Monarki Ilahi Kuno

Tuan Muda Kedua yang Tak Berguna



Tuan Muda Kedua yang Tak Berguna

0

Chu Wuwei dengan cepat membereskan masalah yang tersisa dan memprioritaskan pembangunan kembali Perguruan Bintang Kekaisaran.

0

Pemenang utama dari pertarungan perebutan kekuasaan kerajaan ini sebenarnya adalah Chu Wuwei, orang yang terlemah dari semua kekuatan yang bersaing memperebutkannya. Dari sini, terlihat seberapa mumpuninya Chu Wuwei, prestasinya yang luar biasa membuat warga Negeri Chu merasa bersyukur dalam hati mereka.

Di Perguruan Bintang Kekaisaran, Qin Wentian memandang kebangkitan perguruan itu dari sejumlah bangunan yang sedang dibangun kembali. Perguruan Bintang Kekaisaran memulai kembali perekrutan siswa baru dan menerima kembali siswa angkatan sebelumnya yang kembali untuk perlahan mendapatkan kembali kejayaan masa lalu mereka.

"Kupikir aku tidak akan pernah melihat hari ini akan datang lagi dalam hidupku. Siapa yang mengira hari itu akan datang begitu cepat.'' Ren Qianxing berdiri di samping Qin Wentian, saat matanya menyiratkan sedikit tanda kebahagiaan. Tentu saja, ia sangat senang menyaksikan kebangkitan Perguruan Bintang Kekaisaran.

"Perguruan Bintang Kekaisaran akan kembali seperti dulu, perguruan nomor satu di Negeri Chu." Qin Wentian tersenyum ketika menatap para calon siswa baru, wajah-wajah kekanakan mereka mengingatkannya pada dirinya sendiri waktu itu.

"Aku tidak pernah meragukan Chu Wuwei. Dia berbeda dari Chu Tianjiao, jadi Negeri Chu pasti akan memiliki masa depan yang lebih sejahtera di tangannya," Ren Qianxing bergumam sambil melanjutkan dengan suara rendah, "sedihnya, ayah angkatku tidak akan memiliki kesempatan untuk menyaksikan ini. Istana Sembilan Mistis ... Aku bahkan tidak tahu apakah ayahku hidup atau mati sekarang. Aku, Ren Qianxing, sungguh tidak berguna."

Ayah angkat yang dimaksudnya tentu saja merujuk pada Ketua Perguruan Bintang Kekaisaran, Diyi.

"Tidak ada yang akan terjadi pada Ketua Perguruan. Suatu hari, aku akan menaklukan Istana Sembilan Mistis." Tatapan Qin Wentian berubah tajam. Jika bukan karena dukungan dari Klan Ouyang dan Paviliun Awan Hijau, Qin Wentian tahu bahwa dengan kekuatannya saat ini, ia masih belum mampu menghentikan Istana Sembilan Mistis melakukan apa yang mereka inginkan.

"Aku percaya padamu." Ren Qianxing tersenyum. Bakat Qin Wentian begitu mengerikan, namun karakternya cukup adil.

Ia pernah salah menilai Luo Tianya, tapi kali ini, ia tahu penilaiannya benar.

"Wentian." Sebuah suara terdengar dari belakang. Mustang, Luo Huan dan Fan Le telah tiba.

"Guru, kakak Luo Huan." Qin Wentian tersenyum.

"Apa rencanamu ke depan?" Mustang bertanya sambil memandang Qin Wentian.

"Aku berencana untuk merantau ke Kekaisaran Xia yang Agung." Setelah badai di Negeri Chu berakhir, ia ingin menjelajahi dunia yang luas, menempa diri dengan pengalaman yang didapatnya.

"Apakah kau mau mengajakku, kakakmu yang cantik ini?" Luo Huan terkikik, kepribadiannya seolah-olah telah kembali seperti semula, sebelum kematian Gunung.

"Kenapa tidak? Aku tidak bisa meminta lebih dari itu jika Kakak Seperguruanku yang hebat dan cantik bersedia menemani perjalananku." Qin Wentian tersenyum.

"Kau menjadi semakin lihai berkata gombal." Luo Huan mendelikkan matanya, "aku hanya bercanda, jika aku ikut bersamamu, aku hanya akan menjadi beban. Aku berencana untuk tinggal di sini dulu, dan hanya pergi setelah beberapa waktu."

"Baik. Bagaimana denganmu, Gendut?" Qin Wentian menoleh ke arah Fan Le.

"Aku?" Fan Le memicingkan matanya dan berkata dengan sedikit tertekan, "awalnya aku ingin ikut bersamamu, tapi perbedaaan jarak bakat kita terlalu jauh. Lupakan saja, kupikir aku akan tetap dengan bersama Kakak Seperguruan yang cantik ini."

