Monarki Ilahi Kuno

Mahaguru Ghaus



Mahaguru Ghaus

0

Ketika Qin Wentian melihat Bailu Yi tanpa basa-basi 'mencampakkannya' dan meninggalkannya, ia tidak bisa menahan senyum. Pria itu pastilah ayah Bailu Yi.

0

Ada seorang pemuda lain yang berdiri di samping Bailu Yi. Pemuda itu berjubah putih dan mengacak-acak rambut Bailu Yi dengan gemas, seperti apa yang akan dilakukan seorang kakak pada adiknya yang manis. Bailu Yi menatap tajam kepada pemuda itu lalu tersenyum. Jelas, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat.

Dan saat itu juga, tatapan pemuda itu tiba-tiba beralih terpaku kepada Qin Wentian. Hanya dari tatapan pemuda itu saja Qin Wentian bisa merasakan sensasi ketajaman yang ekstrem menekannya, menunjukkan bahwa kecakapan bertarung pemuda ini sangat luar biasa. Paling tidak, ia beberapa kali lebih kuat dari dirinya saat ini.

"Pemuda itu pasti kakak Bailu Yi." Qin Wentian merenung. Jika pria itu adalah kekasihnya, bagaimana ia bisa memiliki kesempatan untuk menghabiskan hari-harinya dengan tenang mempelajari aksara dewa dengan sangat dekat dengannya? Selain itu, interaksi antara mereka mengingatkan Qin Wentian pada kakaknya, Qin Yao. Ia suka mencubit pipi atau rambut Qin Yao, membuat Qin Yao menatapnya dengan jengkel.

"Qin Wentian, Chu Mang, Fan Le dari kalangan generasi muda memberi penghormatan kepada para Tetua Perkumpulan." Qin Wentian dan dua sahabatnya membungkuk menunjukkan rasa hormat.

Tidak ada jawaban. Satu-satunya reaksi yang dirasakan Qin Wentian adalah gelombang tekanan membanjiri dirinya. Namun, wajahnya tetap tenang dan percaya diri, dan ia berdiri tenang di sana dengan sikap yang tidak merendah tapi tidak juga sombong. Qin Wentian telah melalui begitu banyak badai, bagaimana mungkin ia tidak memiliki sedikit karakter yang kuat.

"Untuk apa kau datang ke sini?" Seorang tetua bertanya sambil memandang ke arah Qin Wentian. Tetua itu memiliki mata besar yang tampak mengandung kekuatan besar di dalamnya. Biasanya, orang yang ditatapnya akan merasa sangat tertekan.

"Saya baru-baru ini mempelajari aksara dewa di Perkumpulan Menjangan Putih dan karena bantuan dan kebaikan hati Nona Bailu, saya dapat saling bertukar pemahaman tentang aksara dewa dengannya, sehingga membuat pencapaian saya dalam hal penulisan aksara dewa meningkat dengan cepat. Saya cukup percaya diri dengan kemampuan sendiri dan bersedia mewakili perkumpulan untuk ikut serta dalam kompetisi penulis senjata dewa di Kota Timur Benua Bulan," kata Qin Wentian.

"Konyol, menurutmu perkumpulanku kekurangan bakat? Bagaimana kau, sebagai orang luar, bisa mewakili perkumpulan?" seorang lelaki tua menghardiknya. Orang itu berdiri paling ujung, menunjukkan bahwa statusnya agak rendah dan bukan salah satu dari empat Tetua Tertinggi yang memiliki wewenang untuk membuat keputusan. Tapi tentu saja, ia masih cukup memenuhi syarat untuk menghardik seseorang dari kalangan muda di depan umum.

"Perkumpulan Menjangan Putih dianggap sebagai 'klan utama' yang mengkhususkan diri dalam aksara dewa. Keahlian dan pencapaian mereka dalam dunia penulisan aksara dewa jauh melampaui yang lain. Selama bertukar wawasan dengan Nona Bailu, saya benar-benar belajar banyak dan memperluas wawasan saya. Namun, serupa dengan kultivasi, dunia aksara dewa itu tidak terbatas. Saya, Qin Wentian, memiliki kepercayaan mutlak saat mengatakan bahwa saya bersedia mewakili perkumpulan untuk ikut kompetisi tetapi jika Perkumpulan Menjangan Putih memilih untuk tidak mengizinkan karena saya bukan anggota, anggap saja saya tidak pernah mengatakan apa-apa."

