Istri Simpanan

Bab 315 - Cinta yang tak pernah menghilang



Bab 315 - Cinta yang tak pernah menghilang

0Soo Yin dan Jean langsung terdiam mendengar perkataan Dae Hyun. Jean heran mengetahui bagaimana posesifnya sang bos pada sahabatnya.     
0

"Aku ingin tidur," ucap Dae Hyun sembari melangkahkan kakinya ke tempat yang memang ditujukan untuk istirahat orang yang menunggu pasien. Terdapat ranjang yang tidak terlalu besar di sana. Bisa digunakan untuk mengurangi rasa lelah. Ada sekat pembatas di antara ranjang pasien dan ranjang itu.     

"Soo Yin, pergilah. Aku akan menunggu di sini sendirian. Lagi pula kau juga pasti lelah setelah hampir setiap malam berada di sini," ujar Jean sambil memandang wajah Kim Soo Hyun masih menutup matanya rapat.     

"Ya sudah, jika ada sesuatu segera panggil aku," ujar Soo Yin.     

Soo Yin berjalan pelan-pelan menghampiri suaminya. Rasanya menyebalkan sekali jika sudah keluar semua sifat kekanak-kanakannya.     

Soo Yin mencubit hidung Dae Hyun beberapa kali tapi tetap diam tanpa merespon apa yang Soo Yin lakukan. Posisinya tidur telentang sambil melipat kedua tangannya di dada.     

"Baiklah, jika kau seperti ini. Akan kembali menemani Jean," ancam Soo Yin karena kesal tidak mendapatkan respon.     

Baru selangkah hendak berbalik, Dae Hyun sudah mencekal pergelangan tangannya dengan erat.     

"Tetaplah di sini," ujar Dae Hyun dengan suara parau.     

"Tidurlah di sini." Dae Hyun menepuk samping tempatnya berbaring.     

"Ada Jean di sini, aku tidak ingin dia melihatnya. Apa kau tidak merasa sedih melihat adikmu?" ucap Soo Yin sambil mencebikkan bibirnya.     

"Memang apa yang akan kita lakukan? Aku hanya memintamu untuk tidur di sini. Lagi pula aku tidak perlu menampakkan rasa kesedihanku," tukas Dae Hyun dengan dahi berkerut. Baginya rasa sedih cukup di dalam hatinya saja.     

"Tetap saja …."     

"Tidak usah banyak protes, cepatlah naik ke atas. Ini sudah malam waktunya tidur," ujar Dae Hyun sambil menggeser tubuhnya sedikit ke pinggir.     

Soo Yin terpaksa menuruti permintaan suaminya. Selagi tidak melakukan apapun sepertinya tidak masalah jika mereka tidur bersama. Kebetulan sekali dirinya juga sudah mengantuk. Beberapa hari tidur dalam posisi duduk juga membuat tubuhnya terasa pegal.     

Begitu naik, Soo Yin berbaring dalam posisi miring membelakangi Dae Hyun karena ranjangnya sempit. Matanya belum ingin terpejam karena merasa was-was jika tiba-tiba Jean melihat mereka.     

"Tidurlah, Jean tidak akan mengintip,"  bisik Dae Hyun sambil melingkarkan tangannya di pinggang Soo Yin.     

Soo Yin sungguh merasa tidak nyaman sehingga sebisa mungkin menyingkirkan tangan Dae Hyun dari perutnya. Namun Dae Hyun sangat erat dalam memeluknya.     

Hingga akhirnya Soo Yin menyerah dan mulai memejamkan matanya.     

Jean masih setia terbangun menemani Kim Soo Hyun. Ada kebahagiaan tersendiri yang ia rasakan saat bersama dengan pria yang dicintainya. Meski pria itu tidak dapat merasakan kehadirannya tapi dapat melihat wajahnya dari dekat sudah membuatnya senang.     

Bisa memegang jarinya yang panjang. Meski dari relung hati yang terdalam Jean sangat sedih melihatnya terbaring seperti itu.     

"Tuan, aku tahu jika kau tidak pernah mencintaiku. Namun aku mohon biarkan aku berada di dekatmu untuk saat ini," ucap Jean. Matanya kembali memanas. Rasa perih itu kembali menyeruak di dalam hatinya. Jika Tuhan mengizinkan ia ingin Kim Soo Hyun menjadi cinta pertama sekaligus cinta terakhir baginya.     

