Pejuang Troy [END]

Empat puluh lima



Empat puluh lima

0Setelah makan malam, Fenita langsung mengurung dirinya di kamar. Dia masih merasa bersedih karena bertemu dengan Troy hari ini, yang lebih parahnya, Troy bersikap seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Oh satu lagi, lelaki brengsek itu dengan bangganya mendeskripsikan perempuan yang kini mengisi hidupnya.     
0

Betapa hidup ini tidak adil!     

Alasan lain kenapa Fenita mengurung diri di kamar adalah karena dia tidak mau repot menjelaskan kepada kakaknya kenapa sedari tadi Fenita cemberut. Bahkan make up oun sekarang tidak mampu menutupi wajah Fenita yang masih cemberut.     

Duduk di balkon, Fenita menatap langit malam di musim panas ini dengan perasaan campur aduk. Benar-benar campur aduk karena dia tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya.     

Pagi ini, dia dikejutkan dengan munculnya Troy, mantan suaminya yang masih berusaha dia hapus dari hidupnya. Bahkan waktu dua tahun yang terlewat ini tidak bisa menghapus kehadiran pemuda itu dari pikirannya. Dan sekarang, dengan entengnya pemuda itu datang kembali ke kehidupan Fenita tanpa beban sedikitpun.     

Tak terasa, air mata jatuh membasahi pipi Fenita. Sekeras apapun dia menahan, pada akhirnya air mata itu jatuh. Bukti bahwa selama dua tahun terakhir ini Fenita masih menyimpan rasa kepada laki-laki yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya.     

"Ya Tuhan, Troy. Kenapa kita harus bertemu sekarang?" dengan pandangan yang kabur karena dipenuhi air mata, Fenita memeluk foto yang selama ini menemaninya.     

Sederas apapun air mata jatuh di pipinya, sekeras apapun dia berusaha menahan semua perasaan sakitnya, itu tidak akan mengubah fakta bahwa hubungannya dengan Troy telah berakhir. Dia sudah menjadi mantan istri Troy Darren. Padahal dia sekuat tenaga mempertahankan hubungan sakral itu. Menerima semua perlakuan Troy meski itu menyakitkan.     

Ditambah lagi, dia harus bertemu dengan mantan suaminya itu selama satu semester kedepan. Betapa rencana Tuhan tidak pernah bisa ditebak oleh manusia.     

Setelah puas menangis, Fenita memantapkan dirinya untuk bersikap seperti biasa. Memang berat, tapi ini adalah ujian kenaikan kelas dalam hidupnya kali ini. Jadi sebisa mungkin dia harus bisa melewatinya dengan baik.     

Oke, ada beberapa opsi yang bisa dipilih untuk menghindari Troy. Yang pertama adalah pindah kelas. Dia bisa memilih kelas lain yang masih kosong yang bisa menampung dirinya dan Jovita, kalau gadis itu mau ikut pindah kelas dengannya. Sayangnya semua kelas telah penuh. Bahkan dosen yang killer dan menyebalkan menurut semua mahasiswa ANU pun terisi penuh. Opsi pertama gagal.     

Masih ada opsi kedua. Mengambil cuti.     

Sayangnya ada kendala besar yang menghadang opsi kedua ini. Apa alasan dia mengambil cuti? Bisa saja dia beralasan ingin fokus pada karirnya dulu, tapi apa dia bisa berkata dengan mulus seperti itu dihadapan kakaknya? Jawabannya tentu tidak. Ditambah lagi Fritz selalu bisa mengetahui kalau dirinya sedang berbohong.     

Satu lagi ketidakadilan dari Tuhan untuk dirinya.     

Opsi ketiga, menerima semua ini dengan iklas dan penuh rasa syukur. Itu terdengar aneh dan memuakkan. Iklas mungkin masih bisa dipahami, tapi kalau syukur? Bersyukur karena bertemu dengan mantan suaminya? Sepertinya kata syukur kurang tepat untuk mewakili keadaannya kali ini. Tapi apa ya kata yang lebih tepat?     

Meski putus asa, Fenita mencoba berbesar hati untuk menerima dan menjalankan opsi ketiga. Toh ini hanya satu semester, enam bulan. Tidak akan banyak perubahan yang terjadi hanya dalam waktu enam bulan.     

"Iya, sepertinya memang ini yang terbaik. Aku percaya kepada rencana-Mu, Tuhan. " ucap Fenita tegas kepada dirinya sendiri.     

...     

Oke, Troy memang tidak mendapat gelar profesor selama hidupnya. Dan dia juga bukan orang yang luwes menghadapi tatapan orang-orang. Tapi demi Fenita, dia akan melakukan apapun untuk bisa merebut hati gadis itu lagi. Termasuk menjadi dosen pengganti.     

'Maaf aku nggak bisa menghadiri kelas hari ini. Aku akan menggantinya dengan kelas lain diwaktu yang lain. Silahkan berdiskusi dan tentukan kapan waktu yang tepat untuk kelas pengganti'     

Pesan itu terkirim ke nomor ponsel baru yang sekarang sudah dihapal oleh Troy. Nomor cantik yang dimiliki oleh perempuan cantik.     

Troy menambahkan, 'Jangan membuat gaduh sampai mengganggu kelas lain.'     

Senyum seringai tergambar jelas di wajah Troy. Mr. Khan yang ada di sampingnya merasa merinding mendapati sang bos mengeluarkan seringai yang jarang ditampakkannya. Selain mengerikan, arti seringaian Troy Darren bisa diartikan bahwa dia sudah mendapat mangsa baru. Yah paling tidak itu yang bisa ditafsikan oleh Mr. Khan kali ini.     

