Istri Simpanan

Bab 216 - Ingin makan ice cream



Bab 216 - Ingin makan ice cream

0Angin malam berhembus menerpa wajah cantik seorang wanita yang tengah berdiri di balkon. Rambutnya yang panjang berterbangan diterpa angin. Malam ini cuaca cukup cerah dengan langit yang penuh dengan taburan bintang.     
0

Baru saja ditinggal suaminya sehari namun Soo Yin sudah merasakan rindu yang begitu mendalam. Mungkin karena sedang mengandung sehingga membuatnya ingin selalu dimanja oleh Dae Hyun.     

Tiba-tiba saja jantungnya berdebar tidak tenang. Soo Yin merasakan ada sesuatu yang akan akan terjadi. Namun Soo Yin mengenyahkan pikiran buruknya dan terus berusaha untuk berpikir positif. Dipandanginya langit malam yang indah itu sambil berdoa agar tidak terjadi apapun dan hidupnya akan selalu bahagia.     

Soo Yin merasa bosan karena seharian ini tidak pergi kemanapun. Yang dilakukannya hanyalah tidur dan makan kemudian menyiram tanaman saat sore hari.      

Tiba-tiba saja terbersit dalam pikirannya untuk memakan ice cream coklat. Entah kenapa ide itu datang di saat malam-malam seperti ini padahal cuaca cukup dingin. Soo Yin berusaha menahan keinginannya namun tidak bisa. Di dalam pikirannya saat ini hanya ice cream cokelat yang begitu nikmat. Wanita hamil selalu ingin memakannya dengan cepat ketika terpikirkan olehnya suatu makanan.     

Soo Yin menghirup nafas dalam-dalam dari hidung dan kemudian mengeluarkannya lewat malam. Usahanya tetap tak berhasil untuk menahan keinginannya sehingga Soo Yin masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya menjadi yang lebih hangat.     

Diambilnya sebuah sweater berwarna kuning yang dipasangkan dengan celana panjang berwarna coklat. Ini sepertinya sudah cukup untuk membuat tubuhnya hangat. Tak lupa juga membawa ponselnya.     

Sebelum pergi Soo Yin terlebih dahulu menemui bibi Xia. Takut jika wanita paruh baya itu nanti mencarinya. Kebetulan sekali bibi Xia tengah berada di ruang makan.     

"Bibi, aku ingin keluar sebentar," pamit Soo Yin sembari tersenyum.     

"Nona mau pergi kemana malam-malam seperti ini?" tanya bibi Xia dengan dahi berkerut. Ada kekhawatiran yang dirasakannya saat ini mengingat sekarang sudah malam.     

"Aku hanya pergi sebentar untuk mencari ice cream keluar. Tadi tiba-tiba saja aku ingin makan ice cream," sahut Soo Yin mengusap perutnya.     

"Sebaiknya Nona di rumah saja, biarkan Chung Ho yang membelikannya," ujar bibi Xia. Perasaannya saat ini sangat tidak enak.     

"Tidak perlu, aku hanya sebentar saja. Aku juga ingin sekalian mampir ke toko buku. Kalau begitu aku pergi dulu." Soo Yin segera berbalik kemudian melangkahkan kakinya keluar.     

"Nona, bibi mohon berhati-hatilah di jalan," ujar bibi Xia.     

Soo Yin menoleh sebentar kemudian menganggukan kepalanya.     

"Tapi …." Belum sempat bibi Xia kembali melarangnya, Soo Yin sudah menghilang di balik pintu. Cepat sekali berjalannya.     

Bibi Xia hanya berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada Soo Yin. Entah kenapa hatinya terasa sangat cemas. Berharap dewi keberuntungan selalu dipihaknya.     

Saat Soo Yin hendak melangkahkan kakinya keluar dari pintu gerbang, Chung Ho berniat mengantarkannya namun Soo Yin bersikeras menolak. Sehingga terpaksa Chung Ho menuruti permintaan Soo Yin untuk tidak mengantarkannya.     

Soo Yin pergi menaiki taksi karena tidak ingin terlalu merepotkan Chung Ho. Ketika dalam perjalanan matanya terus memandang ke sisi jalan secara bergantian untuk melihat-lihat keberadaan toko buku yang berdekatan dengan supermarket. Sekalian setelah membeli buku akan membeli makanan ringan dan buah-buahan. Tentu saja tidak ia lupakan tujuan utamanya adalah membeli ice cream.     

Membayangkannya saja sudah membuat air liurnya ingin menetes.     

