Istri Simpanan

Bab 6 - Kabur



Bab 6 - Kabur

0Dae Hyun berbaring di ranjang sambil menunggu Soo Yin yang tengah membersihkan diri. Dae Hyun melihat nama kontak Jo Yeon Ho meneleponnya. Putra semata wayang buah pernikahan antara dirinya dengan Aeri. Saat ini usianya baru menginjak 6 tahun. Dae Hyun segera mengangkatnya, sudah seminggu mereka tidak bertemu karena Aeri dan Jo Yeon Ho pergi liburan ke Jepang.     
0

"Hai Ayah, aku merindukanmu," ucap Jo Yeon Ho dengan riang di seberang telepon.     

"Hai juga sayang, ayah juga sangat merindukanmu. Kapan kau akan kembali ke Seoul?" tanya Dae Hyun.     

"Kata ibu, lusa baru kami akan pulang," jawab Jo Yeon Ho.     

"Apa yang dilakukan ibumu saat ini?" tanya Dae Hyun.     

"Ibu sedang ke luar. Aku berada di hotel sendiri, sehingga aku menghubungi Ayah," ujar Jo Yeon Ho.     

Jo Yeon Ho menceritakan liburannya selama di Jepang dengan penuh antusias. Pasangan ayah dan anak itu saling bercanda riang. Suara tawa Dae Hyun terdengar sampai telinga Soo Yin yang berada di kamar mandi. Soo Yin merasa penasaran Dae Hyun mengobrol dengan siapa sehingga ia menempelkan telinganya di pintu. Namun tidak terdengar suara lain selain tawa Dae Hyun.     

Dasar buaya! pasti dia tengah menghubungi selingkuhan yang lain, ~ umpat Soo Yin.     

Gadis itu kemudian mengguyurkan kepalanya di bawah air mengalir. Setelah selesai mandi dirinya mencari handuk. Baru teringat kalau dirinya langsung bergegas masuk ke kamar mandi tanpa mengambil handuk terlebih dahulu. Soo Yin sangat panik. Tidak mungkin dirinya ke luar dengan kondisi tidak memakai apa-apa di tubuhnya.     

Apa yang harus aku lakukan? ~ batin Soo Yin. Ia melihat bajunya yang teronggok di lantai dan itu sudah basah, tidak mungkin mengenakannya kembali. Tidak mungkin juga terus berada di dalam kamar mandi karena cuaca begitu dingin. Sekarang gadis itu sudah merasa kedinginan. Soo Yin bertahan di kamar mandi hingga hampir setengah jam.     

Dae Hyun bangkit setelah menyelesaikan panggilan dengan putranya. Ternyata tidak terasa cukup lama mereka berdua mengobrol. Dae Hyun melangkahkan kakinya menuju depan kamar mandi, ternyata tidak terdengar aktivitas apapun di dalam. Air mengalir saja tidak terdengar lagi.     

"Soo Yin! apa kau masih di dalam?" tanya Dae Hyun sambil mengetuk pintu kamar mandi.     

"Iya, aku .... " ujar Soo Yin lirih. Dirinya berniat meminta tolong tapi segera mengurungkan niatnya.     

"Apa kau akan terus berada di sana? ayo kita sarapan!" tukas Dae Hyun.     

"Apa aku bisa minta tolong?" ucap Soo Yin ragu-ragu sambil menggigit bibir bawahnya.     

"Tentu saja, apa kau menyuruhku untuk memandikanmu?" goda Dae Hyun.     

"Pergilah, kalau kau tidak ingin menolongku!" teriak Soo Yin dengan rasa kesal. Dirinya duduk di sisi bathup dengan hanya memakai pakaian dalam saja yang kondisinya basah.     

"Aku hanya bercanda, apa kau tidak mau ke luar?" tanya Dae Hyun.     

"Tolong ambilkan handuk! aku lupa tidak mengambilnya," seru Soo Yin dengan perasaan malu.     

"Kenapa tidak bilang dari tadi? tunggu sebentar aku akan mengambilnya," ujar Dae Hyun. Ia kemudian berjalan ke arah lemari mengambil handuk yang ada di sana.     

"Bukalah pintunya! aku sudah mengambilnya," ujar Dae Hyun yang sudah berdiri di depan pintu.     

Soo Yin membuka pintu sedikit, ia hanya mengeluarkan sebelah tangannya. Dae Hyun hanya mengernyitkan dahinya dengan tingkah Soo Yin.     

Soo Yin langsung menutup pintu setelah mendapatkan handuk. Begitu mengenakannya, handuk itu terlalu kecil. Hanya mampu menutupi bagian dadanya hingga atas paha. Pahanya juga hampir semuanya terlihat.     

