Istri Simpanan

Bab 565 - Berpisah



Bab 565 - Berpisah

0Matahari sudah naik hampir di tengah-tengah cakrawala. Bunyi alarm sejak tadi terus berdering tapi kedua insan yang kelelahan masih terlelap. Ponsel Soo Yin juga terus berdering sejak tadi.     
0

Hingga perlahan Dae Hyun akhirnya membuka matanya karena mulai terusik. Namun terpejam lagi karena matanya terasa sakit oleh cahaya yang menyilaukan.     

Kemudian berbalik ke arah Soo Yin yang tampak sedang damai dalam mimpinya.     

"Haruskah aku melepasmu pergi?" ujar Dae Hyun. Jari telunjuknya menyusuri pipi Soo Yin dengan lembut. Ada rasa tidak rela jika ia pergi tapi bagaimana lagi karena Dae Hyun tidak mungkin menahan demi keegoisan.     

Dering ponsel Soo Yin sekarang berdering lagi hingga kini mengusik indra pendengarannya. Terpaksa Dae Hyun meraihnya.     

"Ada apa?" tanya Dae Hyun dengan suara datar.     

"Dimana Soo Yin? Aku hanya mengabarkan jika satu jam lagi kita akan berangkat," terang Peter di seberang telepon.     

"Apakah tidak bisa berangkat nanti sore atau lusa?" tanya Dae Hyun. Nadanya terdengar sedikit jengkel karena Peter mengatakannya terlalu mendadak kemarin.     

"Maaf, tidak bisa," ujar Peter.     

Suara obrolan Dae Hyun mulai membangunkan Soo Yin dari tidurnya. Matanya langsung terbelalak lebar saat melihat jam dinding yang menunjukkan hampir jam 12 siang.     

Soo Yin kemudian merebut ponselnya dari tangan Dae Hyun karena sudah tahu dengan siapa suaminya berbicara.     

"Mr. Peter, aku akan segera bergegas ke bandara," tukas Soo Yin.      

Tanpa berbicara apa-apa lagi Soo Yin lantas mematikan sambungan telepon karena sangat terburu-buru. Jangan sampai terlambat karena mungkin ini adalah kesempatan yang sangat langka.     

Soo Yin meraih pakaiannya yang berserakan di lantai kemudian segera masuk ke dalam kamar mandi.     

Dae Hyun hanya mengamati Soo Yin yang tampak bersemangat dengan rasa kesedihan yang mendalam. Ia hanya bisa menghela nafas pasrah melihat sebentar lagi mereka akan berpisah.     

Setelah mengemas pakaian dalam waktu lima belas menit, Soo Yin segera menuruni anak tangga. Ia ke lantai bawah untuk berpamitan kepada Bibi Xia.     

"Bibi, aku titip Dae Hyun dan ibuku selama tidak di sini," ujar Soo Yin sembari memeluk tubuh Bibi Xia sebentar.     

"Tentu saja, kembalilah segera Nona ke rumah ini," ujar bibi Xia.     

"Aku tidak akan lama," sahut Soo Yin.     

Dae Hyun tidak bisa mengucapkan kata-kata selamat berpisah. Kata itu terlalu menyakitkan baginya. Kini bibirnya terkunci rapat selama dalam perjalanan menuju bandara.     

Pria itu sendiri yang mengantarkan istrinya ke bandara agar dia tenang.     

"Sayang, apakah kau marah?" tanya Soo Yin. Pada akhirnya membuka suara terlebih dahulu karena Dae Hyun memasang wajah masam. Pandangannya juga sejak tadi lurus ke depan memandang kendaraan di depannya.     

"Tidak," sahut Dae Hyun dengan suara serak.     

"Aku tidak akan lama dan akan menjaga diriku." Soo Yin memegang tangan Dae Hyun kemudian bergelayut manja. Menempelkan kepalanya di bahunya.     

"Jika bukan demi ibuku sebenarnya aku juga enggan bertemu ayah kandungku. Sejak kecil aku hanya menganggap Kim Nam lah ayahku karena dia yang selama ini merawatku," terang Soo Yin sembari menerawang kembali masa kecilnya yang sangat menyenangkan bersama Kim Nam.     

"Apakah kau tidak berpamitan dengan ayah?" tanya Dae Hyun.     

Kim Nam sekarang sedang mengunjungi keluarga besarnya yang berada jauh dari Seoul karena sedang ada urusan.     

"Aku tidak ingin ayahku sedih dan mencemaskanku. Pasti dia berpikir jika aku mungkin tidak menganggapnya sebagai seorang ayah tapi bagiku itu tidaklah penting." Soo Yin mengusap air mata yang menetes setitik dari sudut matanya.     