"...." Qin Wentian terpana melihat ekspresi 'serius' di wajah Fan Le. Bahkan jika ia ingin tinggal bersama dengan gadis-gadis cantik, setidaknya ia bisa menemukan alasan yang lebih baik ...?

"Apakah aku pernah bilang bahwa kau boleh dekat-dekat denganku?" Luo Huan tertawa, membuat wajah Fan Le berubah sedih.

"Lupakan saja, aku hanya bisa hidup menderita dan mengikutinya." Fan Le melemparkan pandangannya kepada Qin Wentian, lalu menghela nafas tanpa daya, dan Qin Wentian tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis pada kejenakaan si Gendut ini.

Pada kenyataannya, bakat Fan Le sama sekali tidak buruk. Setelah peristiwa di mana Qin Wentian menyelamatkan Mustang dan Luo Huan di Distrik Kekaisaran Chu, ia menyadari bahwa Fan Le sudah menerobos ke kondisi Yuanfu. Luo Huan menggoda Fan Le, bertanya padanya apakah alasan di balik terobosannya adalah karena dirinya? Fan Le dengan jujur ​​menjawab dengan gombalannnya yang biasa, bahwa bahkan dalam mimpinya, ia ingin menyelamatkan Luo Huan, dan karena itu 'secara tidak sengaja' menerobos ke kondisi Yuanfu.

Fan Le adalah teman pertama yang dimiliki Qin Wentian ketika ia baru datang ke Ibukota Kerajaan. Karenanya, keduanya tak ragu mempertaruhkan hidup mereka satu sama lain. Ia tentu saja berharap bahwa Fan Le dapat menjelajah dunia bersamanya. Sejujurnya, selain sedikit mesum dan sangat tak tahu malu, Fan Le tidak punya kekurangan lain.

"Apakah kau tertarik untuk mengembangkan kemampuan beladiri di Paviliun Awan Hijau?" Tepat saat itu sebuah siluet mendekat. Seorang gadis bertubuh langsing dengan wajah cantik dan pembawaan yang bermartabat muncul; ia tidak lain adalah Qian Mengyu.

Qian Mengyu tersenyum pada Qin Wentian, menawarkan undangan itu padanya.

Qin Wentian merasa bersyukur atas semua dukungan yang diperolehnya dari Paviliun Awan Hijau. Ia sudah melupakan tentang hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi di medan penenmpaan. Namun, ia tidak ingin bergabung dengan kekuatan transenden secepat ini dan karena itu, ia pasti menolak menerima undangan Qian Mengyu.

"Aku ingin bepergian sendiri untuk saat ini, menjelajahi Kekaisaran Xia yang Agung, melihat dunia luar. Aku akan memutuskan lagi di masa depan tentang kekuatan transenden mana yang aku inginkan untuk bergabung." Qin Wentian tersenyum.

"Haha, baiklah. Jika kau ingin bergabung dengan kekuatan transenden, kau harus ingat untuk mempertimbangkan Paviliun Awan Hijau, ya? Bagaimanapun, aku yang pertama menyampaikan undangan kepadamu," Qian Mengyu membalas dengan senyum. Tidak ada lagi tanda-tanda bahwa ia merasa berada pada posisi yang lebih tinggi dalam nada atau tindakannya. Ia sudah menganggap Qin Wentian memiliki status yang sama dengannya.

"Pasti." Qin Wentian tertawa sambil mengangguk.

"Kalau begitu, aku akan pamit lebih dulu. Kita akan bertemu lagi kalau ada kesempatan, di masa depan." Qian Mengyu tersenyum lembut, sudah waktunya baginya untuk pergi.

"Pasti akan ada kesempatan di masa depan. Pada saat itu jangan berpura-pura kau tidak mengenalku, Pendekar Petualang yang Kesasar!" canda Qin Wentian sambil tertawa.

Saat Qian Mengyu berlalu, Fan Le menatap kepergiannya dari belakang sambil menyesali, "Kenapa keberuntunganmu selalu luar biasa jika berkaitan dengan wanita?"

Si Gendut menggelengkan kepala dengan putus asa dan meninggalkan daerah itu seolah-olah ia tertekan secara psikologis, hal itu membuat Qin Wentian terdiam.

Beberapa waktu setelah kepergian rombongan dari Paviliun Awan Hijau, Ouyang Kuangsheng juga mengucapkan selamat tinggal. Lagi pula, alasan dia datang ke Negeri Chu memang untuk mencari Qin Wentian, dan sekarang masalah di Hutan Kegelapan segera berakhir, sudah waktunya ia untuk pergi.

Namun, ia percaya bahwa pasti takdir akan mempertemukannya kembali dengan Qin Wentian di masa depan.

….