"Reservasi restoran malam ini, akan ada tamu penting yang datang." perintah itu segera menyadarkan Mr. Khan dari lamunananya.     

"Untuk berapa orang, Sir?"     

"Dua orang."     

Sebenarnya alasan Troy tidak bisa mengisi kuliah karena dia ada pekerjaan penting. Memang dia sudah menyampaikan kepada pihak akademik kampus. Itu juga yang membuat Troy hanya berani mengambil satu kelas saja selama menggantikan Profesor Kendrick. Dia tidak mau banyak mahasiswa yang akan terlantar karena dia jarang hadir.     

Sebelum jam makan malam, ponsel Troy berbunyi, menandakan adanya pesan masuk. Pesan yang sedari tadi ditunggu-tunggu oleh Troy. Siapa lagi kalau bukan pesan dari Fenita.     

'Maaf, Sir, baru membalas. Setelah diskusi, kami bisa mengganti kelas pada hari selasa sore. Apa anda bisa meluangkan waktu?'     

'Aku sedang makan malam, kalau tidak keberatan, kita bisa berdiskusi sembari makan malam. Di restoran Rubicon, aku tunggu.' pesan balasan untuk Fenita. Atau undangan makan malam?     

Iya, ini malam yang tepat bagi Troy untuk bisa bertemu dengan Fenita. Malam ini dia akan mengungkapkan semuanya. Tentang perasaannya, tentang pembatalan perceraian mereka, tentang betapa kacaunya hidup Troy setelah ditinggal begitu saja tanpa kabar, tentang bagaimana Troy berusaha membangun semangatnya untuk berusaha mencari dimana keberadaan Fenita. Semua tentang dia dan dirinya.     

Berkali-kali Troy memandang jam tangannya, menebak kapan kira-kira Fenita akan muncul. Setengah jam berlalu, dan Fenita belum menampakkan batang hidungnya. Merasa jengkel, Troy membuka ponselnya, memastikan tidak ada pesan yang terlewat. Siapa tahu Fenita mengabarinya bahwa dia terlambat atau terjadi sesuatu hal lainnya. Nihil, ponsel itu tidak menampakkann adanya aktifitas lain.     

Dengan berat hati Troy mengakui bahwa Fenita tidak akan datang. Fakta itu membuat hatinya sakit, harga dirinya terluka.     

"Kenapa sih Fe, susah banget ngajakin kamu ketemuan? Tau nggak kalo aku kangen sama kamu?" Troy memandangi kursi di depannya. Berharap sosok perempuan yang dirindukannya mengisi kekosongan di kursi itu, juga di hatinya.     

Pada akhirnya Troy memutuskan untuk pulang. Percuma dia menanti kedatangan gadis itu kalau faktanya setelah hampir satu jam menunggu, Fenita tidak datang.     

...     

Rasanya de javu. Datang ke restoran mewah untuk bertemu dengan Troy. Saat berdiri di depan pintu restoran, tiba-tiba saja Fenita teringat saat pertama kali bertemu dengan Troy. Dia yang saat itu tidak diijinkan masuk ke restoran karena berpenampilan kusut dan kumal. Berbeda dengan sekarang.     

Jumpsuit warna biru eletrik polos dengan offshoulder memamerkan pundak Fenita, memberi kesan sensual. Ditambah anting panjang yang menghiasi daun telinga Fenita terlihat tampak mahal. Penampilan yang berbanding terbalik dengan dirinya yang dulu.     

Dengan ramah, sang pelayan membukakan pintu untuk Fenita, menyambut gadis itu dengan ramah.     

"Ada yang bisa dibantu, Miss?" tanya sang pelayan ramah.     

"Aku ada janji dengan Tuan Fritz Mayer. Bisa tunjukkan dimana mejanya?" jawab Fenita tak kalah ramah.     

"Silahkan ikuti saya, Miss." lalu sang pelayan menunjukkan jalannya menuju meja yang sudah dipesan kakaknya.     

Saat berjalan ke arah meja tujuannya, Fenita melihat sosok yang familiar dimatanya. Itu Troy Darren.     

Mungkinkah dia sedang menunggunya untuk makan malam bersama? Pertanyaan itu berputar di kepala Fenita.     

Bukan tanpa alasan, karena sebelumnya Troy mengirimi pesan dan menunggunya di restoran ini karena beliau sedang makan malam. Tapi sampai detik ini Fenita belum membalas pesan itu. Apakah sikapnya ini bisa disebut tidak sopan?     

Begitu sampai di mejanya, Fenita langsung disambut hangat oleh kakaknya. Disana dia duduk menghadap kakaknya, namun sayangnya, arah pandangannya justru menghadap ke Troy.     

"Maaf aku mendadak mengajakmu makan malam disini. I really sorry." Fritz nampak sangat menyesal.     

Iya, itu karena belakangan ini dia sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memiliki waktu untuk bersama dengan adiknya. Bahkan untuk sekedar makan malam pun dia kesulitan menemukan waktu yabg tepat.     

"Aku tahu kakak sibuk. Aku cuma pengen kakak kaga kesehatan, jangan sampai sakit." ucap Fenita tulus.     

Fritz menggenggam tangan Fenita dengan lembut. Dia merasa sangat bersyukur karena memiliki adik yang baik dan pengertian.     

"Oh iya, kapan kakak akan mengenalkanku dengan kakak ipar?"     

Uhuk uhuk uhuk.     

Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Fritz sehingga membuat dirinya hilang kendali. Dan kenapa reaksinya harus berlebihan ketika mendengar pertanyaan Fenita?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.