Pejuang Troy [END]

Duapuluhdelapan



Duapuluhdelapan

0Kenapa Fenita memutuskan untuk kuliah di luar negeri?     
0

Selama ini dia memang bercita-cita untuk kuliah, merasakan pendidikan setinggi mungkin, bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Agar kehidupannya dan keluarganya di panti asuhan menjadi lebih baik.     

Dengan sisa uang pengobatan yang masih dia miliki, kuliah dan hidup selama empat tahun di negeri orang tidak akan menjadi beban. Fenita bahkan bisa mencari kerja sambilan selama dia berkuliah disana. Juga, dengan hidup jauh dari keluarga Darren, dia tidak akan merasa terlalu bersalah telah mengkhianati Madam Vanesa yang menyayanginya dengan sepenuh hati.     

Keputusan ini dia ambil beberapa waktu yang lalu, saat dia benar-benar merasa seluruh hidupnya hancur. Jujur saja, mengalami keguguran kemarin adalah hal berat lainnya yang harus dialami Fenita. Meski sudah mempersiapkan diri, tapi ternyata itu tidak semudah bayangannya. Dalam keputusasaan karena kehilangan buah cintanya, juga menghadapi kenyataan kalau sebentar lagi dia akan menjadi seorang janda, Fenita terbersit pemikiran itu.     

Sedikit jahat memang, tapi dia harus bisa memanfaatkan apa yang dia miliki sekarang. Apa yang dia dapatkansebagai imbalan dengan menjadi istri seorang Troy Mikhaila Darren. Tak dapat dipungkiri, keluarga Darren akan membantunya untuk bisa hidup nyaman disana.     

Setelah mengatakan niatnya kepada Troy, Fenita merasa lega. Karena Troy menyetujui apa yang menjadi permintaan terakhirnya sebagai istri.     

"Kamu sudah memutuskan mau kuliah dimana?" tanya Troy pagi itu, ketika dia mulai menikmati sarapannya.     

"Iya, aku dibantu Tuan Mayer." jawab Fenita singkat. Dia tidak mau Troy tahu terlalu banyak tentang pilihan kampus dan tempat tinggalnya nanti.     

"Tuan Mayer baik banget sama kamu."     

Ah iya, Tuan Mayer yang memang kakak kandung Fenita, tentu saja dia akan baik kepada dirinya. Hasil tes DNA saat gadis itu di rumah sakit menunjukkan bahwa mereka adalah kakak adik secara biologis. Tapi Fenita masih menyimpan fakta ini, karena dia tidak mau terjadi hal-hal yang diluar kendali.     

Setelah selesai dengan sarapannya, Fenita menagih kesepakatan yang sudah mereka buat kemarin. Sebuah pelukan dan ciuman. Troy jelas terlihat canggung untuk melakukannya, karena dia hanya berdiri mematung di depan Fenita.     

Sedikit gemas dengan tingkah suaminya itu, Fenita lalu mengambil inisiatif untuk memeluknya terlebih dahulu. "Nggak susah kok meluk."     

Fenita memeluk tubuh Troy dengan penuh kasih. Hampir saja air matanya turun karena dia begitu terharu, pada akhirnya dia bisa memeluk suaminya itu. Yah, meski Troy tidak membalas pelukan Fenita dengan tetap mematung disana.     

Dan pelukan pertama mereka terjadi. Betapa hangat dan menyenangkan bila setiap hari dia mendapat pelukan seperti ini. Langkah kedua adalah cium. Tapi Fenita tidak pernah mengharapkan ciuman bibir meski sekedar menempel. Sayangnya, Fenita merasa sedikit kesulitan.     

Tinggi badan Troy terlalu jauh bila dibandingkan dengan Fenita yang hanya 162 cm. Haruskan Fenita menaiki kursi agar dia bisa mencapai pipi Troy? Tentu tidak, karena Fenita punya cara lain.     

Perlahan, Fenita memundurkan dirinya dan menarik wajah Troy agar sejajar dengan wajahnya. Itupun harus dilakukan dengan usaha ekstra karena Fenita harus berjinjit. Ciuman dipipi kanan dan pipi kiri.     

"Hanya itu yang harus kamu lakuin setiap hari." ucap Fenita, melepas tangannya dari wajah Troy.     

Untuk menutupi wajahnya yang memerah, Fenita segera menuju pantry, mencuci piring dan melakukan apa saja agar pipinya yang memerah segera mereda. Juga agar Troy tidak menyadari bahwa jantung Fenita berdetak terlalu kencang tak karuan.     

"Abis ini kita ngapain?" pertanyaan Troy menyadarkan Fenita.     

Betapa kagetnya dia ketika mendapatiTroy sudah berdiri di sebelahnya. Membantu Fenita mencuci piring.     

Sejak kapan Troy ada disebelah?     

"Kamu ada ide?"     

Troy membalikkan badannya dan berandar di pantry, menyedekapkan tangannya di dada sambil berpikir. "Gimana kalo kita ke pantai?"     

Pantai? Kedengarannya bagus, tapi akan membutuhkan waktu lama untuk sampai disana. Ditambah lagi harus ada persiapan kalau ingin melakukan perjalanan jauh.     

"Tapi kitabutuh waktu dua jam untuk sampai. Itu pun pantai yang terdekat dari sini." Fenita merasa sedikit ragu.     

