Pejuang Troy [END]

Duapuluhdua



Duapuluhdua

0Lobby hotel terlihat ramai. Beberapa orang berkumpul di lobby dan mengarahkan pandangan mereka kerestoran. Bahkan Troy harus berusaha ekstra agar dirinya bisa segera mencapai lift dan kembali ke kamarnya.     
0

"Apa ada acara penting?" tanya Troy kepada petugas hotel yang kebetulan satu lift dengannya.     

"No, Sir. Hanya ada beberapa artis dan orang penting yang menggunakan restoran di hotel kami." jawab sang petugas dengan sopannya.     

Troy menganggukkan kepalanya, memahami apa yang diucapkan sang petugas, lalu kembali terdiam.     

Begitu mencapai kamarnya, Troy meraba semua kantong yang ada di pakaiannya. Tapi tidak menemukan barang yang dibutuhkannya, kartu kamarnya. Dengan terpaksa dia mengetuk pintu kamar, meminta Fenita untuk membukakan pintunya.     

"Fe, buka pintunya." suara Troy masih terdengar lembut, karena ada beberapa orang yang berada di sekitarnya. Ditambah lagi dia tidak ingin membuat keributan.     

Lima menit berlalu. Belum ada respon dari Fenita.     

"Kemana sih? Katanya oke nggak keluar kamar." ucap Troy dengan kesalnya.     

Akhirnya Troy menghubungi Fenita melalui ponselnya. Ponsel Fenita aktif, dan terdengar nada sambungan. Tapi tidak diangkat oleh Fenita.     

"Fe, buka pintunya. Ini aku." Troy berusaha sekali lagi. Batas kesabarannya sudah hampir mencapai puncaknya.     

Setelah usahanya tak membuahkan hasil, Troy akhirnya memutuskan untuk meminta kartu kamar lainnya di resepsionis. Dan dengan langkah malasnya, Troy turun ke lobby. Kembali ke kerumunan orang-orang yang tidak tahu sedang melihat apa.     

Kenapa orang nggak mau menghargai privasi orang? Apa mereka tidak pernah dididik dengan baik soal manner?     

"Boleh aku minta kartu kamar? Kartu sebelumnya dibawa istriku, dan dia tidak bisa dihubungi saat ini."     

"Atas nama Tuan siapa kalau saya boleh tahu?" sang resepsionis muda itu merespon Troy dengan sopan.     

"Troy Mikhaila. Kamar nomor 4022."     

Setelah mengutak-atik komputernya sebentar, sang resepsionis kembali kepada Troy.     

"Maaf Tuan, tidak ada pemesanan ataas nama Troy Mikhaila." sang resepsionis tersenyum.     

Di depannya, Troy hampir kehilangan kesabarannya. Dalam hidupnya, dia tidak pernah mengalami penolakan yang memalukan seperti ini. Namun pada akhirnya dia mengalah, meninggalkan resepsionis karena dia tidak memiliki kuasa di hotel ini.     

Berjalan dengan penuh emosi, Troy lalu duduk di sebuah kursi yang tersedia. Mengutak-atik ponselnya untuk menelepon Fenita sekali lagi. Hasilnya masih tetap sama, tidak diangkat.     

Pandangannya masih lurus ke arah ponsel, sebelum pandangannya teralihkan oleh sosok lelaki yang berdiri di dalam restoran. Troy mengenalinya sebagai Tuan Mayer. Belum hilang rasa penasarannya ketika melihat Tuan Mayer di dalam restoran, kali ini Troy harus menerima kekagetan lainnya. Dia melihat istrinya duduk di meja yang sama dengan Tuan Mayer. Terlihat Fenita dengan sopannya berbincang dengan Tuan Mayer.     

