Monarki Ilahi Kuno

Sebuah Momen di tengah Salju



Sebuah Momen di tengah Salju

0

Berita dari Graha Senjata Dewa itu dipastikan telah mengguncang seluruh Ibukota Kerajaan. Para pendekar selalu sibuk mencoba menembus tingkat yang lebih tinggi, jadi bagaimana mereka punya waktu untuk memahami aksara dewa, apalagi mempelajari proses penulisannya? Biasanya, para ahli senjata tingkat tuan guru semuanya adalah orang-orang tua yang telah menghabiskan banyak waktu untuk memahami aksara dewa serta proses penulisannya.

0

Tentu saja, para pendekar dengan jiwa astral jenis penempaan senjata akan memiliki keuntungan luar biasa dalam hal ini. Tetapi meskipun demikian, jika mereka ingin menuliskan aksara dewa tingkat ketiga, mereka masih harus berusaha dan belajar selama puluhan tahun sebelum mereka bisa menuliskan aksara dewa tingkat ketiga. Sekarang ada berita tentang seorang tuan guru ahli senjata, penulis aksara dewa tingkat ketiga yang belum menginjak usia 20, bagaimana mungkin hal itu tidak mengejutkan?

Berita ini sangat penting bagi dunia para ahli senjata dan membuat Negeri Chu menjadi pusat perhatian. Untuk membuat senjata dewa tingkat ketiga, seseorang membutuhkan ahli senjata yang memiliki banyak pengalaman, selain bahan berharga dan bernilai tinggi untuk menempa bakal senjata.

Itulah, mengapa hanya ada sedikit sekali ahli senjata tingkat ketiga. Karena tak banyak orang yang bisa menulis aksara dewa tingkat tiga.

Aksara dewa adalah langkah terakhir dan paling penting dalam penempaan senjata dewa.

Dan terlebih lagi, ketika banyak pihak yang berpengaruh mulai melakukan penyelidikan untuk mencoba mencari tahu siapa sebenarnya jenius muda ahli senjata itu, Graha Senjata Dewa habis-habisan mengunci rapat informasi ini. Jelas bahwa informasi yang menyebar dengan cepat itu telah tanpa sengaja dibocorkan oleh seseorang dari dalam Graha Senjata Dewa. Seseorang itu tidak lain adalah seorang magang, dan saat ini, Graha Senjata Dewa bahkan telah mengasingkan siswa magang itu di lokasi yang aman.

Tempat tinggal Qin Wentian dijaga ketat oleh banyak penjaga. Yang Cheng terus menerus berada di situ, bersikeras mengikuti perkembangan Qin Wentian, membuat Qin Wentian tidak bisa berkata-kata.

"Tuan Guru Qin, jika kau setuju bergabung dengan Graha Senjata Dewa, di masa depan, semua batu meteor Yuan yang kau butuhkan untuk kultivasi akan sepenuhnya kami sediakan," Yang Cheng menawarkan dengan antusias. Sejak Yang Cheng tahu bahwa Qin Wentian dapat menulis aksara dewa tingkat ketiga, ia tidak pernah meninggalkan sisi Qin Wentian, dengan antusias membuat penawaran dan menawarkan segala macam persyaratan.

Seorang anak berusia 17 tahun yang bisa menulis aksara dewa tingkat ketiga? Manusia seperti apa dia? Dalam sejarah Negeri Chu, tidak pernah ada seseorang yang bisa mencapai prestasi seperti itu. Jadi untuk hal ini, Yang Chen sangat jelas apa yang harus ia lakukan.

"Aku bisa mendapatkankan batu meteor Yuan yang cukup untuk kultivasi tanpa harus bergabung dengan Graha Senjata Dewa." Qin Wentian dengan yakin menjawab, "Aku tidak mengharapkan bantuan batu meteor Yuan."

"Aku mengerti," Yang Chen tersenyum, sambil melanjutkan. "Maksudmu wanita cantik, kan? Aku pasti akan mencoba yang terbaik untuk memuaskan keinginan Tuan Guru Qin."

Setelah itu, Yang Chen bahkan mengedipkan matanya dengan cabul kepada Qin Wentian, hal ini membuat garis-garis hitam muncul di seluruh wajah Qin Wentian.

"Tuan Yang, Anda bisa memanggilku Wentian." Qin Wentian tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya. Tuan Guru Qin terdengar terlalu norak.

