Pejuang Troy [END]

Delapan puluh delapan



Delapan puluh delapan

0Waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa waktu sembilan bulan sudah terlewati begitu saja, dan kehamilan Freya sudah memasuki tahap akhir. Dia yang memang dari dulu selalu tampak rapuh, terlihat semakin rapuh dengan perut buncitnya. Ditambah lagi orang-orang disekitarnya semakin mengetatkan penjagaan mereka. Seolah, merekalah yang akan melahirkan, bukannya dirinya.     
0

Fritz sudah mengajukan cuti kerja ketika usia kehamilan Freya sudah memasuki minggu ke 36. Dia bahkan meminta Freya untuk kembali tinggal bersama dengannya, meninggalkan rumah mungil yang sudah ditempati Freya dan Troy selama beberapa waktu belakangan. Oke, suara Fritz didukung sepenuhnya oleh Jovita. Entah bagaimana ceritanya, bahkan sekarang Jovita tinggal disana.     

"Aku udah mempersiapkan kamar bayi disana. Tolong hargai usaha kami." ucap Freya, berusaha menolak ajakan kakaknya.     

"Freya, kamu hanya akan sendirian disini. Sedangkan disana akan banyak orang yang akan membantu kamu." Fritz sedikit frustasi dengan penolakan adiknya. Bagaimanapun caranya, dia ingin Freya kembali ke rumah keluarga Mayer dan membesarkan Aileen disana.     

"Fe, kakak kamu benar. Aileen akan lebih terjamin disana, ketimbang kamu sendirian disini." Jovita menambahkan.     

"Hei, apa aku nggak dianggap disini? Aku bahkan juga sudah mengajukan cuti." Troy yang merasa tidak dianggap sedikit protes. Padahal dia lah yang mengurusi istrinya semenjak mereka pindah. "Lagian jarak rumah kalian kan deket, kalian bisa kesini kapan aja. Aku nggak mau Aileen merasa asing dengan lingkungannya."     

Perdebatan itu membuat Freya merasa pusing. Entah sejak kapan mereka memperebutkan hak tinggalnya. Padahal jarak rumah keluarga Mayer dengan rumahnya sekarang tidak jauh, hanya terpisah oleh dua rumah. Dan juga, kenapa mereka menyebut nama Aileen sedari tadi? Bahkan mereka belum pernah mendengar suara bayinya.     

Ketiganya masih sibuk berdebat dengan sengitnya, sehingga tidak menyadari bahwa Freya sudah berpindah tempat. Baginya, dimanapun dia akan tinggal tidak menjadi masalah selama keluarganya berkumpul. Tapi mengingat dia dan Troy sudah menyiapkan kamar bayi yang lucu untuk anak mereka nantinya, membuat Freya merasa sedih kalau anaknya tidak menempati kamar itu. Bukan berarti di rumah keluarga Mayer tidak ada kamar bayi untuk anaknya. Karena Fritz juga sudah menyiapkan kamar yang tak kalah heboh dengan kamar yang ada disini.     

Saat tengah menikmati halaman belakang yang tenang, tiba-tiba Freya merasa ada yang aneh. Kakinya seketika menjadi basah, seolah dia tengah buang air kecil tanpa dia sadari. Tapi anehnya tidak ada bau yang menyengat.     

"TROY." teriakan itu menginterupsi para pendebat ulung.     

Langsung saja mereka bertiga menghampiri Freya yang berdiri membeku di depan pintu kaca.     

"Ada apa? Perut kamu sakit?" Troy langsung mengelus perut Freya.     

"Nggak tahu, tapi cairan ini mengalir terus." ucap Freya sambil menunjuk kakinya yang kini basah.     

Jovita hanya bisa menutup mulutnya, seolah melihat hal yang mengerikan. Dia langsung menarik lengan Fritz dengan paniknya. "Itu air ketuban. Ya Tuhan Freya kamu akan melahirkan."     

"What?!" kini Freya berteriak kaget. Dibarengi Fritz dan Troy yang mengucapkan kata itu secara bersamaan.     

"Tapi aku nggak merasakan sakit." Freya masih berusaha tenang.     

Dengan tangan gemetarnya, Troy menelepon dokter. Dia ingin memastikan bahwa apa yang dikatakan Jovita benar adanya atau hanya tebakan. Dan ketika mendengar jawaban dari sang dokter, wajah Troy memucat.     

"Khan siapkan mobil." teriakan Troy kini menggema.     

Dengan perlahan dia memapah Freya menuju halaman.     

Freya yang sedikit tidak nyaman karena cairan itu terus mengalir, berjalan dengan cara yang aneh. Tapi dia tetap menuruti Troy yang membimbingnya keluar rumah.     

"Apa kata dokter?" Jovita mengikuti keduanya dari belakang.     

"Kemungkinan itu air ketuban." Troy memasangkan sabuk pengamannya, lalu dia masuk kedalam mobil. Membiarkan Mr. Khan mengemudikan mobilnya.     

Terlihat Fritz hanya bisa mematung ditempatnya. Dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, karena ini adalah pengalaman pertamanya menghadapi orang yang akan melahirkan. Dan bayangan mengerikan tentang bagaimana para perempuan berjuang melahirkan membuat Fritz bergidik ngeri.     

"Ayo, kita harus menyusul mereka, Mr. Mayer." suara Jovita menyadarkannya.     

