Pejuang Troy [END]

Empat puluh dua



Empat puluh dua

0Setelah membersihkan dirinya dan memulaskan beberapa make up di wajahnya, Fenita turun ke ruang makan, bergabung dengan kakaknya yang sudah menunggunya disana.     
0

Make up yang digunakan Fenita untuk menutupi segala kekacauan yang ada di wajahnya. Seperti kesepakatan yang dibuat tadi dengan Mr. Harris, Fenita tidak mau kakak semata wayangnya mengetahui hal buruk yang tadi terjadi menimpa dirinya. Dia tidak mau kakaknya menjadi khawatir yang membuat dia berpikir berlebihan.     

"Gimana kuliah kamu?" Fritz membuka pecakapan disela makan malam.     

"Baik. Kami akan berkunjung ke Opera House untuk mengerjakan tugas kelas seni." jawab Fenita ringan. "Kak, boleh aku bawa sopir?"     

Kejadian tadi sedikit banyak membuat Fenita takut. Bukan takut bertemu dengan Troy, tapi dia lebih karena takut nantinya apa yang selama ini dia usahakan untuk menjauhi Troy menjadi sia-sia. Terlebih, Fenita tidak mau terlalu memikirkan Troy karena mereka sudah berpisah.     

"Boleh. Kapan itu?"     

"Dua hari lagi. Kami akan berkumpul disana, jadi aku dan Jojo akan kesana bersama."     

"Ide bagus. Akan lebih mudah kalau kalian berangkat bersama dari rumah."     

Anggukan mantap Fenita membuat Fritz merasa lega. Dia jarang mendapati adiknya menyetujui usulan yang dia berikan. Biasanya dia akan menolak secara halus dan mengusulkan hal lain untuk dilakukan. Mungkin sekarang Fenita sudah beradaptasi dengan baik. Mulai menerima kenyataan bahwa dia bukan orang biasa lagi dan mencoba menikmati fasilitas yang ada.     

Ketika makan malam berakhir, Fritz mendapat telepon yang berhubungan dengan pekerjaannya. Mau tidak mau dia harus meninggalkan adiknya menikmati malamnya sendiri. Sebenarnya Fenita tidak masalah ditinggalkan, tapi karena dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran kakaknya, itu membuatnya sedih. Dan kesendirian ini membuatnya merasa kosong.     

Untuk mengisi waktu luangnya, Fenita menikmati malam musim panas ini di halaman belakang. Tempat yang menjadi favoritnya di rumah ini selain kamarnya.     

Gemericik air yang mengalir mengisi kolam renang yang ada di belakangnya terdengar menenangkan. Ditambah lampu-lampu yang membuat suasana menjadi romantis. Belum lagi gazebo yang ada di pinggir kolam ini membuat Fenita merasa terbuai. Bantal dan kursi empuk terasa nyaman untuk disinggahi.     

Pernah Fenita membayangkan kalau dia bisa meluangkan waktu bersama Troy disini. Menikmati ketenangan yang ada dan menikmati kebersamaan mereka. Rasanya hidup Fenita akan terasa lengkap bila bersama dengan laki-laki itu sekarang dan selamanya.     

Tak terasa waktu yang direncanakan untuk mengerjakan tugas kuliah menjadi terbuang sia-sia. Fenita terlalu memikirkan kejadian tadi sore. Dia masih bertanya-tanya, bagaimana Troy bisa mengetahui kalau dirinya ada di Canberra sekarang? Dia sudah berusaha keras menyembunyikan keberadaannya. Bahkan beberapa orang yang dikenalnya tidak tahu kalau dirinya ada disini. Kecuali Madam Vanesa.     

Tapi sangat tidak mungkin Madam Vanesa membocorkan keberadaannya kepada Troy. Beliau sudah berjanji untuk tidak memberitahu Troy informasi ini. Atau apakah Troy meretas email mama mertuanya dan membaca semua pesan mereka? Itu adalah jawaban yang paling masuk akan yang bisa dipikirkan Fenita.     

"Tapi buat apa Troy melakukan itu semua? Bukannya dia harusnya seneng udah bisa lepas dari aku." gumaman lirih itu hanya bisa didengar oleh telinga Fenita.     

Sebenarnya ada satu pemikiran lagi yang menjadi alasan kenapa Troy bisa menemukannya. Meski berusaha membuang pemikiran itu jauh-jauh, Fenita tetap memikirkannya. Membuat pipinya seketika memerah dan memberikan rona lain di wajahnya.     

"Ah, nggak mungkin Troy kesini karena masih ngarepin aku. Nggak mungkin dia jatuh cinta sama aku." Fenita menghalau pemikiran itu, berusaha menyadarkan dirinya dari mimpi yang membuai itu.     

"Gimana kalau ternyata Troy jatuh cinta? Apa yang harus aku lakukan kalau Troy datang lagi?"     

...     

Delapan jam mendekam di penjara membuat Troy bisa berpikirlebih jernih. Dia benar-benar mengutuk dirinya karena berani menampakkan wajahnya di depan Fenita, membuat perempuan itu ketakutan dan menangis. Melihat Fenita menangis membuat Troy sakit. Kalau saja dia tadi tidak ditahan, Troy akan langsung berlari memeluk Fenita. Tubuh mungil yang rasanya pas berada di pelukannya.     

