Istri Simpanan

Bab 310 - Menyebut namanya



Bab 310 - Menyebut namanya

Malam kini semakin lama semakin larut. Kondisi rumah sakit juga sudah lengang. Hanya ada beberapa orang saja yang masih lalu lalang melewati koridor rumah sakit.     

Ny. Park terus sesenggukan sejak tadi menunggu nasib putra bungsu yang sangat disayanginya. Hati Dae Hyun bagaikan disayat-sayat pisau tumpul ketika melihat ibunya begitu pilu menangisi saudaranya. Sakit tapi tidak berdarah itulah yang saat ini dia rasakan.     

Dae Hyun mendudukkan tubuhnya di samping sang ibu yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Aeri. Mengambil alih posisi untuk mendekapnya.     

"Sebaiknya ibu pulang saja. Biarkan aku menunggu Kim Soo Hyun. Jika ada kabar pasti aku akan menghubungi ibu," bujuk Dae Hyun. Diusapnya bahu Ny. Park pelan untuk memberikan ketenangan.     

"Ibu akan tetap berada di sini," ujar Ny. Park bersikeras. Ia adalah seorang ibu sudah pasti lebih khawatir dari siapapun.     

"Kim Soo Hyun, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa kau sampai ngebut-ngebutan?" lanjutnya. Air matanya sudah mulai mengering karena sejak tadi tidak henti-hentinya menangis.     

Empat  jam pintu ruang operasi tertutup rapat dan lengang. Tidak terdengar aktivitas apapun dari luar karena ruangannya kedap suara.     

Setelah menunggu lama, kini tiba-tiba saja pintu terbuka. Membuat orang yang ada di sana lega sekaligus cemas yang begitu mendalam.     

Dae Hyun dan Ny. Park sontak berdiri. Wanita paruh baya itu ingin segera mengetahui keadaan putranya. Kakinya yang lemas berusaha ditahan untuk bisa berjalan menghampiri dokter dan para perawat yang satu per satu sudah mulai keluar.     

"Dokter, bagaimana keadaan putraku?" Ny. Park memegang tangan sang dokter pria lalu menggoyangkannya.     

"Sabarlah, Bu," ujar Dae Hyun sambil memegang kedua bahu ibunya. Perasaan cemas juga sangat dirasakan oleh Dae Hyun.     

Sang Dokter tampak menghela nafas berat. Ia tidak tahu apakah ini kabar baik atau buruk. Meski begitu sebagai seorang dokter, ia harus memberikan hal-hal positif. Tidak boleh membuat mental keluarga pasien turun dan tidak memiliki harapan. Seburuk apapun kondisi pasien, dokter akan memberikan harapan.     

"Operasinya berjalan lancar, tapi …" Dokter pria yang bertubuh tinggi itu menghela nafas pelan. Berat rasanya ketika bibirnya hendak berucap. Terlebih lagi melihat Ny. Park yang tampak sangat berharap membuat Dokter tersebut tidak tega.     

"Tapi kenapa, Dok?" Ny. Park menggoyangkan kembali lengan sang dokter. Ia sudah tidak sabar karena mungkin saja sesuatu yang buruk akan terjadi.     

"Untuk saat ini putra Nyonya belum bisa sadarkan diri," ujar Sang Dokter tersebut. Lantas dipegangnya pundak Ny. Park agar diberikan ketegaran dan kekuatan.     

Kaki Ny. Park terasa tak mampu menopang beban tubuhnya kembali. Bayangan Kim Soo Hyun koma terlintas di depan matanya. Hingga ketika melihat Kim Soo Hyun yang tengah dikeluarkan dari ruang operasi, ia tak tega melihat putranya yang terpasang alat medis di tubuhnya.     

Ny. Park sempoyongan hingga hampir terjatuh ke lantai jika saja Dae Hyun tidak menopangnya. Dae Hyun memapah sang ibu yang dibantu oleh Dokter agar duduk di bangku yang tidak jauh letaknya. Tubuh Ny. Park seperti memiliki tenaga, walau hanya sekedar untuk berdiri.     

"Maaf Tuan, hanya itu yang bisa kami lakukan sekarang. Kami ingin tahu apa ada di sini wanita yang bernama Soo Yin?" tanya sang Dokter.     

"Memangnya kenapa, Dok?" ujar Dae Hyun sambari menautkan kedua alisnya.     

