Istri Simpanan

Bab 14 - Jjajangmyeon



Bab 14 - Jjajangmyeon

0Soo Yin termenung menatap langit-langit kamarnya sambil berbaring di ranjang. Meski sudah pagi dan harus segera pergi bekerja tapi hari ini gadis itu justru masih berbalut selimut tanpa ada tanda untuk bangun. Masih belum bisa melepas kepergian ayahnya ke Pulau Jeju.     
0

Sejak kecil ini pertama kalinya Soo Yin berada jauh dari Kim Nam. Gadis itu juga hanya dekat dengan ayahnya. Wajar kalau saat ini masih sedih karena memang belum terbiasa.     

Soo Yin memikirkan perkataan Kim Nam yang begitu mempercayai Dae Hyun untuk menjaganya, dirinya saja tidak yakin dengan Dae Hyun namun. Hingga saat ini hati Soo Yin belum bisa menerima pria yang kini sudah menjadi suaminya.     

Bayangan-bayangan Dae Hyun sedang bercumbu dengan wanita lain masih terus menghantuinya. Terlebih lagi Dae Hyun mempunyai istri pertama yang sah. Dirinya tidak bisa berbagi kasih sayang dengan wanita lain.     

"Argh." Soo Yin menutupi kepalanya dengan bantal berusaha membuang pikiran-pikiran kotor saat Dae Hyun bersama dengan Aeri.     

Apalagi saat di hotel Soo Yin kerap sekali mendengar perbincangan karyawan wanita yang membicarakan Dae Hyun dengan Aeri. Mereka terus saja memuji kalau Dae Hyun dan Aeri adalah pasangan yang sangat serasi. Itu membuatnya semakin kesal.     

Haruskah aku berdamai dengan Dae Hyun? ~ batin Soo Yin sambil mengusap wajahnya. Selama ini Soo Yin sangat menyadari kalau dirinya memang tidak pernah bersikap baik pada Dae Hyun.     

Soo Yin bangkit kemudian bergegas ke kamar mandi. Dirinya harus pergi bekerja agar sejenak bisa melupakan kesedihan yang dirasakannya. Segera turun setelah bersiap-siap.     

"Di mana Dae Hyun, Bi?" tanya Soo Yin pada Bibi Xia yang tengah menata makanan.     

"Tuan ... Tuan pergi dini hari sudah pergi," ujar Bibi Xia terbata. Ini pertama kalinya Soo Yin menanyakan keberadaan Dae Hyun sehingga membuat Bibi Xia sedikit terkejut mendengarnya.     

"Hmm, mungkin dia mengunjungi istrinya," ujar Soo Yin berbicara pada dirinya sendiri sembari mengambil makanan ke piring.     

Bibi Xia merasakan ada kesedihan saat Soo Yin mengatakan Dae Hyun pergi ke rumah istrinya yang lain. Meski Soo Yin mengatakannya dengan suara rendah tapi Bibi Xia masih bisa mendengarnya. Bibi Xia memahami seorang wanita tidak akan rela berbagi kasih dengan wanita lain.     

Apa Nona sudah mulai mencintai Tuan? ~ batin Bibi Xia sambil memandang Soo Yin yang menyantap hidangan dengan wajah sendu.     

"Tuan memberi pesan, kalau mulai sekarang Nona akan diantar jemput oleh Chung Ho. Tuan mungkin beberapa hari ini akan sibuk sehingga tidak bisa pergi bersama," ujar Bibi Xia.     

Apa sikapku selama ini membuatnya bosan sehingga dia tidak mau pergi bersama denganku lagi? ~ batin Soo Yin.     

"Baiklah, tapi seharusnya tidak perlu diantar karena aku bisa pergi bekerja sendiri," ujar Soo Yin.     

"Tidak apa-apa, Tuan sudah memerintahkannya," ujar Bibi Xia sembari tersenyum.     

°     

°     

°     

The Silla Seoul Hotel     

"Bagaimana filmnya? apa begitu menyeramkan?" tanya Jean dengan antusias. Saat ini mereka tengah berada di ruang ganti.     

"Lumayan," jawab Soo Yin singkat sambil menaruh barangnya di laci.     

"Ah, sayang sekali aku tidak pergi," ucap Jean dengan rasa sesal karena gagal menonton.     

"Soo Yin, tahukah kau kalau di bioskop terjadi keributan?" sambung Jean.     

"Tidak, memang ada apa?" tanya Sony Yin sambil memandang Jean.     

"Saat di jalan tadi tanpa sengaja aku bertemu dengan dua orang wanita, mereka bercerita kalau semalam telah bertengkar dengan seorang gadis muda," ujar Jean.     

"Hah?" Soo Yin sedikit terkejut tapi kemudian segera bersikap biasa.     

"Mereka mengatakan semalam ada seorang gadis menonton dengan pasangannya, namun pria itu terlihat dewasa. Mereka tanpa sengaja mengatakan gadis itu adalah pelakor. Gadis itu langsung marah hingga menarik rambut mereka, mengacak-acaknya seperti gembel. Tidak lama petugas keamanan datang untuk memisahkan, kalau tidak mungkin dua wanita itu sudah botak oleh tarikan gadis itu. Beruntung pacarnya memberinya cukup banyak uang sehingga mereka tidak melaporkan ke pihak berwajib," ucap Jean panjang lebar.     

