Pejuang Troy [END]

Duapuluhtujuh



Duapuluhtujuh

0Sebagai orang tua, Vanesa merasa gagal telah mendidik anak. Troy yang selalu dia harapkan agar bisa hidup dengan penuh kasih sayang, nyatanya tidak sesuai ekspektasinya. Kenyataan harus kehilangan sosok ayah diusia muda, juga kehilangan sebagian besar waktunya bersama ibunya. Fakta itu tidak bisa dilupakan begitu saja.     
0

Yah, paling tidak, Troy tumbuh menjadi laki-laki yang baik. Dia masih memperlakukan orang dengan sopan, danjuga berkelakuan baik. Setidaknya itu yang diketahui oleh Vanesa, meski kadang Troy lepas kendali, tapi masih bisa dikatakan wajar. Sebelum perempuan gila itu mendekati anaknya lalu dengan seenak hati meninggalkan Troy tanpa perasaan. Memporak-porandakan kehidupan putra semata wayangnya.     

Kalau mau dipikir, mau sampai kapan dia akan menyalahkan perempuan itu? Mungkin nanti, sampai pada saatnya Tuhan mencabut nyawanya. Atau setidaknya setleah Troy bisa lepas dari bayang-bayang perempuan itu?     

Dan kini, saat Troy sudah memiliki kehidupannya sendiri, kenapa dia harus datang lagi ke kehidupan anaknya? Apa selama ini dia masih belum puas mempermainkan perasaan anaknya?     

Apalagi dengan kejadian kemarin, hatinya benar-benar hancur. Putranya lebih memilih mengutamakan istri orang lain ketimbang istrinya sendiri. Padahal keduanya sedang sama-sama hamil. Yang masih menjadi pertanyaan, kenapa Troy sampai tidak tahu kalau istrinya itu hamil? Ini pertanyaan yang sampai sekarang belum dia temukan jawabannya.     

Lamunan Vamesa teralihkan oleh dering telepon. Dari Troy. Tumben dia telepon.     

"Ada apa Troy?"     

"Ma, kapan ada waktu?"     

Vanesa mengernyitkan dahinya, merasa aneh mendengar pertanyaan anak semata wayangnya itu. Seingatnya, Troy tidak pernah bertanya hal seperti itu kepada dirinya.     

"Kenapa?" Vanesa bertanya penuh kecurigaan.     

"Aku mau minta tolong Mama. Tolong ajak Fenita shopping."     

Ini permintaan teraneh yang pernah didengar oleh Vanesa. Bahkan seumur hidupnya mungkin. Meski begitu, Vanesa merasa bahagia. Itu tandanya sedikit demi sedikit Troy mulai berubah. Anaknya yang dulu selalu memikirkan diri sendiri, pada akhirnya memikirkan orang lain. Terlebih sekarang Troy mulai menganggap keberadaan istrinya itu. Terlepas dari apapun alasannya.     

"Minggu depan gimana?" Vanesa mengusulkan setelah mengingat jadwal kegiatannya sendiri.     

"Ma, itu kelamaan. Gimana kalo besok?"     

"Sayang, Mama lagi ada di belahan bumi lain sekarang. Dan penerbangan nggak akan cukup dengan 10 jam."     

"Trus gimana dong? Kalo minggu depan kelamaan."     

"Kenapa nggak kamu temenin dia dulu, abis itu kalo Mama udah balik giliran Mama yang nemenin Fenita shopping." ide cemerlang itu terlontar begitu saja.     

Bahkan Vanesa kaget setelah dia mendengar dirinya mengucapkan kata-kata itu. Benar-benar ide yang bagus. Dua burung tertembak dengan satu peluru. Fenita bisa melepas penatnya dan teralihkan pikirannya dari peristiwa memilukan kemarin, juga dia bisa lebih dekat dan akrab dengan Troy. Anggap lah ini honeymoon kedua.     

"Aku kan harus kerja, Ma, nggak bisa seenaknya bolos gitu aja." Troy masih berusaha menghindari ide mamanya.     

"Iya juga ya." seketika semangat Vanesa menguap. "Oke. Tiga hari cukup kan buat nyenengin Fenita?"     

Mendengar ucapan Nyonya Darren, Troy merasa akan ada rencana lain yang sudah tersusun di kepala ibunya itu dan jela rencana itu bisa dibilang merugikan dirinya. "Cukup mungkin."     

"Oke. Mama akan bilang sama semuanya kalo kamu ambil cuti selama tiga hari. Jadi nggak ada alasan kamu nggak bisa nemenin Fenita. Oke?"     

Sesuai dugaan. Troy pada akhirnya masuk kedalam perangkap medusa yang mematikan. Tak ada pilihan lain selain masuk kedalam perangkap dan menikmati siksaan demi siksaan. Bisa dipastikan Troy akan menghadapi masa sulit selama tiga hari itu.     

...     