"Yang Chen, bagaimana obrolanmu dengan Tuan Guru Qin?" Saat itu, sebuah suara yang renyah bergema. Mendengar suara ini, wajah Yang Chen menjadi serius, lalu ia menatap Qin Wentian dan berkata, "Tuan Guru Qin, wakil ketua Graha Senjata Dewa telah datang secara pribadi untuk berbicara dengan Anda."

Qin Wentian juga terkejut. Mengingat status yang dimiliki Graha Senjata Dewa, jabatan wakil ketua pastilah dijabat oleh seseorang yang luar biasa.

Saat itu, Qin Wentian melihat seorang wanita cantik berjalan masuk. Wanita ini berusia sekitar 25 tahun dan memiliki penampilan yang sangat istimewa, dengan kulit putih susu. Sosoknya sangat menawan; hanya dengan sekali pandang akan menyebabkan hati yang memandangnya akan campur aduk.

"Sungguh seorang pemuda yang tampan, aku akan memanggilmu Wentian saja. Namaku An Liuyan. Jika kau tidak keberatan, panggil saja aku Kakak Yan." Suara wanita itu terdengar renyah dan merdu, dan seperti berisi kekuatan khusus, membuat mereka yang mendengar suaranya merasa sangat nyaman. Hanya kalimat pertama yang diucapkannya sudah memperpendek jarak antara dirinya dan Qin Wentian.

"Kakak Yan." Qin Wentian tersenyum ketika ia membalas salam.

"Yang Cheng ini tidak tahu bagaimana menerima tamu dengan baik, jangan salahkan dia. Aku di sini karena aku ingin memberitahumu bahwa mulai sekarang, kau dipersilakan untuk menggunakan semua persediaan sumber daya kultivasi Graha Senjata Dewa, termasuk seni kultivasi, teknik alami, dan bahkan aksara dewa tingkat tinggi. Sementara itu, untuk batu meteor Yuan yang mungkin kau butuhkan untuk kultivasi, berapapun jumlahnya, Graha Senjata Dewa akan menyediakan semuanya. Tidak hanya itu, semua rahasia Graha Senjata Dewa akan dibuka juga untukmu, dan jika kau membutuhkan bantuan, Graha Senjata Dewa akan mengirimkan pendekar kondisi Yuanfu untuk membantumu dalam hal apapun yang kau butuhkan."

An Liuyan tersenyum ringan saat ia berbicara. Di sampingnya, Yang Chen dan Francis bergetar. Kondisi ini ….

"Apa yang harus aku lakukan?" Qin Wentian sangat jelas bahwa tidak ada yang namanya makan siang gratis di dunia ini.

"Graha Senjata Dewa tidak mengajukan persyaratan untukmu." Senyum Liuyan seperti bunga mekar yang indah. Ia memberikan medali kepada Qin Wentian. "Medali ini akan memberimu wewenang dan fasilitas setara wakil ketua Graha, seperti aku."

Qin Wentian tidak mengulurkan tangannya untuk menerimanya. Melihat hal ini, An Liuyan berjalan, mengangkat tangan Qin Wentian, dan langsung menggenggamkan medali itu ke tangannya.

"Teman kecil, aku ingin melihat apakah kau punya keberanian untuk menikmati 'makan siang gratis' ini." Mata Liuyan yang indah mengedip pada Qin Wentian sebelum ia tertawa dan pergi, meninggalkan Qin Wentian yang tidak bisa berkata-kata.

Meskipun Graha Senjata Dewa tidak mengajukan persyaratan pada dirinya, seperti yang dikatakan An Liuyan. Apakah ia punya keberanian untuk menikmati 'makan siang gratis' yang mereka berikan?

Sikap Graha Senjata Dewa terhadap Qin Wentian diputuskan setelah menganalisis dan menyelidiki latar belakang, kepribadian, dan pengalaman Qin Wentian. Hanya setelah itu mereka memutuskan untuk menghabiskan segala sumber daya untuk 'menjeratnya'.

"Adik Wentian, di masa depan, jangan ragu untuk mencariku jika kau membutuhkan sesuatu." Yang Chen menatap dalam kepada Qin Wentian, saat ia diam-diam memuji pesona wakil ketua Graha-nya. Tawarannya tidak menyisakan ruang bagi Qin Wentian untuk menolak.

"Sial, sepertinya aku sudah jatuh ke dalam perangkap mereka." Setelah Yang Chen pergi, Qin Wentian memandang ke arah medali di tangannya. Baru sekarang ia menyadari bahwa sejak An Liuyan masuk, dari awal sampai akhir, ia hanya memiliki kesempatan untuk mengucapkan satu kalimat, ia tidak sempat menolak. Semuanya terjadi begitu alami.