"Sebelum Tuan Kim Soo Hyun tidak sadarkan diri, dia selalu menyebut nama Soo Yin. Kami mengira jika Soo Yin adalah seseorang yang spesial. Jika tidak keberatan, sebaiknya anda bisa membawa wanita itu datang kemari. Itu sangat membantu untuk kesembuhan pasien," ujar sang Dokter menjelaskan sedikit tentang saran yang ia berikan agar Kim Soo Hyun segera sadar.     

"Akan aku pertimbangkan," sahut Dae Hyun dengan getir. Jika Dae Hyun mewujudkannya maka Kim Soo Hyun dan istrinya akan semakin dekat tapi jika tidak mewujudkannya ia khawatir dengan keadaan saudaranya. Sungguh sesuatu yang membuatnya sangat dilema saat ini. Haruskah ia mengalah demi saudaranya?     

"Baiklah, sebaiknya aku pergi dulu." Dokter itu kemudian pergi meninggalkan mereka.     

Kondisi Ny. Park setengah sadar. Wanita itu berharap jika apa yang terjadi terhadap putranya hanyalah mimpi. Itu mengapa ia ingin tertidur berharap setelah bangun bisa bertemu Kim Soo Hyun seperti sedia kala.     

"Dae Hyun, bawa Soo Yin kemari," ujar Ny. Park dengan wajah yang sudah berlinang air mata. Dia sebenarnya tidak pingsan, tapi memikirkan keadaan putranya sejak tadi membuat kepalanya sangat pusing dan limbung.     

"Bu, ini sudah malam. Soo Yin pasti sudah tidur," bujuk Dae Hyun sambil duduk berjongkok di depan ibunya lalu meremasnya jarinya pelan.      

"Itu pasti gara-gara Soo Yin sehingga Kim Soo Hyun jadi seperti itu," tukas Aeri untuk memperkeruh suasana.      

"Jaga ucapanmu," ujar Dae Hyun sambil menatap tajam ke arah Aeri. Ia tidak menyangka di saat-saat seperti ini tapi masih saja berpikiran buruk terhadap orang lain.     

"Dae Hyun, ibu mohon bawa Soo Yin kesini sekarang juga," ujar Ny. Park. Air mata sudah kembali membanjiri pipinya.     

Untuk sementara Kim Soo Hyun belum boleh dijenguk karena para perawat sedang memasang alat-alat di tubuh Kim Soo Hyun agar bisa bertahan lebih lama untuk hidup.     

Dae Hyun menghela nafas berat. Mungkin untuk sementara ia harus menghilangkan egonya dan membiarkan Kim Soo Hyun dekat dengan Soo Yin. Setidaknya hanya sampai ketika dia sembuh. Setelah itu ia akan benar-benar membawa Soo Yin pergi jauh.     

"Baiklah, tapi berjanjilah kalau ibu untuk  tenang. Tetaplah disini bersama Aeri," ucap Dae Hyun.     

Aeri terdengar menggerutu tidak jelas karena di saat seperti ini selalu saja Soo Yin yang dicari.     

"Bagaimana dengan ayahmu? Apa kau sudah menghubunginya agar segera pulang ke Seoul?" tanya Ny. Park yang sudah mulai menghentikan isak tangisnya.     

"Besok ayah akan sampai di Seoul," sahut Dae Hyun.     

"Sekarang pergilah," pinta Ny. Park agar Dae Hyun segera menjemput Soo Yin tidak peduli jika saat ini sudah menjelang pagi.     

"Aeri, kumohon jangan berkata macam-macam. Jaga ibu baik-baik," ucap Dae Hyun kepada Aeri dengan wajah datar.     

"Tenanglah, kau tidak perlu khawatir," ujar Aeri dengan bibir yang tertarik ke belakang mengukir senyuman     

Dae Hyun segera berdiri kemudian melangkahkan kakinya menuju parkiran. Sungguh tidak tega rasanya jika harus menolak keinginan ibunya untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Sepertinya ibunya sangat berharap jika Soo Yin bisa membangunkan Kim Soo Hyun dengan cepat.     

"Tuhan, kenapa sulit sekali untuk kami bersama." Dae Hyun menatap langit malam yang gelap beberapa saat. Meski masih mendung tapi salju tak lagi turun.     

Jika tau seperti ini seharusnya tadi langsung mengajak Soo Yin ke rumah sakit. Namun melihat sang istri yang pucat pasi karena kedinginan membuatnya tidak tega jika harus membawanya. Soo Yin butuh istirahat setelah cukup lama menunggu Kim Soo Hyun.     

Dae Hyun segera masuk ke dalam mobil. Lalu mengemudikan mobilnya menuju villa Pyeongchang-dong.     

===============================     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.