Istri Simpanan

Bab 559 - Apakah akan bernasib sama?



Bab 559 - Apakah akan bernasib sama?

0Begitu tersadar Soo Yin langsung memeluk tubuh Seo Kyung. Melepaskan semua rasa rindu yang selama ini dirasakannya. Setelah 18 tahun akhirnya Soo Yin bisa bertemu dengan ibu kandungnya meski tidak mengenalinya. Namun Soo Yin yakin ibunya akan sembuh jika diobati.     
0

"Ibu, bersabarlah. Aku berjanji akan membawa ibu psikiater agar Ibu sembuh dan mengingatku," ucap Soo Yin seraya menitikkan air mata kebahagiaan. Ia tidak akan membawa ibunya ke rumah sakit jiwa karena baginya itu suatu tempat yang sangat menyeramkan.     

"Ibu, kenalkan ini Dae Hyun. Dia suamiku yang sangat baik," ucap Soo Yin. Tangannya menggenggam erat jari Seo Kyung yang tidak melihatnya. Pandangannya tetap kosong ke sembarang arah.     

"Sayang, maukah kau membawa ibu ke Seoul? Aku ingin ibuku sembuh," pinta Soo Yin. Dipandanginya wajah Dae Hyun dengan penuh harap.     

"Tentu saja, kita akan membawa ibu pulang ke Seoul. Kau tidak usah cemas." Dae Hyun mengulurkan tangannya untuk mengusap air mata Soo Yin. Sungguh ia merasa tidak tega melihatnya terus menangis.     

Mereka bertiga saat ini masih berada di kamar. Sedangkan yang lainnya berada di ruang tamu.     

Setelah mengobrol sedikit dan melepaskan rindu dengan ibunya, Soo Yin mendorong kursi roda yang diduduki Seo Kyung keluar dari kamar.     

"Ayah, aku ingin kita kembali ke Seoul," ujar Soo Yin.     

Kim Nam menghela nafas panjang. Merasa bersalah, seandainya dulu tidak menyembunyikan Seo Kyung saat Peter mencarinya mungkin nasibnya tidak akan sampai seperti itu.     

"Benar, Tuan Kim Nam. Disini bukanlah tempatmu," timpal Peter Anderson.     

"Baiklah," ucap Kim Nam akhirnya menyetujui untuk ikut bersama mereka.     

"Soo Yin, ada yang ingin aku katakan padamu," tukas Peter Anderson. Mungkin inilah saatnya mengungkapkan kebenaran.     

"Ada apa, Mr. Peter?" Soo Yin menautkan kedua alisnya. Mengingat kondisi ibunya yang belum membaik, Soo Yin enggan menanyakan siapa ayah kandungnya. Baginya Kim Nam tetaplah ayahnya karena ia hanya menemukan sosok seorang ayah darinya.     

"Sebenarnya ayah kandungmu masih hidup," terang Peter Anderson.     

"Bagaimana mungkin anda mengenalnya? Jika memang masih hidup kenapa tidak mencari ibuku? Kenapa dia sampai tega membiarkan ibuku seperti ini?" Soo Yin butuh penjelasan akan hal itu.     

"Aku adalah orang yang selama ini bekerja dengannya. Tadinya ia akan langsung berkunjung ke Seoul tapi sepertinya kesehatannya kembali menurun." Peter Anderson mendesah panjang. Setelah kecelakaan dulu, Richard memang seringkali jatuh sakit.     

"Jika anda orang yang bekerja dengannya? Kenapa anda tidak mencari ibuku?" tanya Soo Yin dengan mata berkaca-kaca. Dadanya naik turun merasakan emosi tapi Soo Yin berusaha menahannya.     

"Soo Yin, sebenarnya aku sudah lama mencari kalian tapi tak kunjung menemukannya." Peter Anderson melirik Kim Nam yang tertunduk.      

Peter ingin mengatakan jika semua itu gara-gara Kim Nam yang berbohong mengatakan jika Seo Kyung sudah meninggal. Namun Peter tidak tega karena  cemas Soo Yin akan membencinya.     

"Itulah sebabnya sejak kita pertama aku merasakan jika kau sangat mirip dengan seseorang yang kukenal. Tidak kusangka kau memang putri Seo Kyung," terang Peter Anderson.     

"Maaf, saat ini aku tidak ingin memikirkannya. Aku ingin membantu menyembuhkan ibuku terlebih dahulu," tukas Soo Yin. Masalah utama yang paling penting saat ini adalah ibunya.     

"Aku mengerti, tapi ikutlah bersamaku ke Inggris. Ayahmu pasti sangat senang melihat kalian berdua," bujuk Peter Anderson.      

