Monarki Ilahi Kuno

Waktu Itu seperti Mimpi



Waktu Itu seperti Mimpi

0

Qin Wu tentu saja mengerti apa yang dimaksud Chu Wuwei.

0

Kemarahan Istana Sembilan Mistis telah turun pada Klan Kerajaan Chu dan Perguruan Bintang Kekaisaran semuanya karena kematian Xiao Lan, dan karena itu mengurangi kekuatan kedua belah pihak, menyingkirkan Penguasa Timba Langit di kedua belah pihak. Satu-satunya yang paling diuntungkan, tidak diragukan lagi adalah Qin Wu.

"Jenderal Qin, tarik pasukan Anda keluar dari Ibukota Kerajaan sesuai dengan perjanjian kita. Aku tidak punya keinginan untuk membalas dendam di masa lalu. Biarkan saja kebencian generasi yang lalu menghilang seperti angin," Chu Wuwei berbicara tenang. Qin Wu menatap Chu Wuwei diam-diam, saat kilatan membunuh melintas di matanya.

"Jenderal Qin, Qin Wentian tidak sesederhana itu. Ia sudah menyimpulkan banyak hal, hanya saja dia tidak ingin terlalu banyak bicara. Jika Anda bersikeras untuk berpegang teguh pada jalan Anda, Anda harus siap bahwa ia dapat memutuskan hubungannya dengan Klan Qin Anda. Membunuh saya di sini sekarang sama dengan Anda mengakui bahwa saat itu, pria bertopeng yang menikam Qin Wentian di jantungnya, dikirim atas perintah Anda."

Tatapan Chu Wuwei menajam, menatap Qin Wu. Hari itu selama bentrokan antara Klan Kerajaan dan Perguruan Bintang Kekaisaran, Qin Wentian hampir terbunuh. Karena upaya pembunuhan itu, hubungan antara Klan Kerajaan dan Perguruan Bintang Kekaisaran menjadi seperti air dan api. Dan hal itu sudah mempertimbangkan fakta bahwa Qin Wentian tidak mati. Jika Qin Wentian meninggal saat itu, Perguruan Bintang Kekaisaran pasti akan menggila dan menyerbu Klan Kerajaan, dan akan jatuh banyak korban dan kehancuran total di kedua pihak.

Qin Wu menatap Chu Wuwei dalam diam, mukanya dingin. Setelah sekian lama, ia tersenyum dan berkata, "Baik, baik. Aku tidak pernah memperlakukan Chu Tianjiao sebagai lawanku, namun aku tidak menyangka bahwa terlepas dari semua rencana dan persiapanku, aku masih tetap kalah dari pangeran sulung yang tidak menonjol dan tidak ingin bergabung untuk merebut kekuasaan. Chu Wuwei, kau menang."

Setelah berbicara demikian, Qin Wu berbalik dan berjalan pergi.

Qin Wentian mengikuti Qin Wu, melihat bahwa percakapan antara Qin Wu dan Chu Wuwei telah selesai.

Akhirnya semuanya telah ditentukan.

"Teruskan perintahku, bersiap untuk mundur ke luar Ibukota Kerajaan." Qin Wu kembali ke tempat awal ia berdiri, lalu memberi perintah dengan suara keras. Pasukan di sekitarnya semua terpana dengan keputusannya. Mereka memalingkan wajah memandang Qin Wentian, tidak bisa tidak menghela napas panjang lalu mematuhi perintah Qin Wu.

Apakah Qin Wentian telah mengambil keputusan?

"Wentian." Qin Chuan tidak pergi, menatap bayangan putranya di angkasa.

Qin Wentian turun, mendarat di samping Qin Chuan sambil tersenyum meminta maaf, "Ayah, putramu ini tidak berbakti."

"Anak bodoh." Qin Chuan mengusap Qin Wentian di kepalanya. Di matanya, tidak peduli bagaimana tindakan Qin Wentian, ia akan selalu menjadi anak kecil baginya. Qin Wentian adalah putranya, dan harga dirinya.

