Istri Simpanan

Bab 325 - Menyesal tidak memiliki mantan kekasih



Bab 325 - Menyesal tidak memiliki mantan kekasih

0Seoul National University,     
0

Dae Hyun menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gerbang karena di dalam mobil masih antri untuk parkir.     

Soo Yin merasa heran dengan para orang tua yang ikut datang di sana. Terlalu banyak urusan membuatnya tidak mencari informasi lebih banyak tentang kampus itu.     

Para orang tua masing-masing membawa buket bunga di tangannya.     

"Apa ada acara lain lagi di sini?" Soo Yin mengerutkan keningnya sambil mengamati dari kaca mobil orang yang lalu lalang melewati mobil mereka.     

"Disini ketika penerimaan mahasiswa, orang tua akan datang. Mereka akan memberikan buket bunga yang diberikan kepada anaknya setelah acara penerimaan mahasiswa selesai," sahut Dae Hyun untuk mengurangi rasa penasaran Soo Yin. Itu sebabnya dirinya rela pulang ke Seoul padahal pekerjaannya sangat menumpuk.     

"Ini bukanlah acara kelulusan jadi untuk apa memberikan buket bunga," ucap Soo Yin dengan pemikiran polosnya.     

"Meski tidak tahu kapan lulus. Itu hanya sebagai bentuk dukungan dari mereka untuk anaknya agar lebih bersemangat lagi dalam belajar." Dae Hyun juga pernah kuliah di sana sehingga ia banyak mengetahui kebiasaan di kampus.     

Soo Yin tertunduk sedih, mengingat ayahnya yang sudah lama tidak dihubungi. Seharusnya dulu tidak mengizinkannya untuk pergi dari Seoul. Sekarang untuk sekedar ngobrol saja sangat sulit dengan ayahnya.      

Setiap Soo Yin menanyakan di desa mana Kim Nam tinggal,  selalu saja tidak ada yang pasti. Ayahnya mengatakan jika tinggal berpindah-pindah tempat.     

"Apa kau sedih karena ayah tidak datang?" Dae Hyun bisa melihat raut kesedihan di wajah Soo Yin. Itu wajar mengingat Kim Nam hanyalah satu-satunya keluarga yang dia punya. Namun sekarang mereka harus berpisah.     

Soo Yin menganggukan kepalanya dengan kepala masih tertunduk. Bulir air yang ada di sudut matanya tak mampu lagi ditahan. Perlahan mengalir dari pelupuk matanya.     

"Tidak usah sedih, ada aku disini yang akan menjadi suami sekaligus walimu," ujar Dae Hyun. Menarik pinggang Soo Yin ke dalam dekapannya agar menumpahkan rasa kesedihan hanya di dadanya.     

"Aku merindukan ayah," ucap Soo Yin.     

"Ayah juga pasti merindukanmu. Mungkin dia punya alasan lain sehingga tidak bisa dihubungi. Berpikirlah positif jika sekarang ayah baik-baik saja." Dae Hyun mengusap punggung Soo Yin dengan telapak tangannya.     

Soo Yin menghela nafas panjang. Sekarang bukan waktunya menangis. Penerimaan mahasiswa seharusnya menjadi kebahagiaan untuknya.     

Suara klakson mengagetkan mereka. Soo Yin lantas melepaskan diri kemudian mengusap air matanya. Untunglah kacanya tidak transparan jika dilihat dari luar. Sehingga tidak ada yang tahu apa yang mereka lakukan.     

"Sayang, ayo masuk sebelum mereka semua marah." Soo Yin menolehkan wajahnya ke belakang. Ternyata sudah banyak mobil yang antri gara-gara Dae Hyun menghentikan mobilnya di tengah-tengah jalan.     

Dae Hyun akhirnya segera melajukan mobilnya kembali menuju parkiran.     

Soo Yin merapikan poninya terlebih dahulu sebelum turun. Tidak terbiasa memiliki poni membuatnya agak risih karena sedikit mengganggu.     

"Sekarang turunlah," ujar Dae Hyun. Bukan bermaksud mengusir, tapi tidak mungkin jika Soo Yin akan terus berada di dalam mobil terus.     

"Apa kau tidak ikut turun?" tanya Soo Yin. Dahi yang tertutup rambutnya berkerut.     

"Aku akan menyusul, lagipula aku tidak ingin membuat masalah untukmu," ujar Dae Hyun.     

"Baiklah," sahut Soo Yin dengan cepat. Mengerti apa yang dimaksud oleh Dae Hyun.     

"Apa kau tidak ingin mengatakan salam perpisahan?" tanya Dae Hyun ketika Soo Yin hendak membuka pintu.     

