Pejuang Troy [END]

Empat puluh tiga



Empat puluh tiga

0Vanesa kaget melihat putranya sudah kembali beraktifitas di kantor. Padahal beberapa minggu yang lalu dia dengan semangatnya meminta cuti selama sebulan full. Dan kini pemuda itu malah duduk di kursinya yang baru dua minggu ditinggalkan untuk bercuti.     
0

"Kok udah pulang? Kan baru dua minggu kamu cuti." pertanyaan Vanesa mewakili semua orang yang terkejut melihat kedatangan Troy pagi ini.     

Dengan muka masamnya Troy mengalihkan pandangan. "Nggak papa. Bosen liburan sendiri."     

Matanya kini mengamati foto yang ada di depannya. Foto itu adalah foto Fenita yang tersenyum manis saat mereka berlibur di pantai. Foto dimana dulunya adalah tempat Troy meletakkan foto Belle.     

"Mama seneng kamu kembali. Sehat." Vanesa memeluk putra semata wayangnya. "Gimana kalau nanti kita makan siang bersama?"     

Troy hanya menganggukkan kepalanya.     

Dengan langkah ringan Vanesa meninggalkan ruangan Troy. Memberi kesempatan bagi putranya untuk beradaptasi setelah liburan. Karena dia tahu, pekerjaan akan menumpuk selama ditinggal liburan.     

Benar saja, Troy tenggelam dalam tumpukan dokumen yang harus dia tandatangani dan dia teliti. Dokumen-dokumen itu seolah tidak ada habisnya. Bagaimana bisa hanya dalam waktu dua minggu, ada banyak pekerjaan yang menantinya? Bagaimana jadinya bila dia tetap mengambil cuti sebulan? Mungkin Troy akan berenang dalam tumpukan dokumen kerjanya di kantor. Dan dia akan menyelesaikan pekerjaannya setahun kemudian.     

Tapi Troy tidak keberatan. Dia tetap penuh semangat menyelesaikan pekerjaan dan berharap segera bisa keluar dari kurangan ini.     

Beberapa malam Troy dengan intens bertemu dengan kedua sahabatnya. Dia menceritakan apa yang dialaminya selama di Canberra. Menggambarkan bagaimana pertemuan dirinya dengan Fenita. Bagaimana wajah takut Fenita yang masih tergambar jelas di otaknya. Juga bagian dimana Troy harus berjalan sangat jauh agar bisa kembali ke hotel setelah keluar dari penjara bersama pelayan keluarga Mayer.     

"Jadi intinya, langkah apa yang akan kamu ambil?" Aaron menarik kesimpulan.     

"Nggak tahu." jawab Troy singkat.     

"Kamu nggak bisa lagi mendekati dia dengan cara biasa. Karena pasti keluarga Mayer akan melakukan penjagaan khusus kepada Fenita." Digta mengingatkan. Fakta itu tidak bisa dielak mengingat Fenita mempunyai kedudukan yang istimewa dalam keluarga Mayer.     

Benar apa yang dikatakan Digta. Dia harus mencari cara lain agar kehadirannya tidak bisa ditolak oleh Fenita. Juga oleh keluarga Mayer. Tapi apa?     

"Sorry guys, kayanya aku harus pamit duluan. Besok aku mulai ngampus, jadi dosen tamu selama satu semester." Digta bangkit dan mengambil jasnya.     

"Dosen tamu?" Troy dan Aaron bertanya secara bersamaan.     

"Jangan gitu ah reaksinya. Kaya aku hamilin anak orang aja." Digta menyembunyikan perasaan bangganya. Dia tahu kalau mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang mendapat reaksi seperti itu dari kedua sahabatnya, pasti akan menjadi bulan-bulanan.     

"Serius?"     

"Nggak nyogok biar dikasih jadi dosen tamu kan?"     

"Resikonya gede lho, kan dokter berhubungan sama nyawa."     

Masing-masing dari Troy dan Aaron mendapat toyoran di kepala. Digta sedikit tersinggung dengan perkataan kedua sahabatnya ini. Meskipun dia masih menjadi dokter muda yang baru mendapatkan posisi dokter tetap, tapi kemampuannya dalam dunia kedokteran tak bisa diremehkan.     

"Nggak full, cuma beberapa kali pertemuan. Tapi selama semester." dengan bangganya Digta menjelaskan.     

Setelah berhasil membungkam kedua lelaki dihadapannya, Digta segera pergi meninggalkan klub malam. Menuju apartemennya yang hangat dan nyaman. Menanti hari esok yang cerah karena besok dia akan memulai profesi barunya sebagai dosen.     

Di dalam kamarnya, Troy memikirkan apa yang baru saja dia dengar. Menjadi dosen tamu. Tampaknya itu bukanlah ide yang buruk. Toh kalau dia berhasil menjadi dosen tamu di ANU (Australian National University), dia akan bisa bertemu dengan Fenita. Dan tidak ada yang bisa mengusirnya karena dia adalah dosen tamu.     

"Sounds good." Troy memikirkan kembali ide itu.     

