Istri Simpanan

Bab 217 - Biarkan aku pergi



Bab 217 - Biarkan aku pergi

0Jean terus berlari dengan sekuat tenaga. Sebisa mungkin agar menjauh dari kejaran dua pria yang mengejarnya. Nafasnya kini terasa berat dan tersengal. Perutnya yang belum diisi membuatnya terasa lebih cepat lemas. Jean menepuk jidatnya karena lupa untuk makan malam. Padahal setelah selesai jam kerja, ia berniat makan malam terlebih dahulu.     
0

Sungguh sial memang nasibnya saat ini. Dengan nafas yang memburu, Jean terus berusaha untuk berlari dengan tenaga yang tersisa.     

"Jangan lari!"      

Rupanya kedua pria itu sama sekali tidak menyerah sehingga terus mengejar Jean. Mereka saling berpandangan sebentar sebelum akhirnya berpencar untuk mengejar Jean.     

Jean berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Memastikan kedua pria itu jauh dari jangkauannya.     

Seketika lari Jean terhenti saat di depannya sudah ada seorang pria yang tadi sambil berkacak pinggang. Jean langsung berbalik kebelakang berharap bisa berlari lagi namun sialnya ada satu pria juga di sana. Kini Jean merasa terkepung dan tidak bisa lagi kemana-mana.     

"Tolong! tolong!" teriak Jean dengan sekuat tenaga agar suaranya terdengar cukup keras.      

"Di sini sepi, tidak akan ada yang menolongmu," ujar pria itu sambil menaikkan sebelah bibirnya ke atas.     

"Mau apa sebenarnya kalian?" Jean mengeluarkan pisau lipat kecil dari dalam sakunya. Ini senjata tanpa sengaja yang ditemukannya di meja. Sepertinya milik salah satu pengunjung yang tidak sengaja ditinggalkan.     

"Kami ingin kau ikut bersama kami," sahut pria berambut cepak sembari memicingkan matanya.     

"Cepat kalian pergi sekarang juga!" teriak Jean sambil menodongkan pisaunya ke arah mereka.     

"Atau akan kubunuh kalian satu per satu,", ancam Jean dengan tubuh gemetar.     

"Ha ha ha." Tawa salah seorang di antara mereka begitu menggelegar menggema di jalan yang sangat sunyi. Jean bahkan merinding ketakutan mendengarnya.     

"Kau pikir pisau itu bisa membunuh kami," ujar pria berambut gondrong sambil menarik sebelah bibirnya ke atas.     

"Kita tidak punya waktu lagi untuk bermain dengan kelinci kecil sepertinya. Ayo sekarang kita tangkap dia," ujar pria berambut cepak. Dengan langkah cepat sudah berada tepat di depan Jean.     

Tangan Jean langsung dicekal ke belakang oleh pria berambut gondrong yang ternyata sudah berada tepat di belakangnya.     

"Kelinci kecil yang malang," cibir pria itu sambil mendorong tubuh Jean agar melangkah.     

"Lepaskan aku!" teriak Jean sembari berusaha melepaskan pergelangan tangannya.     

"Cepatlah jalan sebelum kami menyakitimu!" ucap pria itu dengan nada dingin yang cukup membuat bulu kuduk Jean berdiri.     

'Jean, kau tidak boleh takut. Jadilah wanita yang kuat,' ucap Jean sembari mengatur nafasnya dan terus melangkahkan kakinya. Meyakinkan dirinya sendiri agar bisa melawan kedua pria jahat itu. Saat ini ia hanya teringat ibunya yang masih berada di rumah sakit. Pasti saat ini tengah menunggunya datang.      

Mengingat ibunya yang sedang mencemaskannya, sekuat tenaga Jean mencoba menginjak kaki pria yang mencekal tangannya dan akhirnya berhasil.      

"Gadis sialan, tangkap dia dan beri pelajaran agar kapok!" ucap pria berambut gondrong dengan rasa geram.     

Jean segera berlari lebih cepat lagi ke sembarang arah yang terpenting bisa menjauh kedua dari pria itu. Namun ternyata Jean berlari ke arah yang salah karena ia justru berlari ke arah pabrik tua yang ia lewati tadi. Jean tidak mengerjakan kenapa berlari ke tempat yang sangat menyeramkan.     

Hawa seram langsung menerpa bulu kuduknya. Jean terus melajukan langkahnya dengan berusaha kuat untuk mengenyahkan rasa takutnya. Keadaan semakin mencekam karena hanya samar-samar cahaya yang menerangi pabrik tua itu.     

