Pejuang Troy [END]

Delapan puluh lima



Delapan puluh lima

0Andai tidak melihat cincin yang tersemat di jari manisnya, Freya mungkin akan menganggap bahwa apa yang terjadi semalam hanyalah mimpi. Andaikan itu mimpi, Freya sepertinya rela untuk tidur lebih lama lagi agar bisa berfantasi seliar dan sejauh mungkin untuk melanjutkan mimpi itu.     
0

Ketika membuka gordin kamarnya, Freya mendapati pemandangan yang cukup tidak biasa. Taman belakang rumah yang biasanya sepi, kini terlihat ramai. Ada banyak orang yang sedang berkumpul sambil menikmati sarapan disana. Memicingkan matanya, dia bisa mengenali sebagaian. Ada Jovita yang duduk disebelah kakaknya, Aaron Greene dan Alea, Digta yang sedang memangku Timothy. Kesemuanya tampak sedang berbicara dengan santai dan tertawa.     

Tok tok tok.     

"Masuk." kata Freya, mengalihkan pandangannya ke arah pintu.     

"Udah bangun?" dengan tongkatnya, Troy berjalan masuk ke dalam kamar Freya.     

Freya hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Troy. Lalu pemuda itu mendekat dan mencium pipinya. "Good morning, Mama. Let me say hi to my baby."     

Troy mengajak Freya mendekat ke tempat tidur, lalu dia duduk disana dengan Freya berada dihadapannya. Beberapa detik memandangi perut Freya, Troy lalu mengusapnya. Pandangan Troy tak lepas dari perut itu, dan dia dengan khidmad merasakan gerakan dibawah telapak tangannya. Sejurus kemudian senyumnya terkembang.     

"Hai, Baby, do you miss me?" Troy menunggu reaksi dibawah tangannya. Ketika merasakan gerakan yang halus itu, Troy melanjutkan, "Me too. Papa nggak bisa tidur semalam karena kangen."     

Pemandangan di depan Freya sungguh mengharukan. Interaksi yang terjadi antara calon ayah dan sang bayi membawa perasaan bahagia yang tak biasa. Meski belum lama bertemu, tapi keduanya seolah sudah kenal lama, dan mereka seperti sudah saling melihat satu sama lain.     

Puas berbincang dengan anaknya, Troy kini menarik Freya hingga dia duduk dipangkuan Troy. Awalnya dia merasa keberatan, karena merasa kaki Troy belum sembuh betul, tapi Troy tidak mempedulikannya.     

"Ayo sarapan." bisikan Troy yang tepat di telinga Freya membuatnya merinding.     

Dan Troy yang melihat bulu halus Freya meremang, segera menciumi lehernya agar bulu itu segera ambruk. Tapi itu hanya modus semata. Seperti biasa, aroma tubuh Freya memang selalu bisa membiusnya, membuatnya tak bisa mengendalikan tubuh. Ditambah lagi bibir Freya terasa lembut dan manis. Membuat Troy tak bisa melepaskan bibirnya. Bahkan ciuman yang diberikan Troy perlahan merambat semakin jauh. Bibir Troy yang hangat menjelajahi bibir dan leher Freya, lalu turun menuju dadanya. Membuat Freya melenguh menikmatinya.     

Tok tok tok     

"Freya, ayo sarapan." suara Jovita menyadarkan keduanya.     

Troy langsung menjauhkan bibirnya dari tubuh Freya. Dan Freya pun segera berdiri menjauhi Troy.     

"Oke, aku ganti baju dulu." ucap Freya dari dalam kamarnya. Dia tidak mau ada orang yang curiga dengan apa yang dia lakukan barusan.     

"Keluar, aku mau ganti baju." kata Freya, sekarang menatap Troy dengan garangnya.     

"Let me help you."     

"I don't need your help, Mr.Darren." Freya langsung mendorong Troy menuju pintu. Mengusir pemuda itu dari kamarnya. Pipinya memerah menahan malu.     

Tak berselang lama, Freya turun ke bawah untuk ikut sarapan dengan rombongan yang heboh. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa hanya dalam semalam, rumah ini akan ramai. Ditambah lagi keluarganya berkumpul.     

"Kamu mau sarapan apa? Bubur atau roti?" tanya Fritz refleks saat Freya mendekat.     

Langsung saja sebuah cubitan yang menyakitkan dirasa oleh Fritz. Jovita dengan gemasnya mencubit pinggang Fritz. "Bisa kamu mulai menjauh? Dia sudah punya tunangan oke?"     