"Terima kasih, nanti aku akan memikirkannya," tukas Soo Yin dengan penuh hormat. Bertemu dengan ibu kandungnya sudah membuat Soo Yin merasa bahagia. Untuk hal lainnya, ia akan memikirkannya kembali.     

Hari itu juga mereka melakukan penerbangan kembali ke Seoul. Soo Yin tidak ingin menunda-nunda untuk kesembuhan ibunya.     

===============================     

Villa Pyeongchang-dong,     

Soo Yin membawa Kim Nam dan Seo Kyung kembali ke villa mereka. Mereka tiba di Seoul sudah malam hari. Rencananya besok mereka akan pergi memeriksakan kondisi Seo Kyung.     

"Selamat datang, Tuan Kim Nam. Akhirnya anda kembali lagi ke rumah ini," sapa Bibi Xia dengan ramah.     

"Terima kasih," ucap Kim Nam.     

Bibi Xia mengantarkan Kim Nam untuk beristirahat di kamar tamu. Sedangkan Seo Kyung di bawa ke lantai dua oleh Soo Yin. Ia tidak ingin berada jauh dari ibunya, khawatir jika ibunya mengamuk seperti tadi saat berada di pesawat. Beruntung mereka dapat memenangkannya.     

Dae Hyun memasuki kamar yang ditempati oleh Seo Kyung. Terlihat Soo Yin masih setia berada di sampingnya. Selalu mengajaknya berbicara, berharap jika Seo Kyung akan mendengarkannya.     

"Sayang, sebaiknya kau istirahat saja. Biarkan aku yang menjaga ibu sampai tidur," bujuk Dae Hyun.     

Dae Hyun merasa tidak tega dengan Soo Yin karena hari sudah larut malam namun ia masih terjaga.     

"Tidak apa-apa, aku ingin menemani ibuku," ujar Soo Yin bersikeras.     

"Kau juga perlu istirahat agar kita besok bisa memeriksakan keadaan ibu." Dae Hyun duduk di samping Soo Yin kemudian memegang pundaknya dari posisi belakang.     

Soo Yin menyandarkan kepalanya di dada Dae Hyun. Sebenarnya tubuhnya sangat lelah tapi ia cemas ibunya melakukan sesuatu yang berbahaya.     

"Ibu pasti selama ini sudah melalui banyak kesulitan. Kenapa aku baru tahu sekarang? Kenapa aku tidak mencari tahu sejak dulu. Aku bahkan tidak curiga saat ayah tidak pernah mengatakan dimana makam ibu," ucap Soo Yin dengan sendu. Bibirnya gemetar karena sangat menyesal bisa tidak berpikir sampai terlalu jauh.     

"Soo Yin, tidak perlu disesali karena semua sudah terjadi. Paling penting sekarang adalah kita sudah menemukan ibu." Dae Hyun membantu mengikat rambut Soo Yin yang sangat berantakan.     

"Jika kau pergi meninggalkanku, apakah aku akan bernasib sama seperti ibu?" ujar Soo Yin sembari mendengus.     

"Sssttt, itu tidak akan pernah terjadi. Sampai kapanpun aku tidak akan pergi meninggalkanmu." Dae Hyun membalikkan tubuh Soo Yin agar menghadapnya. Ekspresinya berubah datar karena sangat tidak suka mendengar Soo Yin berbicara yang tidak-tidak.     

"Aku hanya bercanda. Tidak mungkin kau akan pergi meninggalkan diriku," tukas Soo Yin sembari tersenyum agar suasana hati Dae Hyun kembali baik.     

"Lain kali jangan berkata seperti itu lagi," perintah Dae Hyun dengan tegas.     

"Baiklah, aku janji tidak akan mengatakannya," ujar Soo Yin.     

Lambat laun Seo Kyung memejamkan matanya, Soo Yin merasa lega akan hal itu. Ditutupinya tubuh Seo Kyung dengan selimut tebal.     

"Apakah tidak apa-apa kita meninggalkan ibu?" Ada kecemasan di hati Soo Yin saat hendak keluar dari kamar itu.     

"Aku yakin tidak apa-apa. Aku sudah memastikan tidak ada benda tajam di ruangan ini," terang Darel. Salah satu barang yang harus dijauhkan dari orang yang mengalami depresi adalah benda-benda tajam karena khawatir melukai dirinya sendiri bahkan orang lain.     

Setelah Dae Hyun menyakinkan barulah Soo Yin merasa lega ibunya akan baik-baik saja.     

Sebelum Soo Yin melangkah, Dae Hyun sudah membopong tubuhnya. Ia tidak tega membiarkan Soo Yin berjalan karena ia tampak kelelahan.     

Soo Yin tidak menolak tindakan suaminya, justru melingkarkan tangannya dengan erat di leher Dae Hyun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.