Entah setan apa yang merasuki tubuh dan pikiran Troy, dia bangkit dan segera melangkah memasuki restoran. Pikiran Troy dipenuhi oleh napsu menghancurkan kedua manusia itu. Tapi Troy masih bisa berpikiran jernih, dia tidak mau bertingkah memalukan di depan Tuan Mayer. Troy masih memikirkan bagaimana keberlangsungan perusahaan yang sudah dibangun oleh ayahnya. Ditambah lagi, Tuan Mayer adalah salah satu investor yang berpengaruh di perusahaannya. Di depan meja dimana Tuan Mayer dan Fenita berada, Troy berhenti.     

"Ternyata kamu disini." ucap Troy, berusaha bersikap sebaik mungkin. "Aku mencarimu dari tadi, Sayang."     

Troy menarik Fenita dalam pelukannya. Bahkan setelah selesai memeluk istrinya itu, tangan Troy tidak beralih dari pinggang Fenita. Berusaha menandai kekuasaannya. Jelas suasana canggung berhasil tercipta dengan kehadiran Troy diantara mereka.     

"Tuan Mayer, senang bertemu dengan anda disini. Saya benar-benar tidak menyangka akan bertemu anda di tempat seperti ini."     

"It's okay Mr. Darren. Saya tidak sengaja bertemu dengan istri anda, dan dengan lancangnya saya mengajak Mrs. Darren makan siang." ucap Tuan Mayer tak kalah sopan.     

Troy merasa bahwa Fenita berusaha melepaskan pelukannya, tapi dengan kuatnya Troy tetap meletakkan tangannya di pinggang istrinya itu.     

Setelah keheningan panjang, akhirnya Tuan Mayer membuka suara. "Kalau begitu, saya permisi dulu. Masih ada beberapa hal yang harus saya urus."     

"Baiklah. Terima kasih sudah menjaga istri saya."     

Setelah bersalaman dengan Tuan Mayer dan melihat beliau menghilang dari pandangan, Troy menyeret Fenita yang masih dalam pelukannya untuk kembali ke kamarnya. Pelukan Troy terlepas begitu mereka berdua masuk ke dalam lift. Dan hanya ada mereka berdua di dalam lift.     

...     

Fenita bisa menebak apa yang akan Troy lakukan terhadap dirinya. Memang Troy tidak pernah main fisik dengan memukul atau kekerasan lainnya, tapi perlakuan dan tatapan Troy saat sedang marah sama mengerikannya dengan kekerasan.     

Di dalam kamar, Troy melempar jasnya ke lantai. Lalu kedua sepatunya dan bahkan kemejanya. Sebisa mungkin Troy bertingkah menyebalkan sekaligus seperti anak kecil.     

"Kenapa kamu nggak angkat teleponnya?" Troy memulai 'sidang'-nya.     

"Maaf." hanya itu yang terucap dari mulut Fenita. Tatapan matanya lurus di lantai di bawahnya.     

"Itu bukan jawaban yang ingin aku dengar."     

Fenita tidak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan kepada Troy. Tapi dia juga takut kalau penjelasannya akan membuat Troy semakin marah. Tidak akan ada yang percaya bahwa Tuan Mayer berkali-kali mengaku bahwa dia kakak Fenita. Jangankan orang lain, Fenita sendiri pun tidak mempercayai perkataan Tuan Mayer.     

Dalam keheningan itu, Troy lalu meninggalkan Fenita. Saat mengetahui Troy masuk ke kamar mandi, Fenita hanya bisa bernapas lega. Setidaknya dia tidak harus menjelaskan situasinya kepada sang suami.     

Dalam kesendiriannya itu, Fenita kembali menyentuh cincin yang selalu ada di jarinya. Ibu pernah berkata bahwa cincin ini sudah ada saat beliau menemukan Fenita kecil dulu. Cincin itu satu-satunya petunjuk tentang keluarga Fenita yang entah berada dimana. Dan kini, seseorang yang memiliki cincin yang sama muncul dihadapannya. Berkata bahwa dia sebenarnya bukanlah Fenita Miracle, melainkan Freya Clarissa Mayer.     