"Bukankah kau akan tetap disini? Kau bilang tidak akan pulang sebelum acaranya selesai?" Soo Yin menyipitkan matanya.     

Dae Hyun mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Soo Yin, lantas menunjukkan dan menyentuh pipinya dengan jari telunjuk.     

"Tidak ada nyamuk," ujar Soo Yin yang justru mengamati pipi Dae Hyun.     

"Bukan nyamuk tapi apa kau tidak ingin menciumku dulu sebelum turun," ujar Dae Hyun sembari mendesah kesal. Agak sedikit geram dengan Soo Yin yang tidak bisa membaca pikirannya.     

"Bukannya kau tadi sudah menciumku?" Soo Yin memundurkan sedikit tubuhnya.     

Dae Hyun semakin geram dengan wajah polos Soo Yin. Dengan cepat tangannya meraih tengkuk Soo Yin hingga kemudian bibir mereka saling melekat.      

Soo Yin berusaha menarik bibirnya tapi cekalan Dae Hyun di tengkuknya cukup kuat. Matanya melotot ketika ada Jae-hwa yang berdiri tepat di samping mobil mereka. Didorongnya tubuh Dae Hyun dengan kuat hingga akhirnya bisa terlepas.     

"Lain kali jangan melakukannya di tempat keramaian," gerutu Soo Yin sambil menunduk dan mengusap bibirnya dengan tisu. Ia takut jika sampai Jae-hwa memergoki apa yang mereka baru saja lakukan.     

"Kau takut ketahuan pria itu," ujar Dae Hyun sembari menunjuk Jae-hwa yang sudah melangkah sedikit lebih jauh dari mereka.     

Soo Yin sedikit mendongakkan wajahnya, merasa lega karena akhirnya Jae-hwa sudah tidak ada di sana.     

"Apa dia mantan kekasihmu sehingga kau begitu takut?" tanya Dae Hyun. Sudah lama memendam rasa penasarannya tapi barulah kali ini berani menanyakannya.     

Soo Yin menyipitkan matanya sambil menggerakkan bibirnya.     

"Aku tidak punya mantan kekasih," ucap Soo Yin dengan tegas.     

"Benarkah? Aku rasanya tidak percaya dengan hal itu." Dae Hyun menaikkan sebelah alisnya. Berpikir Soo Yin itu terlalu cantik bagi para pria yang melihatnya. Sehingga tidak mungkin jika sebelumnya tidak ada yang menyukainya. Hanya pria bodoh yang tidak melirik Soo Yin. Namun jika memang hal itu yang terjadi, Dae Hyun merasa cukup senang. Itu artinya jika dirinya adalah cinta pertama Soo Yin.     

"Dan aku sekarang menyesal tidak memiliki mantan kekasih," sahut Soo Yin. Sudah mulai kesal dengan suaminya.     

"Kenapa?"     

"Menyesal seharusnya dulu aku berkencan dengan lebih banyak pria tampan agar memiliki pengalaman. Asal kau tahu aku dulu sempat menyukai Jae-hwa karena sejak berteman dia sangat perhatian padaku," sahut Soo Yin dengan santai mengeluarkan semua rasa kejujurannya.     

"Jadi dia cinta pertamamu?" Baru saja Dae Hyun merasa senang tapi Soo Yin justru membuat pernyataan seperti itu.     

"Aku tidak tahu dia cinta pertamaku atau bukan. Yang jelas dulu aku pernah menyukainya, dan sepertinya dia juga menyukaiku," ujar Soo Yin sembari melirik Dae Hyun. Itu salahnya karena sudah memancing keributan dengannya.     

"Lalu kenapa kalian tidak berkencan?" Hati Dae Hyun sudah memanas. Membuat mereka bersama ternyata tidaklah benar. Bisa saja mereka kelak merasakan kembali cinta mereka.     

"Jae-hwa bukan tipe pria yang suka berkencan. Dia ingin menggapai cita-citanya terlebih dahulu. Mungkin dia akan mengatakan perasaannya setelah lulus menjadi seorang dokter," sahut Soo sembari mengulum senyum.     

"Sudahlah, sampai ketemu nanti." Soo Yin buru-buru keluar dari mobil menyisakan kekesalan di hati Dae Hyun. Memang dirinya sengaja melakukan hal itu agar Dae Hyun merasa cemburu.     

Dengan tersenyum puas karena sudah berhasil membuat suaminya kesal, Soo Yin melangkahkan kaki menuju aula untuk berkumpul bersama calon mahasiswa lainnya. Sebentar lagi acaranya akan segera dimulai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.