"Dae Hyun! apa tidak ada handuk yang lebih besar dari ini? aku tidak bisa ke luar kalau seperti ini!" seru Soo Yin semakin bertambah kesal.     

Dae Hyun menggaruk kepalanya, karena selama ini Aeri tidak pernah bertingkah malu-malu padanya. Terpaksa ia segera mengambilkan pakaian untuk Soo Yin.     

"Aku mengambilkan pakaian untukmu," tukas Dae Hyun.     

Soo membuka kembali pintunya sedikit mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Setelah memakainya, ternyata gaun itu lebih tragis kondisinya dari pada handuk tadi. Bagian dadanya terbuka dan pahanya juga terekspos bebas.     

Dengan rasa kesal Soo Yin ke luar sambil menutupi bagian dadanya dengan handuk. Dia tidak rela jika Dae Hyun melihatnya. Walaupun mereka sudah menikah tapi mereka belum pernah sekalipun melakukan hubungan percintaan.     

Begitu Soo Yin ke luar, Dae Hyun begitu takjub melihat paha mulus milik Soo Yin. Ia tidak mengedipkan matanya sedikitpun sembari tanpa sadar meneguk salivanya.     

"Cepat berbalik dan jangan melihat ke arahku!" seru Soo Yin kemudian bergegas ke ruang ganti untuk menemukan baju yang lebih layak dipakai di tubuhnya.     

Dae Hyun hanya menggeleng pelan, ia merasa lucu dengan tingkah Soo Yin yang seperti anak kecil. Padahal usia Soo Yin seharusnya bisa lebih bersikap dewasa. Mereka suami istri seharusnya Soo Yin lebih terbuka padanya. Tapi Dae Hyun menyadari kalau Soo Yin masih membencinya.     

Soo Yin mencari pakaian yang pantas dipakai di musim dingin tapi tak menemukannya dari sekian banyak pakaian di sana. Akhirnya Soo Yin menemukan gaun yang sedikit lebih tertutup.     

"Apa tidak ada baju yang lebih layak untuk dipakai?" Soo Yin mendengus kesal ketika sudah berganti. Dia memakai sebuah gaun berwarna biru muda selutut dengan bagian dada berenda. Memiliki lengan pendek.     

"Kau tidak menyukainya?" tanya Dae Hyun sambil mengerutkan kening. Saat ini pria itu tengah duduk bersandar di ranjang.     

"Itu lebih cocok untuk istrimu, Nyonya Aeri," ujar Soo Yin sambil memutar bola matanya. Gadis itu duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambutnya.     

"Bukankah kau juga istriku?" Dae Hyun berjalan menghampiri Soo Yin dan berdiri di belakangnya.     

"Aku tidak mau punya suami sepertimu! pria buaya yang suka mempermainkan wanita!" Soo Yin menatap tajam dari cermin.     

"Sini, biar aku yang mengeringkan rambutmu!" Dae Hyun mengulurkan tangannya untuk mengambil handuk yang ada di tangan Soo Yin.     

"Tidak perlu!" Soo Yin menepis tangan Dae Hyun.     

"Apa kau tidak bisa bersikap manis padaku?" ujar Dae Hyun.     

"Tidak akan pernah!" ucap Soo Yin dengan penuh penekanan. Tiba-tiba perutnya terasa perih. Ia baru ingat kalau belum sarapan. Ia terbiasa makan pagi sebelum berangkat kerja.     

"Kita lihat saja nanti! aku akan membuatmu jatuh cinta padaku," ujar Dae Hyun sambil tersenyum miring.     

"Aku tidak akan pernah tergoda dengan pria buaya sepertimu!" teriak Soo Yin sambil berdiri di depan Dae Hyun.     

"Ayo kita sarapan! ini sudah lewat waktu untuk sarapan." Dae Hyun melihat arlojinya yang sudah menunjukkan hampir setengah sembilan.     

"Pergilah! aku tidak selera makan," ujar Soo Yin sambil berjalan ke arah balkon. Sebenarnya ia sangat lapar tapi gadis itu tidak mau makan bersama dengan Dae Hyun.     

Dae Hyun akhirnya meminta Bibi Xia untuk mengantarkan makanan ke kamar. Sikap Dae Hyun sebenar mudah marah dan tidak sabaran, tapi ketika di depan Soo Yin amarahnya luntur oleh sikap Soo Yin yang cuek. Dia juga tidak pernah mengejar seorang wanita hingga seperti ini sebelumnya. Kebanyakan wanita malah yang selalu mengejarnya.     

Soo Yin memang bersikap cuek dan acuh tak acuh. Cenderung lebih pemarah karena Kim Nam yang selalu memanjakannya.     