Ingin Jean berbalik namun terdengar suara langkah kaki yang berlari ke arahnya membuat Jean berlari lebih cepat lagi dengan peluh yang sudah mengalir di dahinya.     

Dia harus bisa bersembunyi jika ingin bertemu dengan ibunya.     

Brukk ….     

Keadaan yang hanya remang-remang terlihat, membuat Jean tidak melihat dengan jelas jika di depannya ada sebuah balok kayu besar yang menghalangi langkahnya. Seketika tubuh Jean ambruk ke tanah dengan cukup keras. Membuat nyeri di area perutnya karena ia jatuh telungkup.     

Jean langsung membulatkan matanya ketika melihat ada sinar meneranginya. Ia segera menoleh dan menutupi katanya karena silau. Tersadar jika itu bahaya, Jean berusaha untuk bangkit namun ketika baru selangkah kakinya tidak kuat menopang berat badannya. Sepertinya kaki kanannya terkilir.     

Jean berusaha keras untuk menyakinkan dirinya agar berusaha untuk kabur. Dengan air mata yng perlahan mengalir dari sudut matanya, Jean menyerat kakinya sambil menahan rasa yang teramat sakit di pergelangan kakinya. Rasanya saat sudah tidak tahan hingga tubuh Jean terjerembab ke tanah lagi.     

Hal itu memudahkan kedua pria itu menemukan Jean.     

"Dasar menyusahkan saja!" umpat pria yang berambut gondrong. Dengan sangat kasar ia menjambak rambut Jean hingga kepalanya tertarik ke belakang.     

"Arghhhh!" teriak Jean dengan sangat keras. Ia berusaha melepaskan tangan kekar pria itu dari rambutnya namun tidak berhasil karena pria itu langsung mencekal tangannya kembali ke belakang.      

Plak ….     

"Itu akibatnya karena kau sudah membuat kesabaran kami habis!" ujar pria berambut cepak yang menampar pipi Jean dengan sangat keras hingga menyebabkan ada setetes darah di sudut bibirnya.     

Kepala yang terasa perih karena tarikan rambut oleh pria berambut gondrong masih sangat terasa sakit. Kini ditambah dengan tamparan yang sangat keras di pipinya membuat kepala Jean terasa berat.     

Plak ….     

Pipi sebelah Jean kembali ditampar hingga benar-benar membuatnya terasa pusing. Tubuh Jean rasanya ingin ambruk ke tanah.     

"Ayo, bawa dia ke sana," ujar pria berambut gondrong sambil menunjuk arah dengan jari telunjuknya.     

Tubuh Jean dengan sangat kasar di dorong ke depan untuk berjalan. Jean kini merasakan yang teramat sakit pada kakinya karena dipaksa berjalan mengikuti kedua pria itu. Masih dengan posisi tangan dicekal di belakang. Tubuhnya tak mampu lagi memberontak karena sudah kehabisan tenaga.     

Jean hanya mampu pasrah ketika tubuhnya di dorong ke lantai dengan sangat keras hingga kepalanya membentur kayu. Dengan tangan gemetar Jean meraba sesuatu yang mengalir di dahinya, ternyata itu adalah darah segar yang keluar dari kepalanya.     

"Tuan, tolong lepaskan aku. Jika kalian menginginkan uang, aku tidak memiliki apapun," ujar Jean sembari melihat dengan penuh harap kedua pria di depannya agar mau melepaskannya.     

"Kami tidak butuh uangmu. Sudah ada orang yang membayar kami asalkan bisa menangkapmu," ucap pria berambut cepak sambil memicingkan matanya. Ia berjongkok kemudian mencekal dagu Jean sebelum akhirnya menghempaskannya dengan begitu kuat. Pria itu segera berdiri kembali kemudian membenarkan bajunya.     

"Tuan, sebenarnya apa salahku sehingga kalian menangkapku?" tanya Jean sembari menengadahkan wajahnya. Rambutnya yang berantakan menutupi sebagian wajahnya yang basah. Keringat dan darah mengalir menjadi satu.     

"Salahmu cuma satu karena kau sudah menjadi wanita murahan!" cibir pria berambut gondrong sembari berdecak kesal.     

"Sekarang ikat dia!" perintah pria berambut cepak kepada temannya.     

"Lepaskan aku, Tuan. Tolong biarkan aku pergi dari sini." Jean terus memohon dengan deraian air mata yang mulai berjatuhan di pipinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.