Pejuang Troy [END]

Duapuluhsatu



Duapuluhsatu

0Antara menyesal dan bahagia, Fenita tidak tahu harus memilih yang mana. Dia sangat bahagia karena akhirnya bisa merasakan menjadi seorang istri seutuhnya. Tapi juga menyesal karena apa yang dipikirkan Troy hanya tentang perempuan itu. Bahkan dalam tidur dan mabuknya.     
0

Entah apa yang sudah dilakukan perempuan itu kepada Troy sehingga suaminya itu sulit untuk melupakan dirinya. Tidak hanya itu, Madam Vanesa pun setengah mati membenci perempuan bernama Belle itu. Terkadang Fenita ingin menanyakan perihal perempuan itu, tapi dia merasa bahwa itu bukan urusannya. Yah walaupun sebenarnya itu menjadi urusannya juga, mengingat Troy sekarang adalah suaminya. Naluri seorang istri untuk menjauhkan suaminya dari perempuan-perempuan yang berbahaya.     

Pada akhirnya Fenita hanya bisa menangis dalam diam di kamar mandi hotel. Dia sekarang hanya sendirian dalam menghadapi masalahnya. Tidak mungkin dia bercerita kepada Yura tentang masalahnya, karena menurut Fenita itu hanya akan memberi pemikiran negatif tentang pernikahan kepada Yura. Bercerita kepada Ibu atau Bu Dar? Rasanya itu lebih menyakitkan kalau kedua orangtuanya itu mengetahui masalah apa yang sedang dihadapi Fenita sekaran.     

Setelah setengah jam berlalu, akhirnya perasaan Fenita menjadi sedikit tenang. Dia merasa lega karena telah menumpahkan segala uneg-uneg yang ada di hatinya. Meski itu hanya melalui tangisan tanpa suara.     

Tepat pukul delapan pagi, sarapan telah siap di meja. Sandwich kesukaan Troy dan secangkir kopi.     

"Troy, ayo bangun. Kamu harus kerja kan?" perlahan Fenita membangunkan suaminya.     

Tak ada respon dari Troy. Seperti biasanya.     

Entah usaha yang keberapa, Troy baru merespon Fenita yang membangunkannya. Setelah membuka matanya, Troy hanya melihat kesekeliling ruangan dan memegangi kepalanya yang sedikit pusing karena mabuk semalam.     

"Jam berapa sekarang?"     

"Jam sembilan pagi." jawab Fenita.     

Dengan lesunya, Troy bangkit dari tempat tidur. Bahkan Troy tidak bereaksi saat dia berjalan dalam keadaan telanjang, tanpa sehelai benangpun yang menempel ditubuhnya.     

Saat menunggu Troy selesai mandi, ponsel Fenita berdering. Mama mertuanya menelepon.     

"Halo, Ma. Ada apa?"     

"Dimana Troy Mikhaila?" mertuanya bertanya tanpa basa basi.     

"Troy sedang mandi, Ma. Gimana?"     

"Dia nggak pulang semalam?"     

"Nggak, Ma, kita nginep di hotel."     

"Berdua?" nada suara Madam Vanesa berubah. Terdengar rasa ketertarikan beliau memuncak.     

"Iya, Ma."     

Dari ujung telepon terdengar pekikan bahagia dari Madam Vanesa. Mertua Fenita itu memang tidak bisa menyembunyikan apapun, terlebih saat beliau sedang merasa senang. Kadang saat tidak menyukai sesuatu pun beliau dengan jelas menampakkannya kepada orang sekitarnya.     

"Oke oke oke. Bilang sama Troy, dia nggak usah berangkat kerja. Hari ini biar kalian puas-puasin di hotel."     

"Tapi, Ma..."     

"Udah, bilang gitu sama Troy. Oke."     

Lalu sambungan telepon terputus.     

Fenita masih tidak paham dengan apa yang terjadi. Tapi dia menyadari satu hal, bahwa Troy sekarang mulai tahu kelemahan Mamanya dan dia bisa memanfaatkan dirinya sebagai tameng. Benar-benar laki-laki yang licik. Sayangnya, Fenita telah jatuh hati kepada lelaki licik itu sekarang.     

Pintu kamar mandi terbuka, lalu muncullah Troy yang sudah selesai mandi. Rambutnya yang basah dan bau harum sabun mandi, membuat Troy terlihat mempesona. Juga gerak gerik Troy yang mencoba mengeringkan rambutnya dengan handuk. Hampir saja Fenita terbuai dengan pemandangan yang ada di depannya.     

"Sarapan siap." Fenita membawakan kopi untuk Troy, yang dianggukkan oleh Troy.     

Setelah berpakaian rapi, Troy keluar untuk menikmati sarapannya.     

"Mama tadi telepon, tanyain dimana kamu berada." Fenita memulai pembicaraan. "Begitu tahu kita nginep di hotel, Mama bilang kamu bisa libur hari ini."     

