Istri Simpanan

Bab 591 - Suami Simpanan



Bab 591 - Suami Simpanan

0Kini semua orang sudah berkumpul untuk makan malam. Termasuk Gong Yoo yang ikut bergabung. Soo Yin sangat berharap orang tuanya mengutarakan jika mereka akan pergi ke Korea. Namun nyatanya tak ada seorang pun yang membahasnya.     
0

"Soo Yin, sebaiknya kau kuliah lagi. Bukankah kau pernah bilang saat ini sedang kuliah di kedokteran?" Richard Lee akhirnya membuka suara untuk mengutarakan keinginannya. Menjadikan putra dan putrinya kelak meneruskan usahanya adalah impiannya.     

Soo Yin lantas menaruh peralatan makannya. Di saat hatinya hampa seperti ini, tidak ada keinginan untuk kuliah lagi. Pikirannya tidak akan fokus meski harus dipaksa.     

"Aku ingin kuliah di Seoul lagi," sahut Soo Yin.     

"Di London banyak universitas yang sangat baik. Kau bisa memilih yang paling berkelas," bujuk Richard Lee.     

"Aku belum tertarik kemana-mana," sahut Soo Yin. Tak bisa menutupi rasa kecewa yang tengah dirasakannya saat ini.     

Richard Lee dan Seo Kyung saling berpandangan dengan tatapan yang rumit.  Tidak mungkin mereka terlalu keras melarang Soo Yin agar tidak memikirkan suaminya.     

"Atau kau ingin belajar di rumah saja. Jika kau mau, aku akan meminta dosen yang datang ke rumah ini," imbuh Richard Lee. Tak aman kehilangan akal untuk membuat Soo Yin nyaman tinggal di London.     

Soo Yin kembali menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Sekeras apapun orang tuanya membujuk, ia tidak akan pernah mau. Baginya lebih baik hidup jauh dari kemewahan tetapi bisa bersama dengan orang yang dicintainya.     

Richard Lee menghela nafas pasrah. Sepertinya usahanya sia-sia membujuk Soo Yin.     

"Aku ingin tinggal di Seoul lagi," ucap Soo Yin dengan kepala tertunduk. Mungkin sebentar lagi akan mendengar amarah dari orang tuanya.     

"Maafkan kami, Soo Yin. Untuk sementara kau jangan ke Seoul dahulu," ujar Richard Lee terlebih dahulu sebelum Seo Kyung membuka suara. Ia tahu istrinya sudah tampak emosi karena kesehatannya yang masih kurang stabil.     

"Aku berencana mengajak Soo Yin liburan. Jika kalian tidak keberatan besok kami akan berangkat," sela Brian dengan sebuah rencana.     

"Kemana?" tanya Seo Kyung.     

"Kami akan pergi berlibur ke sebuah desa. Soo Yin juga tampaknya jenuh sehingga ada baiknya aku mengajaknya pergi," ujar Brian. Meski sebenarnya belum tahu tujuan pastinya.     

"Ide yang bagus. Kalian bisa pergi kemanapun yang diinginkan. Ayah akan meminta pengawal untuk mengikuti kalian," ujar Richard. Ide yang bagus jika Brian mengajak Soo Yin pergi. Dengan begitu ia bisa pergi ke Seoul tanpa sepengetahuan Soo Yin.     

"Tidak perlu pengawal, Ayah. Kami tidak akan nyaman jika kemana-mana harus diikuti," tolak Brian Lee.     

"Hmmm, aku hanya khawatir kalian kenapa-kenapa," ujar Richard Lee.     

"Aku pasti akan menjaga Soo Yin dengan sangat baik. Sehingga Ayah dan Ibu bisa tenang," terang Brian. Jika diikuti pengawal maka semakin sulit untuk Soo Yin pergi ke Seoul.     

"Baiklah, aku percaya padamu."     

Soo Yin memandang Brian dengan senyuman misterius. Hanya itu satu-satunya cara untuk pergi dari rumah ini.     

Setelah makan malam Soo Yin tidak langsung ke kamarnya. Ia ingin berkeliling pekarangan mansion untuk sekedar menghirup udara malam.     

Hatinya sedikit merasa gembira membayangkan besok malam mungkin sudah tidak berada di London lagi.     

"Sayang, aku akan pulang," gumam Soo Yin sembari memandang rembulan yang bersinar dengan terang.     

"Masuklah, tidak baik terlalu lama di luar," ujar Gong Yoo yang sudah berdiri di belakang Soo Yin.     

Soo Yin mendengus kesal. Kehadiran Gong Yoo membuat suasana hatinya memburuk.     

