Pejuang Troy [END]

Empat puluh tujuh



Empat puluh tujuh

0Kelas pengganti Mr. Darren dimulai tepat pukul tujuh malam.     
0

Semua mahasiswa yang mengikuti kelas beliau telah duduk dengan manisnya menanti kedatangan sang dosen. Tepat pukul 7.05 Troy memasuki ruang kelas yang kali ini terang benderang dengan lampu yang sudah dinyalakan.     

"Maaf semuanya, aku terlambat. Ada beberapa hal yang harus aku urus." permintaan maaf itu menjadi salam.     

Terlihat Troy yang masih mengenakan setelan jas tampak kesulitan bergerak. Itu dikarenakan jasnya sedikit kekecilan. Maklum saja, tidak ada perempuan yang akan membantunya untuk memilihkan ukuran yang tepat untuk jasnya. Ah, memikirkan wanita membuat Troy merasa sedih. Karena sejauh ini dia belum ada kemajuan apapun dengan Fenita.     

"Maaf, aku harus melepaskan jas karena sedikit kesulitan bergerak." ucap Troy sembari melepaskan jasnya, menaruhnya di meja.     

Suara pekikan tertahan menyambut Troy yang sedang menggulung lengan kemejanya. Apa yang dilakukan Troy terlihat seperti seorang model yang sedang melakukan peragaan busana. Sungguh indah dan menyejukkan mata. Bahkan tak ada yang akan mengira kalau Troy sebenarnya bukanlah seorang model, melainkan seorang CEO yang sedikit serius tapi baik hati.     

Kembali ke perkuliahan, Troy memberikan penjelasan tentang bab yang seharusnya mereka pelajari kemarin. Semua mahasiswa mendengarkan penjelasan Troy dengan seksama. Tak ada suara berisik ataupun gaduh yang mengisi kelas, berbeda dengan beberapa kelas yang terkadang menjadi objek pengamatan Troy.     

"Oke, ada pertanyaan?" ucap Troy, mengakhiri penjelasannya.     

Salah seorang mahasiswi mengangkattangannya.     

"Yes, please."     

"Sir, apa kalau anda sedang presentasi di kantor juga seperti ini?" tanya mahasiswi itu malu-malu.     

Troy menampakkan senyum manisnya sebelum menjawab. "Kurang lebih seperti itu. Tergantung apa yang sedang dibahas dan dengan siapa kita membahasnya."     

Benak para mahasiswi di kelas itu langsung melayang menjauhi kelas. Mereka membayangkan Troy yang sedang melakukan presentasi di kantornya, juga tentang dirinya yang memimpin rapat. Sungguh menggoda. Kesempurnaan yang dimiliki oleh sang dosen membuat mereka merasa iri dengan wanita yang sudah memilikinya.     

"Ada pertanyaan lain?"     

"Kemarin anda bilang akan ada pengumuman. Pengumuman apa itu?" seorang mahasiswi yang diingat Troy menganggu kegiatannya mengamati Fenita terlintas di kepala Troy.     

"Ah, soal itu." Troy akhirnya mengingat hal yang sepertinya terlupa. "Ini bukan bagian dari kelas formal. Aku hanya ingin kalian tahu bagaimana para eksekutif bergaul. Jadi aku mengundang kalian untuk ikut menghadiri makan malam yang akan diadakan malam minggu besok jam tujuh malam."     

Kali ini suara gemuruh kelas terdengar. Mereka seolah memberikan gumaman penuh kagum kepada Troy, membuat pria yang berdiri disana menjadi semakin meningkat percaya dirinya.     

"Ini nggak wajib. Aku hanya ingin membagi pengalaman saja. Kalau kalian ada wkatu luang, datanglah. Tidak akan rugi." Troy menambahkan.     

"Sir, apa kami harus berdandan?"     

"Apa ada dress code untuk acara itu?"     

"Apa yang harus kami persiapkan untuk bergabung?"     

"Apa ada materi khusus?"     

"Apa yang akan kita ambil pelajaran dari sana?"     

Berbagai macam pertanyaan mengalir setelah Troy menjelaskan lebih lanjut tentang acara makan malam itu. Bisa dimaklumi karena mungkin mereka belum pernah menghadiri acara makan malam yang Troy maksudkan. Tapi ada beberapa yang hanya mengangguk memahami karena sudah pernah ikut menjadi bagian dari malam seperti itu. Contohnya Fenita. Bukan, maksudnya Freya Mayer.     

"Aku lebih menyarankan kalian mengenakan pakaian terbaik kalian. Tampil formal dan sopan akan meningkatkan penilaian lawan bicara kalian dan juga kepecayaan diri kalian." Troy memandang mengelilingi kelas sebelum melanjutkan. "Kalian hanya harus beramah tamah dengan para tamu dan membuat perbincangan yang semenarik mungkin. Kalau bisa, kalian akan mendapatkan ilmu dari para tamu undangan. Semacam tips and trick."     

"Mungkin kita bisa mendengar langsung dari kalian yang pernah menghadiri acara seperti itu. Bagaimana, Miss Mayer?"     

Seluruh tatapan mata langsung menuju Fenita. Ada rasa puas bisa menjadikan istrinya sebagai pusat perhatian. Tapi nampaknya kepuasan itu tidak dirasakan oleh Fenita.     

"Ayo berbagi pengalaman dengan kami." bujuk salah seorang yang duduk di depan.     