Troy masih menikmati sandwichnya dalam tenang, bahkan dia tidak menggubris omongan Fenita tentang Mama. Setelah menyelesaikan gigitan terakhirnya, Troy menatap Fenita, lalu pindah ke ponselnya.     

"Mr. Khan, aku ada jadwal apa hari ini?" Troy memulai pembicaraan.     

Setelah mendengarkan dengan seksama sambungan teleponnya bersama sang asisten, Troy menganggukkan kepalanya dan segera menutup telepon.     

"Aku ada pekerjaan, stay disini, nanti aku jemput. Jangan kemana-mana."     

Hanya itu yang diucapkannya kepada Fenita.     

Meski begitu, Fenita tetap menuruti perintah Troy dengan patuhnya.     

Setelah Troy meninggalkan kamar hotel, Fenita mengamati kamar yang begitu indah dan mewah ini. Bagaimana tidak, harga sewa untuk satu malam saja bisa dia gunakan untuk hidup selama beberapa bulan. Tapi kini dia menghabiskannya hanya untuk tidur semalam.     

"Aku kaya sekarang, jadi nggak perlu mikirin uang."     

Langit di luar sangat cerah, sangat tepat untuk menikmati hari di luar. Kalau saja Fenita tidak berjanji kepada Troy untuk tetap berada di dalam kamar, Fenita tentu tidak akan melewati hari yang cerah ini dengan berdiam diri disini.     

...     

Troy melajukan mobilnya dengan kencang. Untung saja ini sudah agak siang, jadi jalanan tidak terlalu macet. Dan hanya dalam waktu kurang dari satu jam, Troy sudah sampai di pantai yang sepi pengunjung.     

Semilir angin menerpa wajah dan memainkan rambut Troy dengan lembutnya. Deburan ombak yang pecah karena membentur batu karang terdengar menenangkan. Juga warna air laut yang biru kehijauan, selalu bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya.     

Setelah melepas jas dan sepatunya, Troy menyusuri pantai dengan tenang. Bahkan dia sengaja mematikan ponselnya agar tidak ada seorang pun yang bisa menganggunya menikmati kesendiriannya ini.     

Pandangannya terlihat jauh, entah dititik mana dia menentukan pusat penglihatannya.     

"Aaarrrkkk!" teriakan Troy bercampur dengan deburan ombak yang riuh.     

"Troy sialan. Ngapain coba pake acara mabuk? Dan apa-apaan coba semalem pake ngelakuin hal itu?"     

Troy terus saja mengutuk dirinya sendiri sembari berjalan di tepi pantai. Pikirannya berlari ke kejadian semalam. Dan entah kenapa dia merasa sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan terhadap Fenita. Perempuan yang setengah mati dia hindari untuk disentuh. Perempuan yang sangat dia benci karena berusaha menggantikan posisi Belle di hatinya.     

"Calm down boy. Dia nggak akan hamil hanya dengan satu permainan." kali ini Troy berusaha meyakinkan dirinya. "Iya, itu bener. Itu hanya satu permainan. All is well."     

Meski berulang kali mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa semua baik-baik saja, tapi tangan Troy tidak bisa melakukan hal itu. Dengan sigap dia menyalakan ponselnya dan melakukan pencarian melalu ponsel pintarnya itu.     

'Apakah satu ronde sex dapat menyebabkan hamil?'     

Bukan jawaban yang menenangkan yang dia dapati dalam pencairannya itu. Malah hal-hal mengerikan muncul dari kata kunci itu. Rasanya Troy benar-benar menyesal sudah melakukan itu. Apa yang dia lakukan semalam dan juga berusaha mencari tahu jawabannya lewat mesin pencarian.     

Dipenuhi perasaan jengkel dan penyesalan, Troy lalu duduk di tepi pantai sendirian. Menikmati hembusan angin dan sengatan matahari sambil menyalakan rokoknya.     

"Andai ada wine atau vodka, mungkin nggak akan sesepi ini." kata Troy kepada dirinya sendiri.     

Pantai yang sedikit pengunjung terasa begitu sunyi. Menambah kesunyian dihatinya yang kian merajalela.     

Akhirnya Troy bangkit dari duduknya setelah rokok yang dibawanya habis. Hanya dalam waktu tak kurang dari dua jam, rokok satu bungkus habis begitu saja tanpa disadari oleh Troy. Ini adalah rekor tercepat Troy dalam menghabiskan rokoknya.     

Padahal dulu dia bukan perokok aktif seperti sekarang ini. Dulu, dalam sehari dia tidak akan pernah merokok lebih dari tiga batang, bahkan tidak menyentuh rokok pun Troy tidak akan merasa kesulitan. Tapi sejak kepergian Belle, semuanya berubah. Rokok dan alkohol adalah teman setia Troy selama masa sulit itu. Dan sekarang, keduanya bagai penyangga hidup Troy. Tiada hari tanpa rokok dan alkohol.     

Menyadari waktu sudah berlalu cukup lama, Troy akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel. Dia tidak mau membuat sang mama merasa curiga. Ditambah lagi, ada hal lain yang harus dia bicarakan dengan Fenita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.