Oke, dia sudah mencoba mencerna perkataan Tuan Mayer, tapi tetap saja itu tidak masuk akal. Bahkan Tuan Mayer sudah mengajukan diri untuk melakukan tes DNA agar dirinya yakin bahwa beliau adalah kakak kandung Fenita. Fritz Claudio Mayer.     

"Lelucon apalagi ini?" ucap Fenita sambil memandangi matahari tenggelam.     

Masih memikirkan kemungkinan tentang apa yang dikatakan oleh Tuan Mayer, Fenita jatuh kedalam lamunananya yang panjang. Bahkan dia tidak menyadari bahwa sedari tadi Troy mengamati gerak-gerik Fenita dari belakang.     

"Sudah selesai melamunnya?" suara Troy membawa Fenita pada kenyataan.     

"Maaf. Aku nggak tahu kamu sudah selesai mandi." lalu Fenita mendekati Troy, mengambilkan baju yang akan dikenakan suaminya dan segera bergegas menyiapkan makan malam. Yah, bukan menyiapkan dalam arti sebenarnya, karena dia hanya memesan makanan dari restoran.     

"Apa hubungan kamu dengan Tuan Mayer?"     

Pertanyaan itu sedari tadi berputar di kepala Fenita. Dan dia sudah berusaha memberikan jawaban yang memuaskan untuk Troy.     

"Nggak ada. Kami hanya beberapa kali bertemu."     

"Beberapa kali bertemu?" Troy curiga mendengar jawaban Fenita. "Seingatku baru dua kali ini. Waktu kita di London dan tadi di restoran. Jadi kalian sudah berhubungan sebelum menikah denganku?"     

Pertanyaan Troy benar-benar jebakan. Dan jujur saja, Fenita tidak memprediksikan pertanyaan semacam ini akan dilontarkan oleh Troy. Dia bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan ini. Kalau dia jujur, dia harus menjelaskan semuanya, termasuk bahwa ada kemungkinan Fenita berhubungan darah dengan Fritz Mayer. Tapi kalau dia berbohong, Troy akan dengan cepat menyadarinya.     

"Beliau pelanggan di restoran. Dan aku beberapa kali melayani beliau di restoran." Fenita memuji dirinya sendiri setelah mendengar jawaban itu dari mulutnya.     

Tidak hanya memuji kepintarannya dalam memberikan jawaban, Fenita juga memuji ingatannya yang masih tajam hingga saat ini. Terlihat Troy yang masih menaruh rasa curiga terhadap Fenita. Namun pada akhirnya Troy memalingkan wajahnya dan segera menuju meja untuk menikmati makan malamnya yang sudah tersaji.     

Dalam diamnya, Fenita hanya bisa menghela napas lega. Hampir saja terjadi hal-hal yang diluar kendalinya.     

Setelah menikmati makan malamnya, Troy segera bergegas ke tempat tidur dan menyalakan laptopnya. Meski sudah mendapatkan cuti khusus dari mamanya, tampaknya bekerja sudah mendarah daging dalam tubuh Troy.     

Tak mau terlihat diam saja, Fenita akhirnya melakukan kegiatan abasurdnya malam itu. Dia membereskan pakaian mereka dan memasukkannya kedalam koper. Besok pagi dia harus kembali ke kehidupan nyatanya dan menjadi istri Troy yang tidak dikenal oleh orang.     

Saat akan merebahkan tubuhnya di sofa, Troy memanggil Fenita.     

"Ada apa?"     

"Tidur disini." Troy menepuk sisi lain tempat tidur. "Ini malam terakhir kita di hotel."     

Sedikit terkejut, Fenita mematung ditempatnya. Tapi dia tidak berani berlama-lama merasa terkejut. Setelah pertimbangan yang cukup lama, akhirnya Fenita berjalan menuju tempat tidur, menyelipkan tubuhnya dibalik selimut dan mulai tertidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.