"Ayah pasti bisa mengerti perasaanmu." Dae Hyun mengulurkan sebelah tangannya untuk mengusap puncak kepala Soo Yin.     

"Selama aku pergi jaga dirimu dari dokter wanita itu. Aku tidak akan suka jika kau berdekatan dengannya," ungkap Soo Yin. Hanya hak itu yang menjadi ketakutan tersendiri selama berpisah.     

"Meski dia mencoba mendekatiku tapi aku tidak akan pernah tergoda. Hatiku sudah terkunci hanya untukmu seorang," terang Dae Hyun.     

"Baguslah, dulu kukira dia sangat baik dan tulus tapi ia sekarang seperti ular betina," gerutu Soo Yin.     

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan."     

Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di Incheon International Airport.     

Peter Anderson dan Gong Yoo sudah menunggu kedatangan Soo Yin sejak tadi. Mereka senang karena akhirnya Soo Yin bersedia pergi bersama mereka.     

"Dae Hyun, apakah kau akan ikut bersama kami?" tanya Peter Anderson     

"Sayang sekali aku tidak bisa ikut. Namun lain kali jika ada kesempatan aku akan ikut," tukas Dae Hyun.     

"Namun aku ingin sekali mengatakan sesuatu, tolong jangan biarkan putra anda mendekati istriku," lanjut Dae Hyun dengan nada datar.      

Gong Yoo membuang muka dan tidak ingin terbawa emosi karena saat ini berada di tempat keramaian.     

"Tenanglah, aku pasti akan menjaga istrimu. Jangan terlalu posesif karena seorang wanita sangat tidak suka jika terlalu di kekang," saran Peter Anderson sembari tertawa renyah.     

"Wajar aku posesif karena aku sangat mencintainya. Siapapun yang berani mendekatinya aku tidak akan tinggal diam," ancam Dae Hyun sembari melirik Gong Yoo dengan tatapan sinis. Ia masih menganggap jika Gong Yoo ada niat untuk merebut Soo Yin darinya.     

"Aku mengerti." Peter Anderson menepuk pundak Dae Hyun agar tidak perlu terlalu cemas.     

"Soo Yin, sekarang waktunya kita untuk naik ke pesawat," ajak Peter karena sudah ada pemberitahuan agar mereka mendekati area pesawat.     

Dae Hyun mengikuti langkah Soo Yin sampai mendekati tangga menuju pesawat. Segera menarik tangan Soo Yin ketika ia hendak menaiki anak tangga. Ini pertama kalinya berpisah negara dengan Soo Yin.     

Didekapnya tubuh Soo Yin dengan sangat erat. Hatinya benar-benar kalut. Jika tidak malu rasanya ia sangat ingin menangis saat ini.     

"Sayang, kau membuatku ingin menangis saat ini," ucap Dae Hyun dengan pilu.     

"Kita tidak pernah berpisah dalam jarak yang sangat jauh seperti ini," imbuh Dae Hyun.     

"Aku yakin kita bisa melewatinya. Kita bahkan selama ini sudah melewati begitu banyak rintangan. Mungkin ini perpisahan kita untuk menuju kebahagiaan seterusnya," ucap Soo Yin. Berusaha membendung air matanya tapi pada akhirnya tak kuat kuat juga.     

"Setelah sampai, tolong hubungi aku segera agar perasaanku tenang," ujar Dae Hyun dengan suara berat. Ini lebih menyedihkan dari pada melihatnya berbaring di rumah sakit.     

"Aku janji akan menghubungimu." Soo Yin melepaskan diri karena hanya dirinya seorang yang belum masuk ke dalam pesawat.     

Dae Hyun mengecup bibir Soo Yin sekilas sebagai salam perpisahan. Namun jika dalam seminggu Soo Yin belum kembali kemungkinan besar ia akan menyusulnya.     

Soo Yin kemudian menaiki anak tangga sembari melambaikan tangannya ke arah Dae Hyun. Ingin ia berlari turun dan memeluknya sekali lagi tapi sayang sekali harus segera masuk.     

Bagi Soo Yin mungkin sudah terbiasa ditinggalkan Dae Hyun ke luar kota. Namun jika meninggalkan, ini memang terasa sangat berat.     

Dengan air mata yang tidak mampu dibendung lagi, Soo Yin melangkahkan kakinya menuju kursinya. Ia duduk tepat di samping Gong Yoo.     

"Tidak usah terlalu sedih nanti kita akan kembali ke Seoul lagi," ujar Gong Yoo dengan perasaan rumit.     

"Hmmm," sahut Soo Yin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.