"Setelah jalan kita terpisah, aku tidak akan lagi bisa membantumu. Kau harus mengurus diri sendiri." Qin Chuan menghela nafas.

"Jangan khawatir, Ayah, aku akan sering kembali ke Kota Langit Selaras untuk mengunjungimu." Qin Wentian memegang tangan ayahnya, menggenggamnya erat. Bagaimanapun kepribadian Qin Wu, Qin Chuan akan selalu menjadi ayahnya.

"Hei anak kecil, kau sudah dewasa." Qin He dan Qin Ye menyeringai lalu datang menghampiri.

Melihat lengan Qin He yang puntung, Qin Wentian merasakan perasaan yang tak terlukiskan di hatinya. Ini adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah perebutan kekuasaan. Dia bertanya-tanya apakah Qin Wu akan merasa malu atas tindakannya sendiri.

Qin Wentian menarik napas dalam-dalam lalu berjalan ke depan untuk merangkul paman kedua dan ketiga ke dalam pelukan. "Paman Kedua dan Paman Ketiga, jaga dirimu baik-baik di masa depan."

"Jangan kuatirkan kami!" Qin He tersenyum lepas, seolah-olah kehilangan lengan tidak mengganggunya.

"Saat kau menjelajahi dunia, ingatlah untuk tetap bersikap rendah hati. Berhati-hatilah dalam segala hal yang kau lakukan," perintah Qin He.

"Bocah bau, jika kau telah meraih prestasi besar di masa depan, jangan lupakan tentang paman ketigamu ini." Qin Ye tertawa keras sambil menepuk Qin Wentian di bahunya.

Mereka telah melihat Qin Wentian mendaki setiap langkahnya dari seorang yang tak mampu berkultivasi hingga mencapai taraf dimana bakatnya telah dibangunkan. Sekarang Qin Wentian telah mencapai hingga ke tahap seperti sekarang ini, mereka benar-benar merasa bersyukur. Qin Wentian berasal dari Klan Qin, dan meskipun ia tidak memberikan kekuasaan kepada mereka, itu tidak akan mempengaruhi perasaan kekerabatan mereka terhadapnya.

Orang-orang dari Klan Qin semuanya memiliki berkarakter yang kuat.

"Mhm." Qin Wentian mengangguk dengan berat.

"Haha, sudah cukup dari kami, masih ada bocah yang ingin berbicara denganmu." Qin He dan Qin Ye menepi lalu seorang gadis cantik terlihat melangkah ke arah Qin Wentian. Orang ini, tidak lain adalah kakak perempuannya, Qin Yao.

"Kakak, kau tetap saja cantik mempesona, bahkan saat mengenakan baju perang sekalipun." Qin Wentian tersenyum.

"Aku tidak mempan dengan gombalan seperti itu." Qin Yao mendelikkan matanya lalu tersenyum, "Apa rencanamu ke depan?"

"Aku berencana untuk merantau ke Kekaisaran Xia yang Agung dalam waktu dekat," jawab Qin Wentian.

"Mhm, mengingat besarnya bakatmu, keputusanmu itu sudah benar. Negeri Chu terlalu kecil untukmu." Qin Yao mengangguk setuju. "Namun, bukankah itu berarti akan sangat sulit bagi kami untuk bertemu denganmu di masa depan?"

Memikirkan hal ini, sedikit kesedihan yang samar bisa terlihat di mata Qin Yao. Keduanya tumbuh bersama dan sangat merasa dekat.

"Bagaimana itu bisa terjadi? Bagaimana aku tahan jauh dari kakakku yang cantik dalam waktu yang lama," canda Qin Wentian, mencoba menutupi kesedihannya. Qin Yao mengerti niatnya. Ia melangkah maju dan bergerak mendekat lalu berjingkat dan mendaratkan sebuah ciuman di dahi Qin Wentian.

Setelah itu, Qin Yao lari sambil memalingkan kepalanya dan terkikik, "Bocah nakal, ingatlah untuk kembali dan sering-sering kunjungi kakakmu di masa depan."

Melihat Qin Yao yang melangkah semakin jauh, Qin Wentian mengangguk berat.