Saat menikmati sarapan, Troy memberi tahu Fenita tentang rencana cuti tiga harinya itu. Padahal beberapa waktu lalu Troy sudah mengambil libur karena harus menemaninya selama di rumah sakit. Kenapa sekarang bisa libur lagi?     

Tentu saja, siapa lagi kalau bukan campur tangan mama mertuanya yang hobi mencomblangkan mereka.     

Dan hari ini adalah hari pertama libur Troy dimulai.     

"Gimana kalo kita shopping?" Troy mengusulkan.     

"Mau belanja apa?"     

Shopping? Terdengar sangat menyenangkan, tapi Fenita bukanlah tipe orang yang senang menghamburkan uang untuk keperluan yang tidak perlu. Baju-baju yang ada dilemarinya masih banyak dan layak untuk digunakan. Bahkan mungkin masih ada baju yang belum dia gunakan sama sekali, pemberian Madam Vanesa sebagai hadiah pernikahannya. Oh, belum lagi sepatu dan tas. Juga jam dan perhiasan. Apa lagi?     

Dia sudah memiliki semua yang dibutuhkan. Hanya akan membuang waktu dan tenaga kalau dia shopping. Karena jelas dia tidak tahu harus berbelanja apa. Dan yang terpenting, akan dia apakan semua barang yang sudah dia beli?     

"Trus mau ngapain? Ini cuti khusus dari Mama buat nyenengin kamu." Troy akhirnya pasrah.     

Hanya seorang Vanesa Darren yang dapat memaksa Troy melakukan hal yang tidak disukainya. Salah satu hal itu adalah menghabiskan waktu bersama Fenita. Perempuan itu sangat mengetahui bahwa Troy terpaksa menuruti ibunya demi keselamatan dirinya sendiri.     

"Aku nggak tau, ini terlalu mendadak. Gimana kalo kita bahas nanti setelah makan malam?"     

Jujur saja Fenita juga tidak tahu apa yang akan mereka lakukan, tapi dia tahu persis, harus ada sesuatu yang dilakukan agar Troy bisa melaporkan kegiatan mereka ke mama mertuanya itu. Ah, kenapa selalu Troy Troy dan Troy? Apa sekarang dunianya berpusat di Troy?     

Akhirnya Fenita tahu apa yang harus mereka lakukan. Yah memang bukan hal yang mewah ataupun yang lainnya, tapi bagi Fenita ini adalah keinginannya yang belum pernah dia lakukan selama menikah. Terlebih lagi, sisa kontrak pernikahan mereka kurang dari setahun akan berakhir.     

Begitu selesai makan malam, Fenita duduk di ruang tengah bersama dengan Troy. Mereka menghadap ke foto pernikahan mereka. Mengamati foto itu, keduanya terhanyut dalam pemikiran masing-masing, terlebih Fenita.     

"Tiga bulan sebelum kontrak berakhir, aku memutuskan untuk kuliah di luar negeri. Jadi begitu kontrak berarkhir, akan ada alasan yang tepat bagi kita untuk berpisah." Fenita memulai pembicaraan. Kali ini dia terlihat serius.     

"Aku setuju. Tapi kamu sendiri yang harus ngasih tahu Mama."     

Fenita menganggukkan kepalanya. "Tapi sebelumnya, aku ada permintaan."     

"Apa itu?" Troy terlihat penasaran. Seumur-umur mereka hidup bersama, baru kali ini Fenita mengajukan permintaan. Ditambah lagi, Fenita memasang wajah serius saat ini.     

"Sebelum kita berpisah, perlakukan aku selayaknya istri. Tidur bersama, mendapat pelukan dan ciuman sebelum kamu berangkat kerja atau sepulang kerja, menikmati weekend bersama. Atau bahkan nonton di bioskop bersama." sekuat tenaga Fenita menahan diri agar air matanya tidak jatuh.     

Iya, hanya itu keinginan Fenita selama ini. Dia ingin dirinya dianggap sebaga istri, bukan sekedar orang yang hidup di rumah yang sama. Perlakuan manis yang diinginkan semua perempuan kepada laki-laki yang mereka sayangi.     

Melihat Troy yang sedikit kaget dan belum merespon setelah mendengar permintaannya, Fenita segera menambahkan. "Hanya tidur bersama, tak lebih. Dan itu hanya tiga bulan, sebelum aku berangkat ke luar negeri untuk kuliah."     

Troy tampak menimbang-nimbang, keputusan apa yang akan dia ambil. Namun pada akhirnya dia menganggukkan kepalanya. "Kapan kita mulai?"     

"Besok. Biar kamu juga ada hal yang bisa dilaporkanke Mama."     

Tampaknya Troy mulai pasrah. Mau tidak mau, dia harus menuruti keinginan Fenita, karena sekarang Mama yang paling berkuasa akan memihak disisi Fenita. Dalam artian, Troy akan kalah bila melawan Fenita, karena kekuatan terbesar keluarga Darren kini memihaknya. Madam Vanesa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.