Pejuang Troy [END]

Duapuluhtiga



Duapuluhtiga

0Kembali ke kehidupan nyata.     
0

Fenita menjadi seorang istri yang lebih banyak berdiam diri di rumah. Setiap hari yang dilakukannya hanya membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan dan makan malam untuk suaminya. Terkadang bila Troy sedang ke luar kota, Fenita hanya akan memakan apapun yang ada di kulkas, tanpa memasak.     

Sama seperti hari-hari sebelumnya, setelah Troy berangkat kerja, dia akan segera bergegas ke pasar terdekat. Iya, setiap hari Fenita akan berbelanja di pasar, walaupun dia tidak tahu harus membeli apa untuk menjadi bahan masakannya. Tapi, dia memang harus keluar rumah untuk menghilangkan penatnya.     

"Neng Fe, mampir sini. Ibu ada kepiting segar nih."     

Fenita menolehkan kepalanya, menengok ke akuarium yang berisi kepiting yang sudah diikat. "Berapaan, Bu?"     

"Buat eneng mah murah aja." si Ibu tersenyum.     

Fenita memang sudah menjadi langganan Bu Ita untuk urusan hewan air. Dan Bu Ita tidak pernah ragu untuk memberinya harga spesial karena sering berbelanja di lapaknya. Sama seperti kepiting ini, entah dia akan membayar berapa untuk dua ekor kepiting, tapi Fenita yakin harganya akan berbeda dibanding pembeli lainnya.     

Mendapat kepiting, Fenita akhirnya menemukan menu apa yang akan dia masak untuk makan malam. Kepiting saos asam manis. Selain mudah, masakan itu adalah keahlian Fenita. Bisa dibilang itu satu-satunya masakan Fenita yang tak pernah gagal. Sekaligus kebanggaan Fenita.     

Setelah menghabiskan waktu dua jam berkeliaran dipasar dan memenuhi keranjang belanjaannya, Fenita bergegas untuk pulang. Akan sangat menyebalkan kalau dia menunda kepulangannya. Hari akan semakin siang dan matahari akan semakin terik. Dengan sepedanya, Fenita mengayuh dengan penuh semangat agar segera sampai di rumah.     

Begitu meletakkan belanjaannya, Fenita merasa ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya. Tiba-tiba saja dia merasa pusing dan seolah hilang pijakan. Berpegang kuat pada meja makan, Fenita memaksakan diri untuk tetap berdiri, namun pandangannya berputar. Saat itu pula, dia akhirnya kehilangan kesadarannya.     

...     

Troy bukan tipe orang yang akan melupakan sesuatu hal yang penting. Apalagi jika itu menyangkut berkas penting pekerjaannya. Namun entah mengapa, siang ini dia harus menunda rapat karena berkas presentasinya tertinggal di rumah. Bahkan Mr. Khan yang biasanya selalu teliti dan sempurna pun lupa tentang berkas rapat itu.     

Sudah beberapa kali dia menghubungi Fenita, tapi hasilnya nihil. Entah apa yang dilakukannya siang ini hingga dia tidak sempat mengangkat ponselnya. Akan lebih hemat waktu bila perempuan itu mengantarkan berkasnya, daripada Troy harus kembali ke rumah untuk mengambil berkas, lalu kembali lagi ke kantor.     

Memasuki rumahnya, Troy merasa ada sesuatu yang janggal. Rumah itu memang biasanya sepi karena hanya mereka berdua yang menempati, tapi sekarang sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan terlihat. Bahkan setelah Troy memanggil nama istrinya, tidak ada sahutan. Jangankan sahutan, keberadaan seseorang pun tak terasa.     

"Kemana dia? Harusnya dia di rumah sekarang, malah keluyuran." sambil mengomel, Troy berjalan menuju ruang kerjanya.     

Setelah mengambil berkasnya, Troy bersiap untuk meninggalkan rumah. Tapi tiba-tiba saja dia merasa haus. Betapa terkejutnya Troy saat melihat Fenita tergeletak di lantai dapur. Segera saja Troy melempar berkas rapatnya dan menghampiri tubuh mungil itu.     

"Fe, are you okay?" Troy terlihat khawatir. Berkali-kali dia menepuk pipi Fenita.     

