Istri Simpanan

Bab 311 - Rasa bersalah



Bab 311 - Rasa bersalah

0Villa Pyeongchang-dong,     
0

Tubuh Soo Yin sangat menggigil setelah sampai di villa. Ia tidak tahu kenapa bisa seperti ini padahal tadi dirinya baik-baik saja. Sepertinya angin malam dan pikiran yang kacau membuat kekebalan tubuhnya melemah. Bagaimana mungkin tidak menggigil ia bahkan duduk di bawah turunnya salju hampir satu jam lamanya.     

Sudah beberapa jam yang lalu, Soo Yin mendengar kabar kecelakaan tentang Kim Soo Hyun. Tapi hingga dini hari bahkan sekarang sudah hampir pagi matanya enggan terpejam. Tubuhnya gemetar disertai air buliran salju bening yang terus menetes dari sudut matanya.      

Soo Yin merasa sangat bersalah dengan apa yang terjadi pada Kim Soo Hyun. Menyesali karena sudah memberikan harapan palsu terlalu lama kepada pria yang hatinya sangat baik. Pria yang tidak pantas mencintai gadis seperti dirinya.     

"Nona, tidurlah," bujuk Bibi Xia dengan begitu lembut. Ia setia menemani Soo Yin  tidak tertidur untuk menjaganya. Melihat kondisinya seperti itu membuatnya tidak tega untuk meninggalkan Soo Yin sendirian. Sebagai seorang wanita bibi Xia bisa merasakan apa yang mungkin Soo Yin saat rasakan.     

Soo Yin menyeka buliran bening dari pipinya. Lalu menoleh ke arah bibi Xia yang duduk di sampingnya.     

"Aku tidak bisa tidur, Bibi," ucap Soo Yin dengan bibir bergetar. Bagaimana mungkin dirinya bisa tidur karena saat ini memikirkan tentang keadaan Kim Soo Hyun.     

"Percayalah jika Tuan Kim Soo Hyun pasti baik-baik saja," ucap bibi Xia. Untuk mengurangi rasa bersalah yang mendalam di hati Soo Yin.     

"Aku juga berharap begitu, Bibi. Besok pagi-pagi sekali aku akan ke rumah sakit untuk menjenguknya," ucap Soo Yin. Sebisa mungkin menyunggingkan senyuman tipis meski sangat berat terlukis di bibirnya.     

"Maka dari itu sebaiknya Nona tidur agar bisa bangun cepat," ujar Bibi Xia dengan ucapan lembut dan penuh kehangatan seperti layaknya berbicara kepada anak kandungnya sendiri.     

Soo Yin menganggukan kepalanya pelan.     

"Sebaiknya Bibi istirahat juga. Saat ini aku sudah baik-baik saja dan anak tidur," ucap Soo Yin berbohong. Padahal sejak tadi berusaha menahan rasa dingin agar bibi Xia tidak khawatir.     

"Apa Nona yakin?" Bibi Xia kembali ingin memegang tangan Soo Yin tapi Soo Yin buru-buru menyembunyikannya di bawah selimut.     

Soo Yin mengganggukan kepalanya dengan cepat. Terpaksa bibi Xia meninggalkan kamar itu karena Soo Yin terus memintanya untuk pergi istirahat.     

Setelah Bibi Xia keluar, Soo Yin mengambil kembali satu selimut tebal untuk membungkus tubuhnya. Penghangat ruangan juga hidupkan.     

Soo Yin menyeret langkah kakinya ke dekat meja untuk mencari obat demam kemudian meminumnya. Namun setiap termenung pasti wajah Kim Soo Hyun yang selalu tersenyum hadir di benaknya.     

°     

°     

Kondisi villa sudah terlihat sepi tapi lampu kamar Soo Yin masih menyala. Dae Hyun sudah memarkirkan mobilnya di halaman tapi dirinya ragu untuk keluar. Sejenak menyandarkan kepalanya di sandaran jok mobil. Menengadahkan wajahnya sambil menutup mata rapat-rapat.      

Sebelum turun, Dae Hyun ingin memastikan terlebih dahulu jika Soo Yin belum tidur. Dirogohnya ponsel yang berada di dalam saku celananya.     

"Bagaimana keadaan Kim Soo Hyun saat ini? Apa dia baik-baik saja saat ini?"     

Tidak lama setelah Dae Hyun memanggil, teleponnya sangat cepat oleh terjawab oleh Soo Yin. Hal itu menandakan jika dirinya belum tidur. Jika sudah terlelap tak mungkin secepat itu menjawabnya.     

Dae Hyun menghela nafas panjang.     

"Kau belum tidur?" ujar Dae Hyun dengan suara parau..     

