Fenita mudah diajak kompromi. Dan dia mengikuti apa saja yang Aaron katakan agar Troy bisa segera keluar dari klub sesat ini. Rasanya dia tiba-tiba menyesali ajakan Troy untuk menikmati malam tang memyenangkan di klub bersama. Jelas ini menyenangkan untu satu pihak saja, tapi tidak untuk pihaknya.     

Di lobby hoter, Troy sudah diantar kedua sahabatnya. Dia masih sadar, tapi jalannya sudah sempoyongan. Beberapa kali Troy menabrak pengunjung hotel dan barang-barang yang ada di hotel. Dan beberapa kali pula kedua sahabat Troy harus ekstra menjaga agar Troy tidak berakhir tersungkur di jalan.     

"Aku serahkan Troy ke kamu. Kamar juga udah siap. Good luck." Aaron menyerahkan kartu kamar kepada Fenita.     

"Terima kasih." balas Fenita.     

...     

Meski sudah tidak bisa berjalan dengan lurus, Troy tetap memimpin jalan menuju kamar yang sudah disiapkan.     

"Kalo sampe Mama tahu soal malam ini, aku akan langsung mencurigai kamu." kata Troy berusaha menahan tubuhnya.     

Beberapa kali Fenita harus mempercepat langkahnya karena Troy terlihat akan ambruk. Dan di saat-saat terakhir, Troy berhasil memperoleh keseimbangannya.     

"Sini kartunya." dengan kasarnya Troy mengambil kartu hotel dari tangan Fenita. "Ingat ya."     

Begitu memasuki kamarnya, Troy segera merebahkan tubuhnya di tempat tidur tanpa melepas sepatu dan jasnya. Segera dia tertidur pulas tanpa berkata-kata lagi.     

Di depannya, Fenita menghela napas. Dia ingin mencabik-cabik laki-laki yang ada di depannya. Tapi dengan segala kewarasan yang dimilikinya, dia tetap menjalankan perannya sebagai istri yang baik.     

Perlahan dan satu per satu, dilepaskannya sepatu Troy. Juga jas kerjanya.     

"Aku selalu berharap kamu menerima aku apa adanya. Dan suatu saat nanti, kita akan menjadi keluarga yang bahagia." lalu Fenita mengecup pipi Troy.     

Saat akan berdiri, tangan Troy tiba-tiba saja menggenggam tangan Fenita dengan eratnya.     

"Kamu cantik." sesinggung senyum tergambar di wajah Troy. Begitu lembut dan penuh kasih.     

"Tidur, biar besok bisa kerja." kata Fenita seraya melepaskan tangannya.     

"Mama pengen punya cucu. Ayo kita buatkan satu, Belle."     

Dengan satu tarikan, Fenita sudah berada di dalam dekapan Troy. Saat berusaha untuk bangkit, pelukan Troy semakin terasa erat. Meski memang ini yang diinginkan Fenita, tapi tetap saja dia memberontak dan berusaha melepaskan diri.     

Dan selanjutnya yang terjadi adalah mereka bersatu setelah sekian lama memiliki status sebagai suami istri. Malam yang terasa panjang untuk dilewatkan untuk tidur. Keduanya menikmati setiap detik kebersamaan mereka dengan pikiran masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.