Istri Simpanan

Bab 173 - Menyesal menikah dengan pria bodoh dan lemah



Bab 173 - Menyesal menikah dengan pria bodoh dan lemah

0Soo Yin bersandar pada sisi ranjang sambil membaca buku tentang informasi kehamilan. Matanya fokus membaca bagaimana perkembangan janin di dalam kandungan. Informasi tentang ibu hamil sangat berguna baginya karena dirinya masih terlalu awam. Beberapa hari yang lalu Bibi Xia yang mencarikannya di toko buku.     
0

Soo Yin sendirian karena Dae Hyun masih membersihkan tubuhnya di kamar mandi.     

Bebera menit kemudian Dae Hyun baru saja keluar sembari mengeringkan rambutnya yang masih basah. Pandangannya tertuju pada istri kecilnya yang tampak tengah asyik membaca.     

Soo Yin tetap fokus membaca bukunya tanpa mengalihkan pandangannya meski Dae Hyun sudah berada di dekatnya.     

"Kau tampak fokus sekali. Memangnya apa yang kau baca?" tanya Dae Hyun penasaran sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Soo Yin untuk mengetahui buku yang sedang dibacanya.     

"Ini hanya informasi tentang kehamilan. Aku ingin banyak mencari informasi agar anak kita tumbuh dengan sehat," sahut Soo Yin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.     

"Apa kau sudah minum susu dan vitamin?" Dae Hyun mengingatkan.     

Soo Yin menutup bukunya kemudian memandang Dae Hyun.     

"Aku hampir saja melupakannya." Soo Yin menepuk jidatnya sembari beringsut ke sisi ranjang untuk turun.     

"Mau kemana?" tanya Dae Hyun.     

"Aku akan pergi ke dapur untuk membuat susu," sahut Soo Yin yang sudah berdiri.     

"Tetaplah di sini, biarkan aku yang membuatnya," ujar Dae Hyun. Tidak bisa menemaninya setiap waktu membuat Dae Hyun merasa bersalah. Namun sebentar lagi keinginannya untuk bersatu pasti akan terwujud.     

"Tidak usah karena kau pasti sangat lelah. Biarkan aku membuatnya sendiri," ujar Soo Yin sembari berjalan melewati Dae Hyun.     

"Aku tidak lelah sama sekali," ujar Dae Hyun seraya meraih pergelangan tangan Soo Yin kemudian merengkuh wajahnya dengan kedua tangan.     

"Tetaplah di sini," lanjut Dae Hyun lirih. Ia mengusap pipi Soo Yin dengan ibu jarinya. Mengecup bibir tipis itu sebentar untuk mengobati rasa rindunya. Dae Hyun tidak mau mencium bibir Soo Yin terlalu lama, takut membangunkan hasratnya. Ia takut tak bisa mengontrol gelora gairah yang pasti akan muncul secara perlahan.     

"Baiklah," ujar Soo Yin seraya tersenyum manis. Hatinya tersentuh oleh sikap dan perhatian Dae Hyun kepadanya.     

Dae Hyun segera turun untuk pergi ke dapur dengan masih hanya memakai handuk yang melilit sebatas pinggangnya saja. Ia tidak ingin membuat Soo Yin terlalu menunggu lama.     

Menunggu suaminya kembali ke kamar Soo Yin ke kamar ganti untuk mengambilkan pakaian suaminya. Sudah lama tidak melakukan pekerjaannya sebagai seorang istri.     

"Sayang, kau dimana?" ucap Dae Hyun uang yang sudah kembali ke kamar sembari membawa nampan yang berisi segelas susu khusus untuk ibu hamil.     

"Aku baru saja mengambil pakaian ganti untukmu," sahut Soo Yin yang baru saja ke luar dari kamar ganti.     

"Minumlah selagi hangat." Dae Hyun menyodorkan gelas kepada Soo Yin agar segera meminumnya.     

"Terima kasih," ucap Soo Yin dengan raut wajah yang begitu sumringah. Dengan cepat segera menghabiskan segelas susu sampai tidak tersisa. Kini Soo Yin jarang merasa mual karena obat yang diberikan oleh Dokter Mi Young cukup manjur. Ia juga sudah berselera makan meski masih pemilih.     

Dae Hyun menganggukan kepalanya seraya mengusap puncak kepala Soo Yin. Setelah itu segera memakai pakaiannya tanpa pergi ke kamar ganti.     

"Kenapa kau berganti pakaian di sini?" ujar Soo Yin dengan melebarkan pupilnya.     