"Tentu saja su … sudah," sahut Soo Yin dengan terbata.     

"Jika kau tidur kenapa cepat sekali menjawab panggilanku?"     

"Aku baru saja dari mana mandi ketika mendengar ponselku berdering," ucap Soo Yin dengan gugup. Jika tahu dirinya tidak tidur pasti Dae Hyun akan memarahinya.     

"Baiklah."     

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi Dae Hyun mematikan sambungan telepon dan bergegas turun untuk menemui Soo Yin. Ia sangat yakin jika Soo Yin tidak bisa tidur.     

Dengan langkah pelan dan tenang, Dae Hyun menaiki anak tangga. Dibukanya pintu sedikit, ternyata Soo Yin masih duduk bersandar di sisi ranjang. Menekuk kedua lututnya yang digunakan untuk menopang dagunya. Tubuhnya terlilit selimut tebal dengan wajah yang terlihat pucat.     

Soo Yin menoleh ketika melihat kedatangan Dae Hyun. Buru-buru ia mengusap mata dengan punggung tangannya. Matanya memerah dengan kelopak mata juga membengkak.     

Dae Hyun menutup pintu kemudian menghampiri Soo Yin dengan bibir yang masih terkatup rapat. Lalu duduk di samping Soo Yin, hingga sang istri menggeser sedikit tubuhnya ke tengah untuk memberikan tempat Dae Hyun duduk.     

"Kenapa kau begitu keras kepala?" Dae Hyun memegang dagu Soo Yin lalu mengangkat dagunya. Menatap mata sang istri yang nanar.     

"Aku sudah tidur," sahut Soo Yin berusaha untuk tersenyum padahal air mata bahkan belum mengering di pipinya.     

"Jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini. Bukankah sudah kukatakan jika jangan menyalahkan diri sendiri?" ujar Dae Hyun sambil mendesah pelan.     

"Aku tidak bisa tidur." Soo Yin berhambur ke pelukan Dae Hyumm.     

Dae Hyun bisa merasakan jika tubuh Soo Yin dingin.     

"Apa kau demam?" Dae Hyun panik lalu menempelkan punggung tangannya di dahi Soo Yin.     

Soo Yin menggelengkan kepalanya pelan meski rasa dingin menusuk hingga jantungnya.     

Dae Hyun memeluknya erat Sambil menempelkan dagunya di puncak kepala Soo Yin. Di saat kondisinya seperti ini tak mungkin mengajaknya pergi ke rumah sakit. Meskipun yakin jika Soo Yin tidak akan keberatan.     

"Kenapa kau kemari? Bukankah sekarang seharusnya kau berada di rumah sakit?" Soo Yin menengadahkan wajahnya.     

"Aku … aku …." Sungguh bibir Dae Hyun terasa tak bisa digerakkan.     

Hingga suara dering ponsel memecah keheningan di antara mereka beberapa saat.     

"Ada apa, Bu?" ujar Dae Hyun.     

"Kenapa kau lama sekali? Cepatlah Kim Soo Hyun selalu memanggil nama Soo Yin." Suara Ny. Park terdengar serak.     

"Baik, Bu. Kami sedang dalam perjalanan," ujar Dae Hyun sembari menutup telepon.     

"Sebenarnya bagaimana keadaan Kim Soo Hyun?" Soo Yin lantas menegakkan tubuhnya setelah mendengar Ny. Park tersedu-sedu. Jika Kim Soo Hyun baik-baik saja, tak mungkin menangis seperti itu.     

"Dia masih belum sadarkan diri. Dokter tidak bisa memastikan kapan ia akan tersadar. Dokter hanya menyarankan kau untuk datang ke sana karena dia selalu memanggil namamu." Dae Hyun memejamkan matanya sebentar. Malam yang seharusnya tidak ada lagi kebersamaan antara Soo Yin dan Kim Soo Hyun kini justru sebaliknya.     

"Sebaiknya, ayo kita pergi sekarang juga." Soo Yin Bergegas bangkit kemudian mencari mantel tebal di dalam lemari pakaiannya. Melupakan kondisi tubuhnya.     

"Ayo," ajak Soo Yin ketika sudah selesai sedangkan Dae Hyun hanya diam saja.     

"Kau belum tidur, Soo Yin. Aku tidak ingin kau sakit." Dae Hyun menatap getir istri kecilnya.     

"Aku baik-baik saja. Kim Soo Hyun itu jauh lebih penting sekarang," ucap Soo Yin dengan air mata yang mulai mengembun lagi tapi berusaha ditahan. Dia Hanya ingin menebus semua rasa bersalahnya.     

Soo Yin lantas menarik tangan Dae Hyun yang masuk duduk di tepi ranjang.     

================================     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.