Saat tengah membujuk Soo Yin untuk sarapan ternyata Manajer Han menghubungi ponselnya. Menyuruh agar Dae Hyun segera datang ke hotel karena ada rapat yang biasa diadakan setiap akhir bulan.     

Soo Yin menghela napas lega karena Dae Hyun sudah pergi. Ia mengamati dari balkon ternyata mobil Dae Hyun sudah menghilang di antara pepohonan. Gadis itu bergegas untuk sarapan yang telah disiapkan oleh Bibi Xia.     

Sejak semalam tidak makan membuatnya kelaparan hingga dengan lahap ia menghabiskan semua makanannya.     

Setelah selesai sarapann Soo Yin berkeliling mengamati villa dari bagian dalam hingga halaman. Rencananya nanti malam dirinya akan kabur. Ia tidak ingin berlama-lama tinggal dengan Dae Hyun.     

°     

°     

°     

Matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat menyisakan pemandangan senja yang begitu indah. Soo Yin berdiri di balkon menikmati pemandangan yang indah ditemani angin yang berhembus pelan.     

Ia hampir lupa tujuannya berdiri di balkon untuk mengamati security yang tengah berjaga. Dirinya akan mencari segala cara agar bisa kabur dari rumah ini.     

Soo Yin melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ini adalah waktunya pergantian security yang berjaga. Pria itu ternyata tengah asyik memainkan ponselnya bukannya berkeliling seperti yang dilakukan oleh Chung Ho.     

Soo Yin berpikir Ini adalah waktu yang tepat untuk kabur. Tadi siang Soo Yin menemukan tembok yang agak rendah di bagian belakang villa. Ia berencana akan kabur lewat sana.     

Soo Yin segera berjalan ke luar dengan hati-hati. Jangan sampai Bibi Xia atau siapapun memergoki dirinya. Gadis itu berjalan mengendap-endap dan melepaskan sandalnya agar para penjaga tidak mendengarnya.     

Begitu sampai Soo Yin menaiki pot yang telah ditata tadi siang. Ia memang sengaja menggunakan pot agar bisa menggapai tembok. Jika dirinya meletakkan tangga di sana maka semua orang yang ada di vila akan curiga.     

Dengan susah payah Soo Yin berhasil menaiki tembok. Memakai rok sangatlah menyusahkan karena tidak bisa leluasa. Saat loncat ternyata lengannya tergores bagian tembok yang kasar.     

"Aduh!" seru Soo Yin. Tapi segera menutup mulutnya dengan tangan.     

Soo Yin berjalan menyusuri jalan sambil menutupi kepalanya dengan sweater yang dipakainya. Takut kalau Dae Hyun tiba-tiba saja pulang dan melihatnya. Ternyata di depan ada dua persimpangan. Soo Yin bingung tidak tau harus kemana. Setelah melalui banyak pertimbangan, dirinya memilih untuk berjalan ke simpang kanan.     

Soo Yin tidak sadar kalau dirinya salah jalan. Karena saat Dae Hyun membawanya kemari, dia saat itu dalam keadaan tertidur sehingga tidak tau mana jalannya.     

Soo Yin melihat sekeliling jalan yang di penuhi pepohonan yang begitu rindang. Semakin jauh berjalan ternyata suasana semakin sunyi.     

Gadis itu terengah-engah melewati jalan yang semakin lama semakin menanjak. Beruntung masih ada lampu jalan yang menyala walau hanya samar-samar. Soo Yin merasa aneh dengan jalan yang ia lewati yang lama kelamaan justru tidak ada aspal. Perlahan melewati jalan kerikil dan lama - lama berubah menjadi tanah.     

Soo Yin berjalan ke arah gunung bukan ke arah pemukiman penduduk. Di sekitar Pyeongchang-dong memang dikelilingi oleh beberapa gunung yang sudah tidak aktif lagi. Gadis itu terus berjalan dengan senter ponsel sebagai penerangannya.     

"Sial, di sini bahkan tidak signal sama sekali," gerutu Soo Yin. Ia juga merinding mendengar suara hewan malam yang saling bersahutan.     

Soo Yin akhirnya berbalik menyadari keadaan jalan yang licin ditambah lagi suara-suara hewan malam terdengar begitu mencekam. Saat terus melangkah ternyata kakinya tersandung batu besar di depannya hingga membuat gadis itu terjatuh dan berguling di jalan yang menurun.     

Kepalanya terasa sangat pusing karena membentur kayu yang berada di tepi jalan. Soo Yin berusaha untuk bangkit tapi kakinya terkilir.     

"Ayah, tolong ... tolong aku," isak Soo Yin di tengah kepanikan yang melanda. Ia melihat sekeliling tidak menemukan tanda-tanda ada orang yang lewat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.