Segera dipindahkannya tubuh Fenita ke sofa terdekat. Troy masih berusaha menyadarkan Fenita yang terkulai lemas di sofa. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.     

"Mr. Khan, cepat masuk." Troy memanggil asistennya yang masih menunggu di luar melalui telepon.     

"Ada yang bisa dibantu, Sir?" tanya Mr. Khan saat dia menemukan keberadaan bosnya.     

"Fenita pingsan. Gimana ini?" kepanikan tergambar jelas diwajah Troy.     

Dibandingkan dengan bosnya, Altair Khan lebih tenang dalam menangani situasi ini. Dengan tenang dia mengambil kotak P3K yang ada di rumah itu dan segera memberikan minyak untuk istri bosnya itu.     

"Berikan bau-bau yang menyengat supaya Nyonya lekas sadar." kata Mr. Khan, menyerahkan botol berisi minyak kayu putih.     

Sempat merasa ragu namun akhirnya menerima botol minyak itu, Troy lalu mengusapkan minyak ke sapu tangannya. Setelah beberapa saat, akhirnya Fenita sadar. Tampak gadis itu linglung mendapati dirinya terbaring di sofa.     

"Ada apa?" tanya Fenita masih sedikit linglung.     

Tanpa banyak kata, Troy langsung memeluk istrinya. Dalam hati, dia sangat bersyukur istrinya itu tidak mengalami cedera atau sesuatu hal yang mengerikan. Tak henti-hentinya Troy bersyukur di dalam hatinya.     

"Kenapa tiba-tiba pingsan?"     

Fenita mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dirinya berakhir di sofa. "Nggak tahu, aku pikir aku baik-baik saja sebelumnya."     

"Perlu kah kita membawa Nyonya ke rumah sakit?" Mr. Khan menyarankan.     

"NGGAK!" Fenita dan Troy menjawab secara bersamaan.     

"Nggak, aku baik-baik saja. Jangan bikin masalah." Fenita segera menyela. "Aku nggak mau Mama mendengar ini."     

Dalam hati, Troy menyetujui perkataan Fenita.     

Kalo sampe ke rumah sakit dan Mama tahu, bisa-bisa aku dipecat jadi anak dan didepak dari keluarga Darren.     

"Kamu istirahat aja, nantiaku panggil orang untuk bantuin kamu ngurus rumah." ucap Troy saat mengantar Fenita kembali ke kamarnya.     

Setelah memastikan Fenita baik-baik saja, Troy segera kembali ke kantornya untuk bekerja. Dia harus melanjutkan rapat penting yang tertunda karena Fenita pingsan. Meski merasa jengkel, tapi di bagian lain hatinya Troy merasa lega. Itu artinya dia akan terhindar dari omelan panjang Mrs. Darren. Juga karena Fenita baik-baik saja.     

...     

Fenita masih merasa bingung kenapa dia bisa tiba-tiba pingsan. Selama ini dia tidak pernah pingsan walaupun sedang sakit.     

"Aku baik-baik aja kok." kata Fenita seraya mengamati wajahnya di cermin kamar mandi.     

Tidak ada mata pucat ataupun bibir yang kering. Kulitnya pun tidak layu yang menadakan dia sakit. Semuanya benar-benar baik-baik saja. Malah dia kini mengagumi kulitnya yang lebih cerah karena lebih banyak di dalam rumah ketimbang saat dia sebelum menikah. Dan misteri kenapa Fenita bisa pingsan terus terpikir, sampai pada makan malam.     

Menu kepiting yang sudah dimasaknya dengan spesial kini teronggok tak berdaya dipiring. Tak ada yang menyentuhnya, bahkan Fenita pun enggan menyentuh.     

Dalam hati dia sedikit menyalahkan dirinya. "Kenapa coba pake acara pingsan? Kalo nggak kan sekarang Troy lagi makan malam disini."     

Seharusnya Troy sudah pulang dari kantor sekarang, tapi karena tadi waktunya terbuang untuk merawat Fenita yang pingsan, sekarang Troy harus melembur agar pekerjaannya selesai tepat waktu. Padahal Fenita sudah menantikan makan malam ini karena dia memasak sesuatu yang disukai Troy.     