Fenita tidak langsung bangkit. Dia mengamati situasi kelas terlebih dahulu. Menimbang apakah dia akan menuruti perintaan sang dosen atau menolaknya. Tapi melihat pandangan teman-temannya yang penuh harap, Fenita tidak kuasa untuk menolaknya. Perlahan Fenita bangkit dari duduknya dan berjalan menuju depan kelas. Berdiri dengan mantap disamping dosen meski itu membuatnya gugup.     

Menghembuskan napas beberapa kali sebelum mulai berbicara.     

"Nggak perlu ada yang persiapan spesial menurutku. Kita hanya berbincang-bincang dan beramah tamah dengan para tamu undangan. Kebanyakan mereka memang akan membicarakan tentang bisnis, tapi ada juga yang akan menghindari topik pembicaraan itu." Fenita berusaha mengatur napasnya agar tampak setenang mungkin.     

Troy yang mengamati Fenita dari samping hanya berdiri dan menyilangkan kedua tangannya di dada. Tak melakukan gerakan yang berarti, seolah dia adalah patung yang sengaja diletakkan di depan kelas. Bila pandangan orang akan tertuju padanya dengan penuh kekaguman, berbeda dengan dirinya yang menatap kagum perempuan yang berdiri disampingnya.     

"Gimana dengan pakaian mereka?" pertanyaan itu menghentikan langkah Fenita yang ingin kembali ke tempat duduknya. Dengan berat hati Fenita meladeni pertanyaan itu.     

"Well, kebanyakan mereka tampil sangat mengagumkan. Mungkin bisa dibilang acara itu adalah acara malam penghargaan Oscar-nya para pelaku bisnis. Para pria mengenakan setelan terbaik mereka, sedangkan para wanita akan mengenakan gaun yang cantik. Tapi tidak akan ada orang yang mengritik pakaian kalian, itu yang membedakan dengan malam penghargaan Oscar."     

"Terima kasih untuk penjelasannya, Miss Mayer." Troy meletakkan tangannya di pundak Fenita, membuat gadis itu tersentak kaget. Fenita lalu kembali ke tempat duduknya.     

"Seperti kata Miss Mayer, disana hanya akan ada perbincangan dan ramah tamah. Sama seperti kalian mengadakan pesta. Yang membedakan hanyalah tempat, tamu undangan dan suasana. Itu saja. Jadi aku harap kalian tidak terlalu terbebani dengan acara ini."     

Setelah memberikan penjelasan lebih rinci, para mahasiswa akhirnya paham apa yang akan mereka lakukan untuk mengikuti acara makan malam itu.     

"Oke, sampai disini dulu pertemuan kita. sampai jumpa besok Rabu dan Sabtu malam bagi yang ikut." lalu Troy pergi meninggalkan kelas. Merasa puas karena rencananya akan berjalan lancar.     

...     

Kelas pengganti berlangsung selama dua jam, sama seperti kelas biasa, tapi entah kenapa Fenita merasa tubuhnya sangat lelah. Setelah sampai rumah, dia langsung menjatuhkan dirinya di tempat tidur dan mencoba menghilangkan kelelahannya.     

"Tumben pulang malam?" Fritz berdiri di pintu kamar Fenita, menyapa adiknya yang baru saja pulang.     

"Iya, ada kelas pengganti, dan dosennya bisanya malam." jawab Fenita sambil bangun.     

"Kenapa? Apa pihak kampus tahu tentang kegiatan kalian?"     

Fenita menganggukkan kepalanya mantab. "Iya, pihak kampus tahu. Itu karena dosennya sibuk, beliau adalah dosen pengganti, menggantikan Professor Kendrick yang sedang melakukan penelitian."     

Fritz sebenarnya ingin mengajukan protes karena Fenita harus pulang malam, tapi dia mengurungkan niatnya karena melihat Fenita baik-baik saja. Bahkan dia merasa adiknya tidak keberatan mengikuti kelas pengganti malam hari. Apa ini artinya dia sedang jatuh cinta?     

"Istirahatlah, biar besok bisa ikut kuliah pagi."     

Lalu Fritz kembali ke kamarnya, mengeluarkan ponselnya yang tersimpan di laci mejanya.     

'Jo, apa Freya sedang jatuh cinta? Kok kayanya dia terlihat beda. Siapa laki-laki yang lagi deket sama adikku?'     

Dalam keheningan malamFritz menunggu balasan dari Jovita. Hanya Jovita yang bisa menjadi 'mata' untuknya selama di kampus. Itupun tidak bisa setiap hari karena ada beberapa mata kuliah yang berbeda dengan Freya. Meski begitu Fritz tetap merasa tenang karena ada orang lain yang akan menjaga Freya selama dia tidak ada di dekatnya.     

'Biasa aja, Kak. Dia malah sibuk jadi ketua kelas sekarang.' Balasan yang dinantikan datang.     

'Aku harap kamu tidak menyembunyikan sesuatu. Terima kasih Jovita.'     

Sedikit rasa kecewa menghampirinya karena mengetahui sang adik belum memiliki teman dekat yang berjenis kelamin laki-laki, tapi Fritz masih belum bisa membiarkan adiknya menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Terlebih setelah kegagalan yang kemarin. Fritz saja yang hanya bisa menyaksikan merasa trauma dan menyesal, bagaimana dengan Freya yang mengalaminya?     

Dia hanya ingin adiknya fokus kuliah dan merasakan bagaimana menjadi seorang wanita karir. Nanti bisa waktu yang dirasa cukup tepat, dia akan dengan senang hati mendukung kisah asmara adiknya itu. Tentu saja seleksi panjang harus siap ditempuh oleh lelaki manapun yang akan menjadi pendamping Freya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.