Istri Simpanan

Bab 227 - Dimana anakku?



Bab 227 - Dimana anakku?

0Semalaman tidak tidur membuat mata Dae Hyun terlihat sayu dengan lingkar hitam pada kelopak matanya. Meskipun terasa berat namun matanya enggan terpejam. Sejak datang ke rumah sakit terus ditatapnya wajah Soo Yin, berharap agar segera membuka matanya.     
0

Bibi Xia padahal sudah menyuruhnya untuk beristirahat namun Dae Hyun tetap bersikeras menolak untuk tertidur. Bagaimana mungkin dirinya bisa tertidur jika istrinya sampai saat ini belum juga terbangun. Padahal menurut dokter Mi Young Soo Yin sudah tersadar dari pengaruh obat yang diberikannya.     

"Tuan, sebaiknya anda istirahat," ujar Bibi Xia. Sudah entah yang ke berapa kali wanita paruh baya itu mengatakannya. Tidak merasa bosan meski Dae Hyun terus menolak.     

"Aku tidak ingin istirahat sebelum istriku membuka matanya," ujar Dae Hyun datar meski matanya sudah terasa sangat berat.     

"Kalau begitu sebaiknya anda makan terlebih dahulu. Ini sudah terlalu siang untuk sarapan," ujar bibi Xia yang mengetahui jika sejak pagi tadi Dae Hyun bahkan belum mengisi perutnya dengan makanan.     

"Nanti saja," sahut Dae Hyun singkat.     

Bibi Xia hanya menghela pasrah saat ini. Ia takkan bisa membujuk Dae Hyun kali karena bosnya tipe pria yang keras kepala dan teguh pada pendiriannya. Wanita paruh baya itu kemudian pamit ingin keluar sebentar.     

Tidak berapa lama kemudian.     

Ceklek ….     

Dokter Mi Young membuka pintu, sejenak ia menghentikan langkah kakinya dengan pandangan yang terus tertuju ke depan. Memandang sosok pria yang tengah menunduk sembari mencium tangan istrinya. Sepertinya dia tidak menyadari kehadirannya.     

Setelah hatinya cukup tenang, Mi Young melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu meski dengan jantung yang berdebar. Entah kenapa berada di dekat Dae Hyun hatinya yang terus berdebar.     

'Mi Young, apa yang terjadi padamu? Dia itu hanyalah masa lalu,' ~ batin Mi Young kepada dirinya sendiri sambil mengatur nafasnya agar rileks.     

"Hmmm." Mi Young berdehem untuk menyadarkan Dae Hyun dari lamunannya.     

Mendengar suara yang begitu dekat, Dae Hyun mengangkat kepalanya kemudian menoleh ke arah Mi Young yang sudah berada di sampingnya.     

"Dae Hyun, bolehkah aku memeriksa istrimu sebentar," ujar Mi Young meminta izin karena Dae Hyun tak kunjung bergeser dari tempatnya.     

"Hmm," sahut Dae Hyun kemudian bangkit berdiri dari duduknya.     

Dokter Mi Young memeriksa keadaan Soo Yin saat ini yang sebenarnya kondisinya sudah mulai membaik mungkin beberapa jam lagi akan terbangun.     

"Mi Young, kenapa Soo Yin belum tersadar juga?" gerutu Dae Hyun yang sudah sangat tidak sabar menunggu istrinya bangun.     

"Keadaannya sudah cukup membaik namun pengaruh obatnya masih ada. Tetaplah berada di sampingnya karena aku takut dia akan syok mengetahui …." Mi Young tidak melanjutkan ucapannya karena itu terasa sangat berat.     

Sebagai seorang dokter yang sudah cukup lama, Mi Young sudah pengalaman mengenai para wanita yang baru kehilangan calon bayinya. Apalagi ini adalah calon anak pertama, Soo Yin pasti akan sangat terpukul dengan semua itu.     

"Aku mengerti," sahut Dae Hyun dengan getir. Meski hatinya hancur tapi demi istrinya harus terlihat kuat dan tegar.     

"Aku sungguh minta maaf," ujar Mi Young.     

"Ini bukan salahmu, tidak perlu menyalahkan dirimu," ujar Dae Hyun dengan datar.     

Mi Young melepaskan alat bantu pernapasan karena Soo Yin sudah tidak membutuhkannya. Nafasnya sudah stabil dan teratur. Tinggal menunggu ia membuka mata saja.     

Mi Young segera keluar dari ruangan itu karena ada pasien lain yang harus ditanganinya.     