"Memangnya kenapa? Bukankah kau sudah melihat semuanya? Apa kau takut jika menginginkannya?" goda Dae Hyun sambil terkekeh geli.     

"Ti … tidak," sahut Soo Yin dengan rona wajah yang memerah seperti tomat. Meski sudah lama tinggal bersama Dae Hyun namun tetap saja Soo Yin merasa malu.     

"Benarkah?" goda Dae Hyun yang justru melangkahkan kakinya mendekati Soo Yin.     

"Ada orang lain di sini, apa kau tidak malu kepadanya?" tanya Soo Yin.     

"Siapa?" Dae Hyun mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar namun tidak menemukan siapapun.     

"Jadi, kau sudah melupakannya? Tak kusangka kau cepat sekali melupakannya," ucap Soo Yin seraya mencebikkan bibirnya maju ke depan.     

"Sayang, tidak ada siapapun di kamar ini selain kita berdua," ujar Dae Hyun. Dengan dahi berkerut ia menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. Tidak mungkin Soo Yin menyembunyikan orang lain.     

"Apa kau sudah melupakan anak kita?" ujar Soo Yin dengan wajah cemberut. Ia menundukkan kepalanya sambil mengusap perutnya yang sedikit menyembul.     

Dae Hyun terdiam sembari berfikir apa yang dikatakan oleh istrinya. Hampir saja ia tak mengerti apa yang diucapkan jika saja tak mengamati perut Soo Yin.     

"Maafkan ayah, Sayang." Dae Hyun segera berlutut untuk memegang perut Soo Yin. Mengusapnya beberapa kali sebelum akhirnya mengecupnya untuk beberapa saat.     

"Kau tidak boleh berganti pakaian di depan anak kita. Dia pasti juga merasa malu apalagi jika seorang perempuan," ujar Soo Yin.     

"Baiklah, aku tidak akan mengulanginya lagi," sahut Dae Hyun. Sebelum berdiri kembali Dae Hyun mengecup lagi calon buah hatinya yang masih ada di dalam perut.     

Dae Hyun akhirnya pergi kamar ganti untuk memakai pakaiannya. Saat keluar ternyata lagi-lagi Soo Yin tidak terlihat sehingga membuat Dae Hyun semakin panik.     

"Sayang, dimana kau?" teriak Dae Hyun dengan keras.     

"Tidak usah teriak-teriak, aku berada di sini," ujar Soo Yin sembari menjulurkan kepalanya dari balkon.     

"Seharusnya kau bilang terlebih dahulu padaku sebelum ke luar," ujar Dae Hyun.     

"Kau saja yang terlalu berlebihan," ucap Soo Yin tanpa merasa bersalah.     

Soo Yin kembali berdiri di balkon dengan kedua tangannya memegang pagar balkon yang terbuat dari besi. Angin malam membuat rambutnya meliuk-liuk berterbangan.     

"Apa yang kau lakukan di sini? Di luar cuaca sangat dingin," ujar Dae Hyun sembari memeluk tubuh Soo Yin dari belakang.     

"Setiap malam jika tidak ada dirimu aku akan berdiri di sini atau pergi ke belakang rumah. Terkadang sulit bagiku untuk tidur," ujar Soo Yin dengan pandangan tetuju pada sinar rembulan yang tertutup awan.     

"Maaf, aku belum bisa menemanimu melewati malam yang indah bersamamu," ujar Dae Hyun dengan suara sendu.     

"Tidak apa-apa, aku mengerti dan cukup sadar diri. Bagaimanpun juga aku adalah istri yang tak kasat mata. Mungkin sudah nasibku jadi begini," ucap Soo Yin lirih. Meski dirinya sudah berusaha untuk menerima semuanya tapi hati kecilnya tetap saja menginginkannya lebih.     

Dae Hyun membalikkan tubuh Soo Yin agar menghadapnya. Hatinya pilu mendengar ucapan Soo Yin barusan. Dengan lembut ia merengkuh wajah Soo Yin dengan kedua tangannya.     

"Apa kau menyesal karena sudah mencintai pria bodoh dan lemah sepertiku" tanya Dae Hyun dengan tatapan sendu.     

"Hmmm," sahut Soo Yin.     

"Lalu apa kau ingin pergi meninggalkanku suatu saat nanti?" tanya Dae Hyun.     

Soo Yin merendahkan pandangannya, enggan menatap suaminya.     

"Mungkin," sahut Soo Yin sembari menghela nafas pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.