Seketika Fritz tersadar akan fakta itu. Iya, adiknya sekarang sudah memiliki orang yang bisa diandalkan. Untuk itu, dia harus mundur perlahan dan memberikan ruang bagi Troy untuk lebih dekat dengan adiknya. Ah, mengingat itu membuat Fritz merasa sedih. Dia merasa kehilangan sosok yang belakangan ini meramaikan hidupnya.     

"Kenapa anda tidak mencari pasangan anda sendiri, Mr. Mayer? Jadi anda tidak akan merasa kesepian setelah Fenita tinggal bersama Troy ." ucapan Aaron yang terdengar seperti guyonan mendapatkan anggukan dari yang lainnya.     

"Iya, daripada ributin Fenita mulu." tambah Digta, selalu kompak dalam hal goda menggoda dengan Aaron.     

Fritz hanya tersenyum kecut. Selama ini tidak pernah ada orang yang berani mengkritik dirinya sebegitu frontal. Danbsekarang, hanya dalam waktu semalam, dia sudah menjadi objek yang mudah untuk dibully.     

"Aku belum menemukan perempuan yang mau menerimaku." jawab Fritz polos.     

"Jovita perempuan yang manis, dia juga baik. Bukankah itu hal yang kamu cari?" kini giliran mertua Freya yang berseloroh.     

Semua mata langsung tertuju kepada Jovita. Gadis itu hanya bisa kebingungan mendapati tatapan yang tiba-tiba didapatnya. "Aku kenapa?"     

Mereka lalu tertawa, melanjutkan sarapan yang sempat tertunda.     

...     

Troy masih harus menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan selama 4 bulan lagi. Itu tandanya dia harus menahan hasratnya untuk berjalan di altar pernikahan lebih lama. Padahal dia sudah tidak tahan ingin segera mengucap janji setia dihadapan semua orang. Membuat Fenita menjadi miliknya sepenuhnya.     

Ah, kenapa dia masih memanggil Fenita dengan nama itu? Tapi memang nama Fenita sudah terpatri jelas di otaknya. Membuatnya otomatis mengebutkan nama itu bisa melihat sosok yang sangat cantik disana.     

Dia sedang membaca buku di halaman belakang rumah keluarga Mayer setelah selesai sarapan. Dengan perutnya yang semakin buncit, Fenita terlihat sangat menawan.     

"Kamu baca apa?" tanya Troy, duduk di kursi yang ada di sebelah Fenita.     

"Novel lama." jawab Fenita dengan santainya. Membuat dada Troy berdetak tak karuan.     

Meski sudah lama tidak merasakan hal itu, mendapati jantungnya tak karuan membuat Troy sedikit aneh. Kenapa perempuan disampingnya itu selalu sukses membuat dirinya tampak bodoh?     

"Kapan kamu siap untuk pernikahan kita?" Troy to the point. Pertanyaan itu menganggunya, membuat hidupnya menjadi tidak tenang.     

"Harus?" Fenita tampak keheranan dengan pertanyaan Troy.     

"Aku udah bilang, kalau kita akan memulai semuanya dari awal. Dan aku akan melakukan apa yang sudah aku ucapkan."     

Terlihat Fenita menundukkan kepalanya. Menutupi pipinya yang merona.     

"Aku lagi hamil, akan tampak lucu kalau mengenakan gaun pernikahan dengan perut buncit."     

Troy langsung menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan pendapat Fenita. "Justru itu akan membuat kamu semakin cantik."     

Senyum malu-malu menghiasi wajah Fenita.     

"Tapi aku masih memakai tongkat. Itu tidak akan tampak keren ketika berdiri di altar." kini Troy yang tampak tidak percaya diri.     

"Aku ingin foto pernikahan kita dengan tongkat itu. Yang menandakan bahwa ada perjuangan yang sudah dilakukan oleh Troy Darren untuk mendapatkan jabatan sebagai suami Freya Mayer." kini giliran Fenita yang membesarkan hati Troy.     

Keduanya lalu tersenyum. Tak menyangka bahwa mereka yang awalnya sangat kaku, sekarang sudah menjadi pasangan yang sama seperti lainnya. Bercanda dan saling memberi semangat. Dan juga dipenuhi tatapan cinta.     

"Aku akan mempersiapkan semua yang dibutuhkan." ucap Troy semangat.     

Benar, hal yang baik harus segera direalisasikan. Jangan sampai membuat hal baik itu menjadi buruk hanya karena keragu-raguan yang tidak beralasan.     

Melalui ponselnya, Troy mempersiapkan kebutuhan untuk pernikahan dirinya dan Fenita. Bahkan dia sudah memilih butik yang akan menyediakan baju pernikahan mereka. Pernikahan ulang yang sangat mendebarkan. Membuat Troy merasakan euforia sebagai calon pengantin. Sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lali ketika dia akan menikah dengan Fenita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.