Pasukan Klan Qin perlahan meninggalkan tempat itu. Qin Wu bahkan tidak mengucapkan sepatah kata perpisahan pun atau berinteraksi dengan Qin Wentian. Mungkin ia menyalahkan Qin Wentian, atau mungkin ia malu atas semua yang telah ia lakukan. Tapi bagaimanapun, Qin Wentian tahu bahwa Qin Chuan, Qin He, Qin Ye dan Qin Yao akan selalu menjadi keluarganya.

Agar tidak mempengaruhi ikatan keluarga mereka, akan lebih baik untuk membiarkan masa lalu menjadi masa lalu.

Seperti yang dikatakan Chu Wuwei pada Qin Wu, Qin Wentian tidak sesederhana itu. Ia sudah menyimpulkan kebenaran banyak hal, tetapi memilih untuk melupakan masalah ini akan lebih baik untuk semua orang.

Dengan kepergian pasukan Qin dan kejatuhan Chu Tianjiao; Qin Wentian percaya bahwa dengan kemampuan Chu Wuwei, ia akan dengan mudah dapat mengendalikan segala konsekuensi berikutnya. Tidak ada yang lebih memahami mengenai berbagai faksi kekuatan di Negeri Chu daripada Chu Wuwei.

Chu Wuwei berjalan ke sisi Qin Wentian lalu tersenyum padanya. "Beri aku waktu untuk menyelesaikan akibat yang ditimbulkan oleh perang ini. Aku akan mentraktirmu anggur ketika semua sudah tertangani."

"Baik." Qin Wentian tersenyum, saat dia juga, melangkah pergi.

Orang-orang dari Klan Ouyang dan Paviliun Awan Hijau menemani Qin Wentian saat mereka bersama-sama pergi. Sedangkan Qing'er dengan kecantikannya yang fana, ia sudah lama menghilang dari pandangan. Badai yang telah melanda Negeri Chu, akhirnya berakhir.

Qin Wentian memilih untuk menghilang dari mata publik, namun potongan desas desus dan berita tentang dirinya menyebar seperti api di seluruh Negeri Chu.

Belum dua tahun berlalu sejak pemuda ini datang ke Ibukota Kerajaan, namun ia cukup mampu untuk menulis ulang sejarah Negeri Chu.

Tidak ada seorang pun di Negeri Chu yang tidak tahu namanya. Disebutkan bahwa ia membunuh Luo Qianqiu, seorang jenius dari Istana Sembilan Mistis di tingkat kedua Yuanfu hanya dalam sepuluh napas.

Ia juga disebut-sebut sudah menghancurkan Chu Tianjiao dengan kekuatan absolutnya.

Disebutkan juga bahwa Qin Wentian, yang memegang kekuasaan menentukan pemerintahan di tangannya, telah memilih Chu Wuwei daripada klan Qin-nya sendiri.

Tentu saja, kabar burung dan berita itu semakin dibesar-besarkan seiring berjalannya waktu, tetapi satu hal yang pasti; Qin Wentian adalah orang telah menentukan kendali pemerintahan Chu.

Angin semilir berhembus ke hamparan tanah yang luas yang menjadi Ibukota Kerajaan. Setelah Chu Wuwei dibaptiskan sebagai Kaisar, ia segera mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa karena tindakan yang dilakukan ayahnya, kaisar sebelumnya, Klan Qin telah teraniaya dan ditekan sedemikian rupa sehingga mereka terpaksa memberontak. Alasan di balik tindakan mereka dapat dimengerti, tidak ada hukuman atau kesalahan akan dituduhkan kepada mereka yang telah mendukung Klan Qin. Tidak hanya itu, Qin Wu diberikan gelar sebagai Raja, dan mengambil alih posisi Raja Wu dan diberikan hak mengatur pemerintahan Kota Langit Selaras dan lebih dari sepuluh kota lainnya. Pasukan di bawah komando Klan Qin diperintahkan untuk kembali dan menjaga perbatasan, untuk tidak diperbolehkan meninggalkan tempat tanpa izin.