Di Kediaman Klan Mo.

Mo Qingcheng selalu memantau berita dari Ibukota Kerajaan, dan hanya setelah mengetahui kondisi terkini baru akhirnya hatinya tenang.

Ia merasa sangat senang dan bahagia untuk Qin Wentian. Ia mendengar bahwa pemuda itu dengan mudah mengalahkan Luo Qianqiu, yang berada di tingkat kedua Yuanfu, dan juga secara tirani menekan Chu Tianjiao dengan cara yang luar biasa. Kecakapan bertarung yang mengesankan membuat Mo Qingcheng dipenuhi dengan harapan akan masa depan Qin Wentian.

Ketika Mo Qingcheng dipenuhi dengan kekhawatiran saat memantau situasi di Negeri Chu, Kakek Mo mengkhawatirkan kapan cucunya itu berangkat untuk bergabung dengan Aula Kaisar Ramuan. Hal-hal yang menyangkut situasi di Negeri Chu, ia tidak tertarik sama sekali. Ia telah melihat terlalu banyak hal saat menjelajah dunia, jadi masalah-masalah di negeri yang kecil seperti Negeri Chu tidak penting buatnya. Memangnya kenapa jika Qin Wentian menang dalam segala hal? Terus kenapa jika ia memiliki bakat di atas rata-rata? Pada akhirnya, apa yang dicapainya itu iraihnya karena bantuan orang lain. Apa yang bisa ia capai sendiri?

Kakek Mo duduk tercenung di paviliun, ia merasa sangat tertekan. Sebelumnya, Bai Fei datang dan mengatakan kepadanya bahwa jika Mo Qingcheng terus menunda keputusannya, dan menolak untuk ikut bersama mereka, ia pasti akan melaporkan hal ini kepada gurunya.

"Kakek Mo, Anda tidak perlu terlalu khawatir. Kupikir Qingcheng sedang menunggu Qin Wentian meninggalkan Negeri Chu sebelum ia pergi. Mengapa tidak memberinya waktu beberapa hari lagi?" Hua Xiaoyun duduk berhadapan dengan Kakek Mo dan tersenyum padanya.

"Gadis itu sangat keterlaluan." Kakek Mo merasa lebih marah setelah mendengar kata-kata Hua Xiaoyun. "Kenapa dia begitu terobsesi dengan Qin Wentian?"

"Yah, bagaimanapun juga, Qingcheng masih muda, dan dia tidak benar-benar memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan banyak orang. Aku yakin pemikirannya akan berubah setelah tinggal di Kekaisaran Xia yang Agung," Hua Xiaoyun menghibur.

"Mungkin." Kakek Mo menghela nafas, "Xiaoyun, kau harus lebih banyak bergaul dengan Qingcheng. Meskipun kepribadiannya agak keras kepala, karakternya sangat baik. Kau seharusnya tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi sebelumnya."

"Tidak masalah, bagaimana mungkin aku terganggu dengan hal sekecil itu?" Hua Xiaoyun menggelengkan kepalanya dan tertawa. "Kakek Mo, bagaimana kalau aku mencoba membujuk Qingcheng?"

Kakek Mo bergumam sendiri, ia tahu bahwa Hua Xiaoyun berusaha merayu Mo Qingcheng. Ia juga berharap bahwa mereka berdua akhirnya bisa bersama tetapi belum apa-apa cucunya tampaknya tidak menyukai Hua Xiaoyun.

"Benar, kau harus berbicara lebih banyak dengannya." Kakek Mo mengangguk setuju.

"Aku akan pergi dulu, kalau begitu." Hua Xiaoyun mengucapkan selamat tinggal lalu berbalik dan berjalan ke arah tempat Mo Qingcheng tinggal. Cahaya dingin berkedip di matanya, tak telalu terlihat.

Ia menerima kabar dari kakaknya bahwa masalah di Hutan Kegelapan akan segera bisa diselesaikan. Hal itu berarti bahwa Putri Kaisar Ramuan, Luo He, akan segera membawa murid-muridnya pergi. Mo Qingcheng harus pergi bersamanya juga, artinya bahwa sekarang adalah kesempatan terbaik baginya untuk bergerak.

Sikap Mo Qingcheng terhadapnya selalu dingin, dan ia bahkan berani membentaknya. Kalau bukan berkat jasanya, bagaimana ia bisa mendapat kesempatan seperti ini? Sungguh konyol. Bertingkah hebat dan perkasa di depannya? Pemuda itu ingin melihat bagaimana gadis itu bisa terus bertingkah seperti itu nanti.

Pekarangan rumah Mo Qingcheng dirancang dengan elegan dan terletak di daerah yang tenang di dalam Kediaman Mo. Setelah melihat Hua Xiaoyun mendekat, ia bertanya dingin, "Apa yang kau lakukan di sini?"