================================     

Di waktu yang bersamaan.     

Jean baru saja keluar dari tempatnya bekerja. Ia bekerja di sebuah restoran mewah di Seoul sebagai pelayan. Malam ini pengunjung membludak sehingga cukup membuatnya kelelahan. Tubuhnya kinibterasa panas padahal diluar angin bertiup sepoi-sepoi menerpa tubuhnya. Kakinya juga pegal karena terlalu banyak melangkah ke sana kemari mengantarkan pesanan.     

Berulang kali Jean menghentikan langkahnya untuk memijat kakinya. Lumayan untuk mengurangi sedikit rasa pegalnya.     

Bekerja di restoran itu sebenarnya gajinya jauh lebih murah dari pada gajinya di hotel dengan pekerjaan yang hampir sama. Padahal saat ini ibunya membutuhkan biaya yang cukup besar untuk biaya pengobatan. Jean bahkan rela bekerja di tempat lain untuk mencari uang lebih banyak lagi. Terkadang sampai tengah malam baru bisa pulang ke kontrakannya.      

Demi sahabatnya Jean rela meninggalkan hotel itu meski gajinya 3 kali lipat lebih tinggi dari pada pekerjaannya sekarang. Hatinya terlalu perih setiap bertatap muka dengan pria yang dicintainya. Apalagi sekarang setelah mereka jadian pastilah mereka tengah berbahagia. Dada Jean selalu sesak ketika mengingatnya.     

Setelah agak jauh melangkah Jean duduk di halte untuk menunggu bus datang. Hampir saja ia terjengkang karena menahan kantuknya.     

Cukup lama Jean menunggu bus datang namun ketika bus berhenti Jean justru tidak mengetahuinya karena terlelap sebentar. Sehingga ia langsung berdiri untuk mengejar bus itu.     

"Tunggu!" Jean berlari mengejar bus yang sudah melaju hingga beberapa meter. Ia langsung menghentikan larinya karena nafasnya kini ngos-ngosan. Jean sangat kesal karena tidak bisa menahan rasa kantuknya.     

Sekarang untuk menunggu bus selanjutnya pasti cukup lama lagi sehingga Jean melangkahkan kakinya kembali dengan pelan-pelan melewati trotoar.     

Kondisi jalanan semakin lama semakin sepi ketika melewati sebuah pabrik tua yang sudah lama kosong. Seketika bulu kuduknya terasa merinding. Jean merapatkan sweaternya sambil celingukan ke sana kemari.     

Ia bahkan seperti melihat bayangan yang berjalan mengikutinya. Namun ketika Jean menoleh ke belakang tidak ada siapapun di belakangnya. Jean semakin mempercepat langkah kakinya.     

Brukk ….     

Terlalu sering menoleh ke belakang, Jean tidak menyadari jika ada dua orang pria bertubuh besar berdiri di hadapannya. Posisi yang tidak siap membuat Jean terjengkang hingga bokongnya terduduk ke aspal.     

Jean menengadahkan wajahnya menatap dua pria yang ada di depannya. Sorot matanya tampak sangat menyeramkan, membuat tubuh Jean gemetaran. Firasatnya tidak baik mengenai hal ini.      

Dua pria bertubuh tegap dan besar itu memicingkan matanya ketika memandang Jean. Seperti dua ekor serigala yang kelaparan.     

Jean refleks beringsut mundur, tubuhnya kini benar-benar gemetar hingga keringat dingin keluar dari tubuhnya.     

"Si … siapa kalian?" tanya Jean dengan sedikit terbata. Berusaha memberanikan diri dan berharap mereka pria baik-baik yang hanya iseng mengerjainya.     

Kedua pria itu saling berpandangan satu sama lain.     

"Kau tidak perlu tahu siapa kami," ucap salah seorang di antara mereka dengan seringai liciknya.     

Melihat ekspresi wajahnya yang menakutkan membuat Jean semakin ketakutan. Jean berusaha untuk tenang dan tidak gugup agar bisa kabur sekarang juga.     

"Apa benar dia gadis yang dimaksud?" tanya salah seorang yang berambut gondrong.     

Pria berambut cepak itu memeriksa ponselnya kemudian memandang Jean dan ponselnya secara bergantian. Seolah-olah sedang mengamati sesuatu.     

Kesempatan itu digunakan Jean untuk berdiri kemudian segera berlari dengan kekuatan langkah seribu.     

"Hei, jangan kabur!"     

"Kurang ajar!"     

Teriak kedua pria itu secara bergantian karena sasarannya melarikan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.