"Sungguh kata-kata yang bagus, 'kepercayaan mutlak'. Maksudmu tidak ada seorang pun di Perkumpulan Menjangan Putih-ku yang lebih cocok darimu?" Nada suara tetua bermata besar itu sepertinya dipenuhi nafsu seekor burung pemangsa, yang mengandung ancaman di dalamnya.

Qin Wentian menatap mata Tetua itu, tanpa sedikit pun rasa takut padanya. "Betul."

"Hmm?" Alis pria tua itu berkerut saat aura ketajaman menyembur ke arah Qin Wentian. Sang Tetua tertawa mengancam, "Benarkah begitu? Sungguh tak punya sopan santun."

Qin Wentian merasakan tekanan. Tubuhnya menegang saat jantungnya terasa sesak, tapi ia tetap berdiri tegak, dengan dada membusung dan penuh kebanggaan. Jika ia tidak bisa menyelesaikan masalah ini, bagaimana ia nanti bisa mengendalikan Perkumpulan Menjangan Putih?

Orang tua itu jelas adalah seorang Penguasa Timba Langit, tetapi bukan hanya dia sendiri, semua Tetua Perkumpulan Menjangan Putih juga Penguasa Timba Langit. Qin Wentian bisa merasakan betapa kecil dan tidak pentingnya dirinya di depan seorang Penguasa Timba Langit, tapi terus kenapa dengan itu? Ia tidak akan pernah melupakan niatnya datang ke sini.

Ayah Bailu Yi, Bailu Shan menyimpan sedikit kekaguman di matanya saat melihat betapa kerasnya hati Qin Wentian.

Namun saat itu, bibir Qin Wentian mengerut menjadi senyum tipis. "Tidak punya sopan santun? Tetua, Anda belum memahami kemampuan saya, tetapi menyebut saya tidak tahu sopan santun. Bukankah itu berarti Anda tidak tahu sopan santun juga?"

Setelah mengucapkan hal itu, Qin Wentian sedikit wajahnya sedikit, wajah yang tenang itu memancarkan rasa percaya diri alami yang jelas bisa dirasakan saat orang-orang menatapnya.

Tetua bermata besar itu tanpa sadar merasakan jantungnya bergetar melihat betapa tenangnya Qin Wentian. Sikap dan kepercayaan diri yang luar biasa seperti itu mengingatkannya akan interaksinya dengan beberapa Pilihan Langit yang pernah ia temui. Dan sekarang, Qin Wentian memberikan kesan kehadiran yang sama.

"Hmph aku ingin melihat apakah kau bodoh atau benar-benar Pilihan Langit. Aku benar-benar penasaran ingin melihat kemampuan apa yang kau miliki." Mata sesepuh itu bercahaya saat ia melanjutkan, "Bailu Yan, cobalah kau uji tingkat pencapaiannya dalam dunia penulisan aksara dewa."

"Baik." Seorang pria paruh baya melangkah ke depan dan berdiri di depan Qin Wentian. Orang ini kelihatannya salah satu dari tiga orang yang dipilih untuk mewakili Perkumpulan Menjangan Putih untuk kompetisi kali ini, ia akan menjadi salah satu dari dua orang yang akan mendukung Bailu Yi.

"Kau ingin berkompetisi apa? Aksara dewa yang berorientasi pada pertempuran? Formasi? Atau manekin hidup?" Bailu Yan menatap Qin Wentian dengan jijik. Orang bodoh memang tidak punya rasa takut, Qin Wentian terlalu sombong.

"Terserah Anda," jawab Qin Wentian dengan tak acuh, sikapnya sesantai angin yang melayang.

"Hehe, mari kita langsung menuliskan aksara dewa kalau begitu." Bailu Yan tertawa dingin ketika telapak tangannya menghantam ke permukaan tanah. Suara gemuruh kecil terdengar saat sebuah cahaya cemerlang terpancar dari serangkaian simbol-simbol rahasia, yang tampak terukir di tanah.