"Nggak papa, kita punya waktu seharian." lalu Troy mendorong tubuh Fenita untuk segera berganti pakaian dan menikmati liburan di pantai.     

...     

Ini bukan pertama kalinya Troy dicium ataupun dipeluk oleh seorang wanita. Dia sudah biasa mendapatkan keduanya bahkan tanpa perlu menawarkan diri. Tapi anehnya, Troy merasa gugup dan berdebar saat mendapatkan pelukan dan ciuman dari Fenita. Pelukan singkat yang terasa berbeda, juga ciuman pipi yang singkat. Dan itu bukan hal yang spesial juga.     

Damn, kenapa coba pake acara deg-degan segala?     

"Itu hanya pelukan danciuman pipi, Troy. Bahkan kamu pernah melakukan yang lebih sama Belle." kata Troy seraya menegaskan dirinya.     

Ah, Belle lagi, Belle lagi. Kapan dia bisa melupakan perempuan itu? Kesalahan apa yang dulu dia perbuat sehingga sekarang Tuhan menghukumnya dengan ingatan yang terus terpatri dengan jelas itu. Bahkan setelah ada perempuan lain di hidupnya, bayangan Belle tetap tidak mau meninggalkan pikiran Troy barang sedetikpun.     

Saking sesiusnya memikirkan kejadian tadi pagi dan langkah apa yang akan Troy ambil kedepannya, dia sampai lupa kalau Fenita sudah menunggunya di bawah.     

Tatapan Troy dikejutkan dengan penampakan yang ada di depannya ini. Fenita yang biasanya hanya mengenakan baju terusan ataupun pakaian olahraga, kali ini tampil beda. Dan ini sangat cocok untuk bepergian ke pantai. Dress terusan yang panjangnya selutut berwarna putih bercorak membuat Fenita makin memancarkan pesonanya. Dan yang membuat Troy semakin menaruh minat terhadap istrinya, dia masih menjaga norma kesopanan dalam berpakaian. Meski dress yang dikenakannya itu memperlihatkan pundaknya, Fenita dengan kesadaran mengenakan vest jeans untuk menutupinya. Jarang perempuan yang memikirkan hal remeh seperti itu. Tapi Troy menyukai dan merasa bangga dengan istrinya.     

Ini pertama kalinya Troy merasa bahwa perempuan yang ada di hadapannya itu benar-benar lain daripada yang lain. Bahkan Belle yang menurutnya sangat cantik pun kini tergeser oleh Fenita.     

"Maaf, aku lama." ucap Troy memaksakan kesadarannya kembali.     

"Oke."     

Lalu keduanya berjalan berdampingan menuju mobil.     

Troy sudah bersiap menjalankan mobilnya ketika Fenita mencegahnya. "Tunggu, kita foto dulu. Mama tadi tanya kita mau kemana."     

Sebenarnya Troy tidak suka di sela. Apalagi tadi dia sudah bersiap menginjak pedal gas sebelum Fenita menyelanya. Tapi karena janjinya kepada Mama akan melewatkan waktu bersama Fenita, juga kesepakatannya dengan Fenita, Troy berusaha sabar.     

Semakin Troy dekat dengan Fenita, semakin banyak hal yang dia tidak ketahui tentang istrinya itu. Bahwa ternyata ponsel yang digunakan oleh Fenita ternyata sudah cukup ketinggalan jaman. Dan juga ternyata tubuh Fenita cukup mungil bila dilihat dari perbandingan besarnya lengan mereka.     

Ya Tuhan, selama ini aku kemana aja? Kenapa setelah sekian tahun aku baru menyadari bahwa istriku berbeda dari yang aku bayangkan.     

Selama ini, Troy selalu menganggap bahwa Fenita adalah perempuan tangguh yang punya fisik kuat. Karena selama ini Fenita bisa mengerjakan tugas apapun tanpa pernah mengeluh.     

Di perjalanan, Troy tak pernah melepaskan pikirannya dari Fenita. Perempuan yang terus setia bersamanya bahkan setelah mendapat perlakuan yang tidak baik darinya. Oh, ada satu lagi yang membuat Troy seperti mendapatkan tamparan yang paling menyakitkan. Baru kemarin mereka memulai kesepakatan itu, tapi banyak perubahan yang sudah terjadi. Fenita kini lebih banyak tersenyum daripada yang bisa diingat oleh Troy. Iya, hal sepele yang tidak pernah mendapat perhatian dari Troy sedikitpun.     

"Kita mampir minimarket, aku butuh minuman." kata Troy sambil membelokkan mobilnya ke minimarket. "Kamu mau minum apa?"     

Terlihat menggemaskan saat memikirkan ingin meminum apa, Fenita memutar bola matanya. "Air putih aja, sama beberapa camilan please."     

Kalau saja tidak ingat dirinya sedang berada di tempat umum, Troy pasti langsung mencubit gemas pipi Fenita. Tidak hanya itu, mungkin dia akan langsung menghujani perempuan didepannya dengan ciuman.     

Berusaha sekuat tenaga untuk menahan dirinya, Troy segera melangkah memasuki minimarket. Membeli kopi lebih banyak dari yang dibutuhkan, dan beberapa camilan dan air putih untuk Fenita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.