Melihat sikap dingin Mo Qingcheng, senyum Hua Xiaoyun semakin lebar.

"Nona Mo, bagaimanapun, aku adalah orang yang merekomendasikanmu untuk bergabung dengan Aula Kaisar Ramuan. Dan sebagai tamu terhormat Klan Mo, bahkan jika kau tidak menyukaiku, apakah perlu memperlakukanku seperti ini?" Hua Xiaoyun perlahan mendekat, membuat Mo Qingcheng mengerutkan kening.

Tiba-tiba, siluet Hua Xiaoyun melesat ketika ia muncul di depan Mo Qingcheng. Asap berwarna keabu-abuan muncul entah dari mana, membuat Mo Qingcheng tanpa sadar menghirup asap itu. Wajahnya langsung menjadi sedingin es ketika dia berseru, "Apa yang kau coba lakukan?"

Saat suaranya mereda, ekspresinya mengalami perubahan. Ia merasakan seluruh tubuhnya mati rasa, saat kekuatannya tiba-tiba hilang. Ia harus berjuang bahkan hanya untuk berdiri tegak.

Ia menjadi pucat pasi. Ia menatap Hua Xiaoyun, matanya sangat dingin, lalu bertanya lagi. "Apa yang sedang kau coba lakukan?"

Mo Qingcheng menyadari bahwa suaranya semakin lemah dan nyaris tak terdengar, saking samarnya sampai-sampai ia hampir tidak bisa mendengarnya.

"Hehe." Wajah Hua Xiaoyun berubah sangat menyeramkan, saat ia menatap Mo Qingcheng dengan penuh nafsu. "Kau sangat cantik, menurutmu apa yang ingin aku lakukan?"

"Kau berani?" Suara Mo Qingcheng menjadi lebih redup, saat ia mundur ke belakang, setiap langkah yang diambilnya merupakan upaya yang luar biasa.

"Aku tidak berani? Kenapa aku tidak berani? Status apa yang aku, Hua Xiaoyun, miliki? Bahkan jika aku menjadikanmu milikku, untuk menjaga reputasimu, bagaimana Klan Mo-mu berani menolak? Hahaha, bahkan jika mereka keberatan, apa yang bisa mereka lakukan padaku? Dan bagi Aula Kaisar Ramuan, terus kenapa jika mereka marah? Mereka tidak akan berani membunuhku. Aku tidak akan rugi apa-apa. Sebaliknya, aku akan mendapatkan kesucianmu yang manis." Hua Xiaoyun menyeringai jahat. "Karena kau suka bertindak seperti gadis suci dan berbudi, aku ingin melihat bagaimana kau menggelinjang saat nanti kau berada dalam pelukanku. Mungkin setelah pengalaman pertama, kau akan berubah menjadi gadis yang binal dan bisa melayani tuan mudamu ini, dengan ganas."

Ekspresi wajah Hua Xiaoyun sangat bangsat. Dia telah merobek topengnya sebagai 'pria terhormat' seutuhnya dan mengungkapkan wajah aslinya.

"Kau sangat cantik, sayang, bagaimana hatiku tidak tergerak? Tsk tsk." Hua Xiaoyun mendekat, matanya berkilau dengan nafsu yang tak pernah puas saat dia menatap sosok Mo Qingcheng yang molek.

Mo Qingcheng memperlihatkan ekspresi yang sangat tertekan di wajahnya saat ia mengeluarkan sebilah belati, menatap Hua Xiaoyun dengan mata yang dipenuhi amarah yang tak tertandingi.

"Kau ingin membunuhku? Apakah kau memiliki kemampuan untuk itu? '' Hua Xiaoyun mencibir.

"Ayah, Ibu, Wentian, aku minta maaf." Tetesan air mata jatuh dari mata Mo Qingcheng, dan dengan kata-kata terakhirnya, ia menancapkan belati itu langsung ke jantungnya sendiri. Meskipun ia tidak memiliki kekuatan yang cukup, belati itu adalah sebuah senjata dewa dan karenanya sangatlah tajam. Terdengar suara tusukan, saat darah segar mewarnai pakaiannya yang bersih menjadi merah. Air mata berkilau di matanya, membuat mereka yang melihatnya merasa sedih.

Ia tidak pernah berpikir bahwa Hua Xiaoyun akan sangat menjijikkan . Karena itu ia lebih memilih mati untuk melindungi kesuciannya.

"Apa kau gila?" pekik Hua Xiaoyun, saat wajahnya berubah menjadi sangat buruk. Bahkan ia takut dengan ketegaran Mo Qingcheng. Mo Qingcheng lebih memilih bunuh diri daripada dinodai olehnya. Wanita ini benar-benar gila!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.