"Tidak perlu kita lanjutkan pertandingan ini," Qin Wentian berkomentar santai, membuat kebingungan muncul di hati para hadirin dan mereka menatap Qin Wentian.

Bailu Yan menghentikan gerakannya saat tertawa dengan dingin. "Kau mengakui kekalahan begitu saja?"

"Tidak, tapi Anda tidak cukup baik," jawab Qin Wentian santai, membuat senyum Bailu Yan membeku di wajahnya. Wajahnya berubah murka. Orang ini benar-benar tak tahu sopan santun.

Tidak hanya Bailu Yan, banyak yang merasakan hal yang sama dalam kerumunan itu. Bahkan Bailu Shan mengerutkan kening.

Bailu Jing yang berdiri di samping Bailu Yi, menunjukkan minat di wajahnya.

Namun seketika itu, para hadirin hanya melihat Qin Wentian mengangkat tangannya dan menghantamkan telapak tangannya. Sesaat kemudian, sebuah cahaya yang mempesona menyorot saat simbol-simbol rahasia terbentuk seketika di udara. Bukan sekedar simbol-simbol rahasia, tetapi sebuah gambar yang lengkap.

Hati para hadirin bergetar, terutama tetua bermata besar. Ia menatap tertegun dengan ekspresi terpesona.

"Apakah itu cukup?" Qin Wentian menyatukan tangannya, menyebabkan cahaya menyilaukan tadi memudar. Dia mengarahkan pandangannya yang tenang kepada Bailu Yan saat ia bertanya.

"Tidak mungkin, bahkan penulis aksara dewa kelas tiga tidak bisa menulis aksara dewa di udara tanpa didukung suatu media." Bailu Yan merasa seolah-olah palu godam raksasa telah menghancurkan hatinya. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.

"Apa yang tidak dapat Anda lakukan, tidak berarti juga tidak dapat dicapai oleh orang lain," jawab Qin Wentian tanpa gentar, sambil terus berjalan maju. Setiap langkah yang dijejakkannya menghasilkan aksara dewa jenis Pedang di bawah kakinya. Aura pedang itu menyebabkan hiruk-pikuk desingan pedang mengisi udara setiap kali Qin Wentian melangkah.

Sepertinya Qin Wentian mengayunkan setiap langkahnya dengan ritme yang sangat terkendali. Desing pedang itu semakin lama semakin keras, bersamaan dengan menguatnya aura pedang itu.

Saat itu, Qin Wentian telah tiba di tangga menuju panggung. Ia melangkah ke atas bersamaan dengan hiruk-pikuk pedang menjadi intens ketika niat pedang yang tak terhitung jumlahnya itu menjadi pusaran, membentuk sebuah pedang yang dipenuhi kekuatan yang luar biasa. Senjata-senjata itu kemudian berubah menjadi seberkas cahaya yang merobek ruang dan mendekat dengan eksplosif ke arah Bailu Yan.

Wajah Bailu Yan menjadi semakin tidak sedap dipandang, ia mundur tanpa jeda ketika lengannya melambai dengan panik, menuliskan aksara dewa untuk memblokir serangan itu. Namun usahanya sia-sia, sinar pedang itu dengan mudah mengurung Bailu Yan di dalamnya. Dengan raungan murka, jiwa astral Bailu Yan melesat maju. Suara benturan yang mengerikan terdengar, saat serangan Bailu Yan menyebabkan kubah cahaya itu akhirnya pecah. Meskipun demikian, aura pedang itu masih bertahan di udara, meninggalkan Bailu Yan yang tampak sangat babak belur dan kelelahan dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Pandangan kerumunan itu beralih kembali kepada Qin Wentian, hanya untuk melihat ia bertindak seolah-olah tidak ada hal luar biasa yang terjadi, berdiri di samping dan menunduk sedikit ke arah Bailu Yan, "Maafkan aku."

"Hmff." Bailu Yan menjentikkan lengan bajunya dan pergi. Ia tentu saja merasa tidak senang karena kalah dari seorang pemula, meskipun ia sekarang tahu bahwa pencapaian Qin Wentian dalam penulisan aksara dewa lebih tinggi daripada miliknya.

"Memang, kau tidak buruk sama sekali," kata sesepuh bermata besar itu. "Untuk bisa menuliskan aksara dewa di tengah-tengah udara, aku akan memberimu kesempatan. Kau dan Bailu Yi akan bertindak sebagai pendukung selama kompetisi."