"Untuk apa kau kesini? Apakah untuk memata-mataiku? Lalu kau akan melaporkan pada orang tuaku?"     

Soo Yin membalikkan tubuhnya menghadap Gong Yoo. Menatapnya dengan penuh selidik. Semenjak Gong Yoo ikut campur dalam urusannya, Soo Yin selalu was-was bila berada di dekatnya.     

"Aku hanya ingin mengatakan mungkin kau ingin menitip pesan kepada Dae Hyun. Dengan senang hati aku akan menyampaikan kepadanya," ujar Gong Yoo.     

"Tidak perlu, aku tidak membutuhkan bantuanmu. Aku yakin kau tidak akan menyampaikan kepada Dae Hyun. Yang ada justru kau mengadukannya kepada orang tuaku," tuding Soo Yin.     

"Apakah kau pikir aku yang mengadu pada orang tuamu tentang kehidupanmu?" tanya Gong Yoo.     

"Jika bukan kau lalu siapa lagi? Tidak ada orang lain lagi selain dirimu," tukas Soo Yin sembari tersenyum getir.     

"Aku bahkan diam saja dan tidak tahu apa-apa. Meski aku mengetahuinya, aku tidak mungkin mengatakannya." Gong Yoo cukup sedih karena wanita yang ada di depannya berbohong.     

"Aku juga tahu jika kau akan pergi ke Seoul diam-diam," imbuh Gong Yoo.     

"Kau … bagaimana bisa kau mengetahuinya?" ujar Soo Yin tergagap. Ini sungguh di luar dugaannya karena rencananya sudah bocor.     

"Kau tidak perlu tahu. Kau bisa berangkat bersama denganku jika tidak ingin ketahuan."     

"Kenapa kau mau membantuku? Bukankah seharusnya kau melaporkannya kepada ayahku?"     

"Karena aku mencintaimu. Aku akan membantu orang yang kucintai dengan sepenuh hati," ujar Gong Yoo sembari menatap lekat wajah Soo Yin.     

Soo Yin membuang muka ke arah lain. Perasaannya mendadak merasa jijik mendengar pengakuan cinta dari pria lain selain Dae Hyun.     

"Tidak usah mengatakan cinta karena aku muak mendengarnya," cibir Soo Yin dengan sarkas.     

"Kurasa orang tuamu akan lebih setuju jika kau bersama denganku," ujar Gong Yoo sembari terkekeh. Ia seperti sudah gila karena terlalu lancang mengatakan semuanya pada wanita bersuami.     

"Atau jika kau mau aku bersedia menjadi pria simpananmu," lanjut Gong Yoo sembari mengedipkan sebelah matanya.     

Plak ….     

Tanpa pikir panjang, Soo Yin lantas menampar pipi Gong Yoo dengan sangat keras.      

"Beraninya kau mengatakan hal itu. Kau pikir aku wanita murahan yang mengobral cinta dengan banyak pria?" sentak Soo Yin dengan nafas yang memburu. Dadanya naik turun menahan emosi yang terbakar.     

Gong Yoo mengusap pipinya. Ternyata tamparan Soo Yin cukup terasa perih dan panas. Ia lantas memegang pergelangan tangan Soo Yin.     

"Tamparlah kembali jika hal itu bisa membuatmu merasa puas."     

Gong Yoo mendekatkan telapak tangan Soo Yin di pipinya.     

"Dasar tidak waras. Banyak wanita di luar sana. Kau tidak perlu mengganggu wanita yang sudah ada pemiliknya," ujar Soo Yin sembari menghempaskan tangan Gong Yoo dengan kasar.     

"Kau pikir aku mau memiliki perasaan bodoh ini. Aku juga tidak mau, tapi bagaimana lagi karena hatiku yang memilihmu. Seandainya kita tidak bertemu di bar malam itu aku pasti tidak mungkin jatuh cinta padamu," ungkap Gong Yoo dengan nada tinggi.     

"Di bar?" Soo Yin mencoba mengingatnya tapi tidak terbersit sedikitpun.     

"Tidak usah mengingat-ingat karena aku yakin kau tidak mengingatnya lagi. Sudahlah, sebaiknya lupakan saja apa yang aku katakan malam ini," ujar Gong Yoo lantas melenggang pergi meninggalkan Soo Yin yang berdiri mematung. Semakin lama di dekatnya maka semakin banyak perasaan yang ingin diungkapkan.     

Soo Yin memandang kepergian Gong Yoo sambil mengangkat tangannya yang masih terasa panas karena tamparan yang sangat keras dilakukannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.