Dengan perasaan kecewa, Fenita menyimpan masakannya dan segera bergegas menuju kamarnya. Apalagi yang bisa dia lakukan saat di rumah sendirian? Menunggu Troy pulang kerja? Dia saja tidak tahu kapan suaminya akan kembali dari kantor. Jangankan dia, Troy sendiripun kemungkinan besar tidak tahu kapan dia akan pulang.     

Benar saja, bahkan sampai pagi datang pun Troy belum kembali dari kantor. Itu menguntungkan bagi Fenita karena dia tidak harus menyiapkan sarapan untuk suaminya. Bukan karena dia malas, tapi badannya benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Tubuhnya terasa lelah dan tidak ada tenaga. Dan entah sudah keberapa kalinya, Fenita keluar masuk kamar mandi hanya untuk memuntahkan sesuatu yang tidak ada di dalam perutnya.     

"Apa aku benar-benar harus ke dokter?" tanya Fenita kepada dirinya sendiri, dia sudah beberapa menit mengamati wajahnya di cermin.     

Pada akhirnya Fenita mengurungkan niatnya untuk ke dokter. Dia lebih memilih ke apotek dan membeli beberapa suplemen kesehatan untuk mendongkrak staminanya. Selain malas bepergian, dia juga tidak mau repot-repot menjelaskan secara detail kondisinya kepada Mama mertuanya.     

"Apa anda sudah menikah?" tanya sang apoteker. Terlihat dia sedikit ragu menanyakan pertanyaan itu kepada Fenita.     

"Iya, aku sudah menikah." jawab Fenita, masih bingung dengan pertanyaan sang apoteker.     

Fenita benar-benar tidak tahu apa korelasi antara suplemen kesehatan dengan status dirinya sudah menikah atau belum.     

"Mungkin anda hamil. Kalau dilihat dari tanda-tanda yang anda ceritakan tadi. Ada kemungkinan anda mengalami morning sickness."     

Itu penjelasan yang sangat lucu. Fenita hamil? Sejak kapan? Bahkan dia tidak ingat pernah berhubungan dengan laki-laki. Kecuali ...     

Otak Fenita langsung bekerja cepat dengan perhitungan. Dia terus saja menghitung dan melihat ke kalender yang ada di meja etalase. Seketika Fenita berubah pucat.     

"Anda baik-baik saja Miss?" sang apoteker berubah pucat juga mendapati Fenita memucat. Dia tidak mau terkena masalah karena salah satu pelanggannya pingsan.     

"Aku baik-baik saja." ucap Fenita begitu dia menemukan suaranya. "Beri aku alat tes kehamilan juga."     

Dengan cekatan sang apoteker memberinya alat tes kehamilan, juga beberapa suplemen yang tadi diminta oleh Fenita. "Saya sarankan untuk tidak mengonsumsi suplemen ini."     

Fenita menganggukkan kepalanya. "Aku hanya akan membelinya."     

Setelahnya, Fenita merasa dirinya ingin cepat kembali ke rumah. Benar-benar ingin memastikan bahwa apa yang dikatakan oleh apoteker itu tidak benar. Tapi kalau dihitung dari terakhir dia mengalami menstruasi, dia sudah terlambat hampir dua minggu.     

"God! Kenapa aku sampai lupa tentang keterlambatan ini?" tak henti-hentinya Fenita memaki diri sendiri. "Bahkan ini sudah dua minggu berlalu."     

"Kemana aja?" suara itu mengagetkan Fenita. Hampir saja dia terjatuh saking terkejutnya.     

Troy. Kenapa dia ada di rumah disaat yang tidak tepat? Seharusnya kamu nggak usah pulang dulu.     

"Um itu, a-aku cuma ke apotek." jawab Fenita tanpa berani menatap mata suaminya.     

"Apa yang kamu beli?"     

Fenita segera menyembunyikan kantong yang berisi suplemen dan alat tes di balik punggungnya. Dia tidak ingin Troy merasa curiga atau yang lainnya begitu melihat apa yang dibelinya.     

"Bukan apa-apa." jawab Fenita cepat. "Aku ke kamar dulu sebentar."     

Dan berlalilah Fenita secepat mungkin meninggalkan Troy. Dia benar-benar harus berpikir cepat untuk menyembunyikan alat tes kehamilan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.