Meskipun kondisi yang ditawarkan kepadanya dapat dianggap sempurna, Qin Wentian juga mengagumi cara mereka melakukan pendekatan.

"Aku akan berjalan-jalan di luar," kata Qin Wentian kepada Francis lalu melangkah keluar. Langit masih dihiasi oleh kepingan salju yang indah. Qin Wentian mengangkat kepalanya ketika ia menatap langit, bertanya-tanya kapan salju musim dingin ini akan berakhir.

Selama beberapa hari terakhir ini, Qin Wentian telah merasa sangat tegang, jadi ia memutuskan untuk berjalan-jalan di luar untuk melonggarkan pikirkan.

Tanpa sadar, langkahnya membawanya ke aula utama Graha Senjata Dewa. Meskipun salju turun di luar, di bagian dalam aula terasa hangat dan nyaman. Ketika ia mengintip, ia bisa melihat banyak orang sedang memilih senjata dewa yang cocok.

Memasuki aula utama, Qin Wentian mengedarkan pandangannya, dan tepat ketika tatapannya mendarat di sudut aula yang jauh, matanya tertumbuk pada seseorang yang familiar, seseorang yang sudah lama tidak ia lihat.

Perkumpulan Sungai Bintang, Tuan Guru Murin.

Indra seorang pendekar cukup tajam. Murin bisa merasakan seseorang sedang menatapnya. Saat ia menoleh dan melihat Qin Wentian, keheranan berkedip di matanya. Namun, ia segera pulih, menunjukkan senyum menghina di wajahnya.

"Aku dengar kau mengatakan pada Gretchen untuk memberiku peringatan. Aku juga dengar bahwa kau adalah sumber banyak keributan di perguruan. Sekarang kau masih bisa muncul di depanku, dalam keadaan hidup, keberuntunganmu memang tidak buruk."

Ekspresi Murin sama seperti di Kota Langit Selaras. Beracun dan kejam, dengan kesombongan terukir di tulangnya. Saat itu ketika Qin Wentian tidak setuju untuk menjadi muridnya, ia merencanakan untuk menjebaknya, memancing para anggota Klan Qin mencari perlindungan di Perkumpulan Sungai Bintang. Akibatnya, banyak yang kehilangan nyawa.

Dari awal hingga akhir, Murin tidak pernah sekalipun menganggap Klan Qin sebagai manusia. Baginya, itu hanyalah alat untuk digunakan sesuka hatinya.

Jika itu terjadi di masa lalu, Qin Wentian pasti sudah meledak dalam kemarahan. Tetapi sekarang, seiring berjalannya waktu, meskipun api kemarahan dan kemurkaan masih membara di dalam hatinya, ekspresinya yang keluar tetap tenang dan tidak terganggu, seolah kata-kata Murin tidak mampu mengganggunya.

"Aku pernah mendengar bahwa Tuan Guru Murin adalah seorang ahli senjata yang berasal dari Perkumpulan Sungai Bintang. Apa yang kau lakukan di sini? Jangan bilang kau perlu membeli senjata dewa?"

"Kapan kau punya hak untuk ikut campur dalam urusanku?" Murin menjawab dengan sinis. Alasan kedatangannya tentu saja bukan untuk membeli senjata dewa. Ia berada di sini karena ingin melihat apakah ia bisa menemukan informasi mengenai jenius ahli senjata yang bisa menuliskan aksara dewa tingkat ketiga.

Saat itu, Qin Wentian sudah bisa menuliskan aksara dewa tingkat kedua yang sederhana, tetapi Murin tidak berani bertanya pada Qin Wentian mengenai informasi orang yang sedang ia coba cari.

Bagaimanapun, belum satu tahun berlalu. Sebagai seorang ahli senjata, tentu saja ia tahu betapa sulitnya mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam memahami aksara dewa. Bahkan baginya, ia telah terjebak pada level seorang ahli senjata tingkat kedua dalam jangka waktu yang lama tanpa sedikitpun harapan dapat menembus ke tingkat selanjutnya terkait dengan pemahaman aksara dewa tingkat ketiga.

"Urusan Tuan Guru Murin, tentu saja, aku tidak akan ikut campur. Aku hanya berharap bahwa Tuan Guru Murin masih ingat tindakan keji yang kau lakukan di Kota Langit Selaras. Waktu pembalasan akan tiba untukmu, cepat atau lambat."

Qin Wentian tertawa. Murin menanggapinya dengan dingin dan mendengus, "Semoga saja kau masih hidup sampai hari itu."