Pada saat yang sama, pembangunan kembali Perguruan Bintang Kekaisaran dimulai untuk membangun kembali posisi mereka sebagai perguruan beladiri nomor satu di Negeri Chu. Chu Wuwei sendiri diberikan posisi sebagai tetua kehormatan oleh Ren Qianxing dan akan mengajar dan membimbing siswa dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan banyak orang berspekulasi, bukankah Chu Wuwei memiliki meridian yang lumpuh dan tidak dapat berkultivasi? Bagaimana ia bisa membimbing para siswa?

Setelah keputusan kaisar disahkan, Raja Wu, Qin Wu, mengalihkan pandangannya ke Ibukota Kerajaan lalu memimpin pasukannya pergi. Pandangan sekilas itu mengandung segudang emosi, terlalu rumit untuk diuraikan.

Hidup dan mati ditentukan oleh takdir, kekayaan dan kemakmuran ditentukan oleh langit!

Jika ia tahu Qin Wentian akan menjadi sangat kuat hari ini, ia pasti akan merencanakan berbagai hal secara berbeda.

Sayangnya, semuanya telah berakhir. Chu Wuwei bukan Chu Tianjiao dan tidak akan memberinya kesempatan untuk memobilisasi pasukannya lagi. Dalam pertaruhan kali ini, ia bisa dengan jelas merasakan betapa tangguhnya Chu Wuwei. Dalam hal kecerdasan dan strategi, Chu Wuwei tak tertandingi di Negeri Chu.

Qin Wu telah melewatkan sebuah kesempatan ia punyai untuk menjadi Kaisar; ia tidak akan pernah memiliki kesempatan lagi.

Hati Qin Wu dipenuhi dengan penyesalan, serupa dengan penyesalan di hati orang-orang Klan Bai.

Bai Qingsong dan Bai Xiaxue, berdiri di luar sebuah rumah mewah. Rumah Klan Ye yang dulu terkenal sekarang sepi, memancarkan aura yang dingin tanpa keceriaan.

"Klan Ye telah sirna." Setelah Bai Qingsong menghancurkan kultivasinya, ia menjadi terlihat sangat tua. Dengan kepala yang dipenuhi rambut putih, ia menatap dengan tenang ke arah Rumah Besar Klan Ye dengan perasaan yang tak terlukiskan di hatinya.

Bai Xiaxue mengangguk setuju. Klan Ye telah selesai.

Dalam pertaruhan ini, Klan Ye telah memilih untuk berpihak pada Chu Tianjiao. Pasukan mereka benar-benar hancur dalam perang itu dan setelah semuanya selesai, Chu Wuwei merestrukturisasi kewenangan dan kekuasaan di Ibukota Kerajaan, membuat Klan Ye terpuruk dari kemuliaan ke dalam kemelaratan.

Mereka telah kehilangan segalanya.

"Urusan dunia tidak dapat diprediksi," Bai Qingsong sangat menyesalinya. Siapa yang akan mengira bahwa Klan Ye yang termasyhur, nomor kedua setelah Klan Kerajaan di masa lalu, akan tumbang begitu cepat? Dan siapa yang akan membayangkan bahwa Klan Qin yang dalam bahaya ketika itu, akan benar-benar menjadi sebuah kekuatan yang mampu menyapu semua yang ada di Negeri Chu?

Juga, siapa yang pernah menduga bahwa seorang pemuda dengan meridian lumpuh dan tak dapat berkultivasi dulu itu, bahkan tidak butuh waktu dua tahun untuk menjadi seseorang yang mampu menentukan nasib Negeri Chu.

Jika ia bisa memprediksi masa depan, bagaimana dirinya, Bai Qingsong, seharusnya membuat pilihan saat itu?

"Waktu itu seperti mimpi …." Bai Qingsong berbalik saat ia melangkah pergi. Wajahnya berubah keriput, punggungnya bungkuk karena usia.

Menyaksikan betapa drastisnya perubahan dari penampilan ayahnya yang menjadi sosok lelaki tua yang lemah, Bai Xiaxue menangis tanpa suara, air mata membasahi wajahnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.