"Apa yang kamu lakukan?" suara Fritz menjadi tidak sabar saat mendapati Jovita malah masuk ke dalam rumah. "Kita harus ke rumah sakit sekarang."     

"Aku harus mengambil perlengkapan bayi oke."     

Mendengar penjelasan itu membuat Fritz tersadar. Dia sudah berulang ali berlatih ketika keadaan seperti ini terjadi. Apa saja yang harus dia lakukan dan bawa kerumah sakit. Dan sepertinya latihannya menjadi sia-sia karena kepanikan konyol ini. Fritz berlari ke kamar bayi Aileen dan menyambar koper kecil yang bertenger manis di dekat pintu. Agar mereka dengan mudah membawanya ketika sedang terburu-buru.     

Ketika Fritz sudah sampai di rumah sakit bersama dengan Jovita, terlihat Troy menunggui Freya dengan sabarnya. Iya, karena calon ibu masih biasa saja. Belum merasakan kontraksi yang sesungguhnya.     

"Bagaimana kata dokter?" tanya Jovita terengah-engah.     

"Kalau dalam waktu 4 jam nggak ada pembukaan, dia harus induksi. Takutnya air ketuban keburu habis. Apa itu berbahaya?"     

"Kalau itu berbahaya, dokter tidak akan meyarankan, Mr. Darren." Jovita menanggapi pertanyaan itu dengan sedikit sebal. "Gimana, Fe?"     

Freya menganggukkan kepalanya. Dia berbaring di tempat tidur agar gravitasi tidak menguras air ketubannya dengan cepat. Semua orang berusaha tenang menghadapi persalinan pertama ini. Iya, dari semua orang yang berkumpul disana, belum ada yang memiliki pengalaman tentang melahirkan. Dan kesemuanya merasakan kepanikan.     

Detik demi detik yang terlewati terasa sangat lama. Freya yang merasa cemas tentang bagaimana rasanya melahirkan masih tenang-tenang saja. Hingga 4 jam kemudian dokter datang berkunjung, memeriksa semuanya.     

"Bagaimana dokter?" Fritz langsung menghadang sang dokter, bahkan ketika sang dokter belum melepas stetoskopnya.     

"Belum ada pembukaan, dan air ketuban semakin menipis. Kita harus melakukan operasi secepatnya agar ibu dan bayi sehat."     

"Lakukan apapun itu, Dokter." Troy segera menyahut. Terlihat dia sudah sangat stres menghadapi tekanan ini.     

"Silahkan menandatangani persetujuan administrasi, kami akan menyiapkan segala keperluan operasi."     

Begitu dokter keluar dari ruangan, Troy segera melesat menuju ruang administrasi. Menandatangani apa saja yang diperlukan.     

Freya sedih mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh dokter. Dia tidak menyangka bahwa proses indah melahirkan ternyata tak semudah yang dibayangkan. Dan sekarang dia sedang berburu dengan waktu untuk mengeluarkan anaknya.     

"Hei jangan sedih. Sebentar lagi kan kita akan bertemu dengan Aileen." Fritz mencoba menghibur adiknya. Dia tahu persis bagaimana perjuangan adiknya untuk mengantarkan bayi itu menikmati indahnya dunia.     

"Apapun itu, yang penting kamu dan Aileen sehat." Jovita menggenggam tangan Freya.     

"Dia bahkan belum lahir, kenapa kalian terus menyebut nama itu?" dengan berurai air mata, Freya mencoba untuk protes.     

"Karena namanya sangat cantik." jawab Jovita tenang.     

Tapi memang benar perkataan Jovita. Nama 'Aileen' memang cantik, entah itu pengucapannya maupun artinya. Dan nama itu memiliki arti yang sangat dalam bagi dirinya dan Troy.     

Ketika Troy memasuki kamar, beberapa orang ikut masuk. Mereka segera mendorong Freya menuju ruang operasi. Para pendamping Freya mengantarnya sampai ke pintu ruang operasi.     

Semenit berlalu.     

Setengah jam berlalu.     

Satu jam berlalu.     

Lalu terdengar suara tangisan bayi yang sangat nyaring dari dalam ruang operasi.     

Jovita langsung memandang Fritz penuh bahagia. Dia memeluk Fritz dan mengucapkan selamat, karena kini Fritz sudah resmi menyandang gelas 'Uncle'. Sedangkan Troy, dia hanya bisa berdiri di depan ruang operasi, tak mampu menggerakkan badan karena merasakan sengatan yang aneh di dalam tubuhnya. Apakah ini yang dinamakan kebahagiaan?     

"Selamat, seorang putri yang cantik." seorang perawat keluar dan membawa buntalan yang berbalut warna pink.     

Jovita adalah orang pertama yang mendekat. Dia merasa kagum dengan apa yang baru saja dia lihat. Anak yang selama ini hanya dia lihat melalui gambar USG dan gerakan halus dari dalam perut sahabatnya, kini menampakkan wujudnya.     

"Troy, dia cantik banget. My Aileen." Jovita terharu mengucapkan kalimatnya.     

Sang perawat membawa Aileen mendekati ayahnya. Ketika Troy melihat wajah Aileen untuk pertama kalinya, dia merasa seolah suaranya menghilang. Dan sekonyong-konyongnya air mata menggenang di matanya. Dia menangis penuh haru dan rasa syukur, mendapati anak perempuan cantiknya hadir ke dunianya. Dia menjadi seorang ayah sekarang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.