Setelah ini, Murin mengibaskan lengan bajunya dan pergi. Karena Qin Wentian secara terbuka menyebut statusnya sebagai ahli senjata dari Perkumpulan Sungai Bintang, ia tidak berani untuk berlama-lama disitu, apalagi terseret dalam perdebatan dengan seorang junior dari kalangan generasi muda. Jadi, ia hanya bisa memilih untuk pergi.

"Salju. Bagaikan selimut putih yang basah." Gumam Qin Wentian, saat ia melangkah keluar dari Graha Senjata Dewa, berjalan perlahan sambil mengagumi salju yang turun dengan indahnya.

Setelah berjalan selama beberapa saat, Qin Wentian tidak tahu di mana ia berada. Saat ia mengalihkan pandangannya ke cakrawala, ia melihat tubuh putih kecil berlari cepat, berkamuflase di dalam salju. Ketika sesuatu yang kecil itu mendekati Qin Wentian, ia berubah menjadi bayangan kabur yang melompat ke pelukan Qin Wentian.

"Bajingan Kecil." Qin Wentian tertegun, tapi lalu ia mendekap Bajingan Kecil ke dalam pelukannya. Senyum kegembiraan muncul di wajahnya. "Teman kecil, apa yang kau lakukan di sini?"

Tak lama setelah itu, Qin Wentian mengangkat kepalanya dan memperhatikan bahwa sebuah siluet yang anggun berjalan dan berhenti di depannya.

Di bawah salju yang turun, siluet yang anggun itu dibalut pakaian yang berwarna putih yang paling putih, menutupi sosoknya yang sempurna. Wajahnya dilengkapi dengan semua fitur yang indah, begitu indah sehingga mampu menjatuhkan sebuah kerajaan.

Mo Qingcheng berhenti di depan Qin Wentian dan sedikit menundukkan kepalanya, tersenyum malu-malu.

Ia kemudian mengangkat kepalanya, mengungkapkan kecantikan wajahnya yang terpahat dengan sangat sempurna. "Mari kita berkenalan sekali lagi. Namaku Mo Qingcheng."

"Aku Qin Wentian."

Qin Wentian menampilkan senyum lembutnya saat ia memandangi wajah indah Mo Qingcheng. "Terima kasih karena telah menyelamatkanku di pinggir Kota Langit Selaras hari itu."

"Tak usah disebutkan. Teman kecil yang menggemaskan ini yang membawaku ke tempatmu," Mo Qingcheng tersenyum, "Bagaimana kalau kita duduk di sana?"

"Baiklah," Qin Wentian mengangguk. Mereka berdua berjalan menuju ke sebuah pohon tua. Qin Wentian melepaskan pakaian luarnya yang terbuat dari kulit binatang, lalu meletakkannya di tanah, dan menggunakannya sebagai alas tempat mereka berdua duduk, punggung mereka bersandar di pohon.

Mo Qingcheng menatap Qin Wentian, tapi ia tidak tahu harus berkata apa. Akibatnya, ia hanya bisa mengulurkan tangannya, membiarkan kepingan salju jatuh dan berkumpul di tangannya. Dengan senyum tipis, ia berkata, "Salju ini sangat indah ya."

"Benar." Qin Wentian mengangguk tetapi tidak melanjutkan berkata apa-apa saat ia diam-diam mengagumi pemandangan indah dari salju yang turun.

Bajingan Kecil berbaring di tanah di antara mereka, seolah-olah tertidur. Seorang pemuda tampan dan seorang gadis yang cantik mengagumi salju bersama. Adegan ini seperti potret yang indah, yang membuat setiap orang lewat menolehkan pandangan dengan perasaan iri.

Adegan yang indah ini bertahan selama beberapa saat sebelum Mo Qingcheng menoleh, menatap Qin Wentian. Qin Wentian juga menoleh untuk menatap Mo Qingcheng, tersesat dalam kecantikannya yang mempesona.

"Kau benar-benar bodoh." Mo Qingcheng tersenyum. Ia berdiri dan berjalan pergi. Siluetnya yang anggun secara perlahan menghilang di tengah-tengah salju yang turun.

"Bodoh?" Qin Wentian tertegun.

"Apakah aku bodoh?" Qin Wentian bertanya pada dirinya sendiri ketika ia melihat Bajingan Kecil, yang sekali lagi melompat ke pelukannya, hanya untuk melihat Bajingan Kecil menganggukkan kepalanya tanda setuju. Garis hitam muncul di wajah Qin Wentian. Bajingan Kecil ini memang benar-benar bajingan kecil!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.