"Bertindak sebagai pendukung?" Ekspresi Bailu Yi menjadi tersendat, bukankah rencana awalnya adalah dirinya yang menjadi pemimpin utama sementara dua orang lain mendukungnya? Dengan kemunculan Qin Wentian, ia tentu saja rela menyerahkan posisi pemimpin kepadanya, tetapi hari ini si Tetua itu ternyata mengatakan bahwa mereka berdua hanya bertindak sebagai pendukung? Siapa yang akan mengambil posisi utama?

"Ya, Yi kecil, Mahaguru Ghaus akan mewakili Perkumpulan Menjangan Putih kita dalam kompetisi kali ini, kami harus merepotkanmu untuk menjadi pendukung baginya." Tetua bermata besar itu tersenyum padanya, ketika ekspresi Bailu Yi membeku sejenak sebelum berkata, "Apakah Mahaguru Ghaus telah kembali?"

"Perkumpulan secara khusus mengundangnya untuk acara ini." Kata-kata tetua membuat Bailu Yi sedikit bergetar, tak disangka bahwa mereka ternyata akan bertindak sejauh itu mengundang Mahaguru Ghaus. Tampaknya perkumpulan menempatkan kepentingan yang sangat tinggi pada kompetisi kali ini.

"Mahaguru Ghaus, bagaimana kalau kau keluar." Tetua bermata besar itu tertawa. Beberapa saat kemudian, seorang lelaki tua berpakaian hitam perlahan melangkah maju. Setelah tiba di panggung, ia tertawa, "Ghaus menyapa semua tetua, kuharap semuanya dalam keadaan baik seperti sebelumnya."

"Saat itu, Mahaguru Ghaus telah berkultivasi selama beberapa waktu di perkumpulan kami, membuat reputasi kami menjadi semakin cerah. Dan sekarang aksara dewa Mahaguru Ghaus telah mencapai Batas Transformasi tingkat ketiga, kami harus mengandalkanmu untuk kompetisi itu," jawab tetua bermata besar itu dengan sopan.

"Merupakan kehormatan bagiku untuk mewakili perkumpulan ini." Ghaus tertawa ramah.

Seolah-olah Qin Wentian telah dikesampingkan. Tetua bermata besar itu kemudian menatap Qin Wentian, "Menurut info kami, akan ada beberapa klan dan sekte besar yang mengirimkan orang-orang kuat untuk berpartisipasi dalam kompetisi kali ini. Dengan kehadiran Mahaguru Ghaus, peluang kami untuk menang tentu akan sangat meningkat."

"Apakah kau keberatan?" Tanya tetua bermata besar.

Qin Wentian bergumam pada dirinya sendiri dengan ragu-ragu sejenak, sebelum tersenyum dan menjawab, "Tidak masalah."

Bagaimanapun, tujuannya hari ini adalah untuk membuat anggota Perkumpulan Menjangan Putih mengetahui namanya. Meskipun ia telah menunjukkan beberapa kemampuannya, mungkin karena usianya yang masih muda perkumpulan merasa lebih cenderung untuk menempatkan kepercayaan mereka pada penulis aksara dewa yang lebih tua dan lebih berpengalaman. Tapi itu juga tidak apa-apa, ia sudah mencapai tujuannya dan lagipula, jika ia bisa menunjukkan lebih banyak keterampilan sebenarnya dalam kompetisi kali ini, apa bedanya siapa yang menduduki posisi pemimpin dengan posisi pendukung? Seorang pendukung juga punya kemungkinan akhir menjadi pembawa kemenangan bagi tim.

Apalagi Perkumpulan Menjangan Putih ternyata sudah membuat keputusan. Jika ia keberatan, bukankah itu membuatnya seolah-olah tidak punya sopan santun.

Tetua bermata besar menjatuhkan pandangannya pada Qin Wentian sejenak. Setelah itu, ia tersenyum dan mengangguk. Hari ini, anggota Perkumpulan Menjangan Putih telah berkenalan dengan Qin Wentian. Dan bagaimanapun juga, tampaknya kesan pertama mereka padanya cukup baik!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.