Kegiatan baru yang menarik minat Troy langsung menyedot perhatiannya. Iya, dia sedang berusaha peruntungan untuk menjadi dosen tamu seperti yang Digta lakukan. Beberapa syarat yang dibutuhkan dia kumpulkan agar mempersepat proses seleksi. Tapi ternyata tidak mudah.     

Beberapa kali Troy mengikuti seleksi dan ternyata gagal. Waktu yang terbuang membuatnya semakin menderita.     

...     

Selain sibuk dengan kuliahnya Fenita sekarang lebih berani untuk tampil bersama kakaknya mengurusi perusahaan. Bahkan sekarang Fenita menjadi salah satu pemegang saham yang ada di Mayer Company meski bagiannya tidak terlalu besar.     

Fenita yang datang mengenakan terusan loose berwarna maroon terlihat cantik. Rambutnya yang kini mulai memanjang dibiarkan tergerai indah di ounggungnya. Dan sepasang stiletto berhak 5cm berwarna nude melengkapi penampilannya.     

Dari perusahaan kekuarga, Fenita belajar tentang perkembangan harga saham pasar, pergerakan ekonomi dan juga pengaruh ekonomi negara luar terhadap dalam negeri. Pusing memang, tapi ada tantangan tersendiri yang membuat Fenita merasa bahwa selama ini ada hal lain yang membuatnya merasa tertarik. Dan bahkan Fritz tidak menyangka bahwa Fenita pada akhirnya akan menaruh minat yang besar pada hal itu.     

Selama libur kuliah, Fenita dengan semangat akan ke kantor. Mengikuti kegiatan kakaknya dengan penuh perhatian dan ketenangan. Seperti pada hari ini, Fritz mengajak Fenita untuk ikut menghadiri rapat yang akan membahas tentang perluasan anak cabang yang ada di Indonesia. Beberapa orang telah hadir di ruang meeting yang dilengkapi layar besar. Nantinya layar itu akan digunakan untuk video conference bersama yang lainnya.     

Dengan tenang dan penuh perhatian, Fenita duduk tepat di belakang kakaknya. Dia akan mengamati bagaimana para petinggi perusahaan berdiskusi untuk mengambil keputusan. Juga tentang bagaimana perkembangan perusahaan yang mereka jalankan.     

"Kita harus bisa mengakuisisi saham agar nilai kita tetap kuat." salah seorang yang tampak kelelahan menampakkan wajahnya. Beliau mungkin salah satu tetua yang ada di perusahaan ini.     

"Kita lihat perkembangannya dulu. Kalau memang ke arah yang positif silahkan dilanjutkan, tapi kalau sebaliknya, kita harus mengambil langkah antisipasi yang tepat."     

Suasana menegang. Pembicaraan pun menjurus ke hal-hal yang serius, namun masih saja ada yang mengeluarkan kelakar yang tak ayal membuat beberapa orang tertawa. Beberapa, karena beberapa lagi lebih memilih memasang wajah yang serius.     

Fenita belum bisa membayangkan bagaimana jadinya bila suatu saat nanti dia yang duduk disana, berbincang dengan serius. Bayangan dirinya yang berwajah serius, membuat wajahnya terlihat tua. Oh tidak, rasanya Fenita tidak sanggup membayangkannya.     

Tapi kalau diamati lebih lanjut, ada beberapa wanita yang mengikuti rapat kali ini. Dan mereka masih tampak segar dan cantik. Kemungkinan besar mereka melakukan perawatan yang mahal. Yah mengingat mereka juga memiliki pemasukan yang besar, rasanya tidak akan masalah bila mereka menghabiskan sebagian uangnya untuk merawat diri.     

"Ayo makan siang." ajak Fritz begitu rapat berakhir. Dia tahu adiknya pasti sudah kelaparan karena menunggu.     

Fenita mengangguukan kepalanya. Setelah membereskan barang bawaannya, Fenita dan Fritz berjalan beriringan menuju restoran untuk makan siang.     

'Fe, ada dosen baru yang akan mengisi kuliah kita selama satu semester kedepan.'     

Pesan dari Jovita menarik perhatian Fenita. Dosen baru? Siapa kira-kira? Masih muda? Laki-laki atau perempuan? Sudah berkeluarga?     

Pertanyaan itu bergulir dikepala Fenita tanpa bisa dicegah. Yah sebagai mahasiswi yang mendambakan kehidupan perkuliahan yang menarik, terkadang memikirkan siapa dosen yang akan mengajar mereka selama satu semester itu penting. Dan tentu saja, mood baik akan mendatangi mereka yang mendapatkan dosen yang baik pula. Kata-kata dari para senior itu senantiasa terpatri dalam ingatan Fenita.     

"Kenapa senyum-senyum?" Fritz mengamati ada perubahan mood pada adiknya. Perempuan memang begitu, gampang berubah suasana hatinya.     

"Nggak. Jovita bilang akan ada dosen baru selama semester nanti." jawab Fenita singkat.     

"Siapa?"     

"Nggak tau, belum ada info lagi."     

"Semoga saja dosennya baik. Biar selama satu semester kedepan kuliahnya jadi mengasyikkan."     

"Terima kasih." ucap Fenita tulus.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.