Dae Hyun kembali duduk di sisi Soo Yin.     

"Sayang, bangunlah. Apa kau tidak merindukanku?" ujar Dae Hyun sembari mendesah pelan untuk menghibur dirinya agar tidak larut dalam kesedihan.     

Dibelainya rambut panjang Soo Yin dengan lembut. Diusapnya wajah Soo Yin yang masih ada beberapa luka tapi kecantikannya tetap terpancar dengan sempurna.     

Soo Yin bisa merasakan ada tangan besar yang menyentuh kulitnya. Masih mencoba mengumpulkan ingatannya perlahan. Kepalanya yang sakit tidak bisa mencerna apapun sehingga memilih membuka matanya.     

Mata Soo Yin memandang langit-langit kamar. Bola matanya memutar untuk mengamati sekelilingnya yang semua catnya berwarna putih. Bau obat-obatan langsung menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya.      

Soo Yin sangat benci bau obat-obatan karena akan membuat kepalanya sakit.     

"Sayang," ujar Dae Hyun sambil menggenggam tangan Soo Yin dengan begitu erat. Hatinya merasa sangat lega karena Soo Yin sadar.     

"Aku ada dimana?" tanya Soo Yin belum mengingat sama sekali kejadian yang menmpanya.     

"Kau berada di rumah sakit," ujar Dae Hyun sembari mengembangkan senyuman tipis.     

"Apa tubuhmu masih terasa sakit?" lanjutnya.     

Soo Yin menggerakkan tubuhnya sedikit. Memang benar tubuhnya terasa cukup nyeri untuk digerakkan. Tangannya kemudian terulur untuk menyentuh perutnya.     

Ia langsung terduduk dengan susah payah ketika mendapati perutnya yang rata.     

"Anakku? Kenapa perutku mengecil?" Soo Yin menatap Dae Hyun dengan berkaca-kaca sambil terus meraba-raba perutnya. Tangannya gemetar ketika sudah mulai mengingat apa yang terjadi. Bayangan kejadian satu per satu mulai masuk ke dalam ingatannya ketika merasakan sakit luar biasa.     

Dae Hyun segera mendekap Soo Yin dengan sangat erat. Tak sanggup bibirnya terucap kali.     

"Sayang, dimana anak kita?" Suara tangis Soo Yin langsung pecah. Ia tak kuasa lagi membendung air matanya. Hatinya seperti tersayat-sayat ini.     

Dunia terasa hancur bagi Soo Yin mengetahui apa yang terjadi pada calon bayinya. Meski Dae Hyun belum mengatakan apapun namun Soo Yin sudah bisa menebak apa yang terjadi. Perih hatinya mengingat bahwa bayi yang dinantikannya untuk lahir ke dunia kini ternyata sudah tidak ada.     

"Tenanglah," ujar Dae Hyun dengan lembut sembari mengusap punggung istri kecilnya yang saat ini tampak begitu rapuh. Meski saat ini Dae Hyun merasakan hal sama tapi ia ingin memberikan kekuatan pada Soo Yin.     

"Anakku … hiks … hiks … hiks … aku tidak ingin kehilangannya," ujar Soo Yin di sela isak tangisnya sembari mencengkeram punggung Dae Hyun dengan kuat.     

"Aku ibu bodoh yang tidak bisa menjaga anakku dengan benar," rutuk Soo Yin yang menyalahkan dirinya sendiri.     

"Itu tidak benar, kau adalah ibu hebat. Kau sudah menjaganya dengan baik selama ini." Benar ternyata apa yang dikatakan oleh Mi Young jika Soo Yin menyalahkan dirinya sendiri.     

"Anakku … kenapa kau meninggalkan ibu," ujar Soo Yin lirih dengan pandangan kosong.     

Dae Hyun terus mencoba untuk menenangkannya. Memberinya sedikit kata-kata untuk menghibur hatinya yang tengah terguncang.     

Setelah mencoba menenangkannya cukup lama barulah Soo Yin sudah mulai sedikit tenang. Meski masih terus menangis tapi sekarang tidak meraung-raung lagi.     

"Berbaringlah kembali, kau harus istirahat agar cepat pulih," ujar Dae Hyun.     

Soo Yin menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong. Dirinya belum bisa menerima kenyataan jika janin yang dikandungnya sudah tidak ada. Baru kemarin ia membeli ice cream demi memenuhi keinginannya tapi tidak disangka jika itu adalah permintaan terakhir dari calon anaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.