Sayangnya Fenita seperti ketakutan melihat dirinya. Itu membuat Troy merasa terluka. Memang dulu dia banyak berbuat salah kepada Fenita, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa reaksi Fenita akan seperti itu ketika melihatnya.     

Seketika perasaan menggebunya karena bisa segera bertemu kekasih hatinya surut. Digantikan dengan perasaan was-was dan takut. Troy benar-benar takut kalau dia hanya akan membuat Fenita merasa ketakutan karena tujuannya datang menemui Fenita untuk membuat gadis itu bahagia.     

"Troy Darren, keluar. Beruntung kamu tidak dituntut oleh keluarga Mayer. Berandal kecil yang nekat!" polisi itu membukakan kunci sel sambil mengomel tidak jelas.     

Dengan langkah lemahnya Troy berjalan keluar. Segera matanya bertemu dengan orang yang tadi menjadi wali Fenita, Brendan Harris. Tidak tahu apa yang terjadi, Troy melangkah meninggalkan laki-laki itu. Troy hanya ingin membenamkan tubuhnya ke air hangat agar bisa segera menemukan potongan teka-teki yang kini bersemayam di kepalanya.     

Sayangnya itu hanya keinginan Troy semata. Karena pengawal yang bersama dengan Brendan Harris segera menyeretnya memasuki mobil dan membawanya entah kemana.     

Di tepi Danau Burley Griffin ini mereka menghentikan mobil. Seketika pikiran Troy menjadi tak karuan. Pemikiran bahwa dia akan dihabisi ditepi danau lalu mayatnya akan diceburkan ke danau itu untuk menghilangkan jejak. Apakah itu hanya pemikiran sesatnya karena terlalu banyak membaca komik detektif? Atau memang akhir dari hidupnya akan seperti itu?     

"Jauhi Nona kami, apapun tujuan kamu. Ini peringatan pertama dan terakhir." ucap Branden sambil menyalakan cerutunya.     

"Aku benar-benar tidak ada niat jahat. Aku hanya ingin bertemu istriku." Troy masih mencoba memaksakan pendapatnya.     

"Lebih baik kamu hapus dia dari hidupmu. Kalian tidak bisa bersama." wajah datar Brendan tak terpengaruh dengan perkataan Troy.     

"Dia. Masih. Istriku. Yang. Sah." Troy mendekatkan wajahnya kearah wajah tenang Brendan.     

Tanpa pikir panjang, Troy segera meninggalkan mereka. Sebelum imajinasinya menjadi kenyataan.     

Troy terus berjalan menyusuri jalanan yang sudah sepi ini. Iya, sekarang sudah jam 3 pagi waktu setempat, jadi wajar saja kalau jalanan menjadi sepi. Entah berapa jauh dia berjalan, tapi saat matahari terbit, dia baru bisa bertemu dengan perumahan yang membuatnya merasa lega. paling tidak sekarang dia sudah berhasil keluar dari hutan dan bertemu dengan peradaban. Hal pertama yang Troy lakukan adalah mencari restoran untuk mengisi perutnya. Dia benar-benar kelaparan karena terakhir kali dia makan adalah kemarin pagi sebelum mulai mengikuti Fenita. Setelahnya baru dia akan mencari taksi atau bus untuk bisa mencapai hotel.     

Benar-benar petualangan yang melelahkan, pikir Troy sepanjang perjalanan menuju hotel.     

Apa yang akan dilakukan Troy sekarang?     

Fenita memang berhasil ditemukan, tapi dia merasa menjadi orang lain saat bertemu dengan Troy. Apa Fritz Mayer sudah mencuci otak Fenita sehingga perempuan itu menjadi takut dengannya? Entahlah. Yang jelas itu akan menjadi agendanya lain waktu untuk menemukan alasan dbalik ketakutan Fenita. Dan tentu membuat perhitungan kepada Tuan Mayer karena sudah menyembunyikan istrinya.     

Sekarang dia harus kembali ke hotel dan berkemas. Cuti yang dia ambil akan dia habiskan sisanya di Indonesa. Dia ingin bertukar pemikiran dengan kedua sahabatnya. Entah bagaimana keduanya akan merespon cerita Troy, tapi yang pasti, dia harus menemukan orang yang tepat untuk mendengar semua hal yang sudah disimpannya selama beberapa hari di Canberra.     

"Aku nggak tau, Fe, kenapa kamu jadi takut gitu sama aku. Aku cuma pengen kamu menerima aku apa adanya kaya kemarin. Aku bener-bener minta maaf karena udah bikin kamu mengalami hal-hal buruk sebelumnya." penyesalan kembali memenuhi hati Troy. Membuat dia menyadari bahwa dia akan memperjuangkan Fenita apapun yang terjadi dan bagaimanapun caranya.     

Dengan berat hati Troy kembali melangkahkan kakinya menuju mobil yang akan mengantarkan dirinya ke bandara. Kembali ke Indonesia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.