"Perasaan cinta ini tidak akan pernah menghilang dari dalam hatiku meski kau tidak membalasnya."Jean tersenyum tipis, buliran bening masih menetes dari sudut matanya.     

Malam semakin larut, suasana rumah sakit juga semakin sepi. Hanya sendirian dalam keadaan terjaga membuat bulu kuduk Jean merinding. Dari samping terdengar dengkuran halus yang saling bersahutan antara Soo Yin Dan Dae Hyun.     

"Ughh, mereka memang sangat menyebalkan," gerutu Jean.     

Pada saat dini hari, Jean tak dapat menahan rasa kantuknya. Matanya terlalu berat untuk bertahan sehingga lama-kelamaan matanya terpejam juga.     

°     

°     

Sinar mentari pagi perlahan masuk melalui celah jendela kaca. Sinarnya membuat silau mata Soo Yin sehingga ia meregangkan otot-otot tangannya.     

Dari luar terdengar suara langkah kaki. Seperti biasa jika pagi seperti ini maka Ny. Park akan datang untuk bergantian menunggu Kim Soo Hyun. Kali ini dia datang bersama Park Ji Hoon.     

Semalam mereka lupa tidak mengunci pintu sehingga begitu knop diputar maka langsung mengerutkan keningnya.     

Ny. Park melangkahkan kakinya masuk dengan dahi berkerut. Pasalnya gadis yang tengah tertidur di samping Kim Soo Hyun tidak mirip dengan Soo Yin.     

Perlahan langkahnya semakin dekat dan mulai mengamati Wajahnya. Ny. Park menilai jika wajahnya sangatlah tidak asing. Wanita itu pernah bertemu dengan Jean ketika mereka dari rumah sakit bersalin Pyongyang. Sehingga dapat mengingatnya walau masih samar-samar.     

"Jean," panggil Ny. Park.     

Suara wanita paruh baya itu berhasil membuat Jean terkejut hingga hampir saja terjatuh dari kursinya. Ia kelabakan dan langsung berdiri sambil memegang dadanya.     

"Nyonya," ujar Jean dengan mata yang terbelalak. Buru-buru ia membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat. Jantungnya terus berdetak kencang tak menentu.     

"Dimana Soo Yin dan Dae Hyun?" tanya Ny. Park sambil mengedarkan pandangannya.     

"Ah, mereka … mereka …." Jean benar-benar bingung harus menjawab apa. Pasalnya tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya jika mereka masih tertidur. Bisa-bisa hubungan mereka ketahuan.     

"Ada apa, Sayang?" Park Ji Hoon baru saja tiba. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Terlebih lagi saat memandang Jean yang tampak gelisah dan gugup.      

Park Ji Hoon lantas memandang ke arah tempat yang bersekat, tampak 4 kaki dari sela kain gorden yang sedikit terbuka.     

'Dasar anak kurang ajar!' ~ umpat Park Ji Hoon kepada Dae Hyun. Sudah tahu berada di rumah sakit tapi mereka sangat gegabah.     

"Katakan dimana mereka? Kenapa kau sendirian di sini?" ujar Ny. Park.     

"Hmmm …." Jean benar-benar gemetar saat ini.     

"Sayang, sebaiknya kita belikan makanan untuk mereka. Mungkin Dae Hyun dan Soo Yin sedang mencari udara segar," ujar Park Ji Hoon sambil menggeser tubuhnya agar istrinya tidak melihat ranjang yang bersekat itu.     

"Mereka nanti bisa sarapan di restoran," ujar Ny. Park.     

"Tidak apa-apa sekali kita membelikan mereka makanan. Bukankah kau belum sarapan? Sebaiknya kita harus segera membelinya dan sarapan bersama di sini," bujuk Park Ji Hoon.     

Selama Kim Soo Hyun berada di rumah sakit, Ny. Park memang tak lagi berselera untuk makan. Tulang pipinya kini lebih tirus dan terlihat.     

"Baiklah, tapi tunggu sebentar," ujar Ny. Park sambil berjalan mendekat ke arah putranya. Mencium keningnya sesaat kemudian mengusap rambutnya.     

"Cepatlah bangun agar kita bisa berkumpul lagi," ujar Ny. Park sambil berusaha menarik bibirnya ke belakang agar bisa tersenyum.     

"Jean, aku titip Kim Soo Hyun sebentar," ujar Ny. Park.     

"Iya, Nyonya," sahut Jean sambil menghela nafas lega melihat Ny. Park dan suaminya pergi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.