"Apa kau sungguh tidak tau kejadian itu? aku memeriksa berita di internet tapi tidak terlihat wajahnya, hanya bajunya aku seperti pernah melihatnya," sambung Jean sembari mengingat-ingat dimana dia melihat baju kemeja kotak-kotak berwarna merah.     

Soo Yin hanya terdiam. Dia memikirkan kembali kejadian semalam yang begitu memalukan. Dia tidak menyangka bisa berbuat seperti itu, padahal selama ini apapun permasalahan selalu memendamnya.     

"Bukankah ini seperti bajumu?" Jean menunjukkan foto keributan yang terjadi di bioskop. Untunglah saat itu rambut Soo Yin terurai, sehingga bisa menutupi wajahnya.     

Soo Yin melirik foto yang ada di berita, itu memang dirinya.     

"Tentu saja bukan! banyak di dunia ini baju yang seperti itu," sanggah Soo Yin dengan nada tinggi.     

"Baiklah, tidak usah marah. Aku juga yakin kalau itu bukan dirimu," ujar Jean sambil menepuk pundak Soo Yin.     

Soo Yin mendengus kesal, namun akhirnya bisa bernapas lega karena kekhawatirannya tidak terjadi. Jika sampai wajahnya terlihat di laman berita, maka seluruh karyawan hotel akan heboh.     

"Soo Yin, maaf kemarin aku tidak bisa pergi menonton," ujar Jae-hwa yang baru saja tiba.     

"Kau tidak jadi pergi?" tanya Jean berbalik memandang Jae-hwa.     

"Tidak, tiba-tiba saja Tuan Dae Hyun menyuruhku mengambilkan berkas di kantor," ujar Jae-hwa.     

"Aku yakin pasti tidak menyenangkan nonton sendirian," tukas Jean pada Soo Yin.     

"Sudahlah, aku pergi ke atas dulu," pamit Soo Yin segera bergegas ke luar dari ruang ganti. Tidak ingin berlama-lama membahas acara menonton yang sungguh menyebalkan itu. Soo Yin bahkan tidak menikmati filmnya sama sekali. Andaikan akan terjadi hal seperti itu, mungkin dirinya tidak akan pernah pergi menonton.     

"Sepertinya dia marah padamu, padahal aku sudah pura-pura sakit perut agar kalian bisa nonton berdua," ujar Jean sambil mengintip jika Soo Yin sudah benar-benar pergi.     

"Jadi, kau hanya pura-pura?" tanya Jae-hwa sambil mengerutkan dahinya.     

"Ini aku lakukan demi kalian berdua agar lebih dekat. Padahal itu adalah momen yang paling tepat," ujar Jean sambil mengerucutkan bibirnya.     

"Maaf, aku tidak tahu." Jika saja malam itu Dae Hyun tidak menyuruhnya kembali ke hotel, pasti mereka bisa nonton berdua. Jae-hwa hanya menghela napas panjang.     

****************     

Saat istirahat untuk makan siang, Soo Yin memilih ke luar dari gedung. Ingin mencari udara segar dan mencari makan siang yang bisa mengembalikan semangatnya.     

Soo Yin berjalan ke deretan restoran dan rumah makan yang tidak jauh dari kawasan hotel. Memikirkan sesuatu yang pedas dan panas. Soo Yin melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah kedai saat membaca menu makanan yang terpampang di depan pintu masuk.     

"Selamat datang," sapa pelayan dengan ramah.     

"Aku mau satu yang pedas," ujar Soo Yin kepada pelayan.     

Di saat tidak bersemangat seperti ini, Soo Yin tiba-tiba sangat ingin makan Jjajangmyeon ketika melewati rumah makan yang menjualnya. Jjajangmyeon adalah makanan yang terbuat dari mie yang dicampur dengan saus kedelai hitam kental disertai sayuran dan potongan daging.     

Tidak berapa lama pelayan mengantarkan pesanannya. Melihat makanan yang ada di depannya Soo Yin sudah ingin menikmati hingga tidak tersisa. Terlihat sangat menggiurkan untuk segera dinikmati.     

Baru saja hendak menikmati Jjajangmyeon, Jae-hwa datang menghampiri sambil membawa semangkuk untuk dirinya.     

"Boleh aku bergabung di sini?" tanya Jae-hwa sambil meletakkan semangkuk Jjajangmyeon di meja. Tadi tanpa sengaja melihat Soo Yin pergi ke luar sehingga Jae-hwa mengikutinya.     

"Tentu saja," ujar Soo Yin sembari menggeser mangkuknya.     

Mereka menikmati makanan masing-masing dalam keadaan diam. Tidak nikmat bila makan sambil mengobrol.     

"Kau hari ini kelihatan tidak bersemangat?" ujar Jae-hwa yang sejak pagi mengamati Soo Yin.     

Soo Yin meneguk satu botol air mineral hingga habis kemudian menghela napas panjang.     

"Apa ada masalah?" tanya Jae-hwa penasaran.     

"Aku hanya memikirkan Ayahku," ujar Soo Yin. Matanya memerawang jauh mengingat Kim Nam yang kemarin menaiki kapal.     

"Kenapa dengan Ayahmu? apa terjadi sesuatu?" tanya Jae-hwa.     

Soo Yin menggeleng pelan.     

"Ayahku pergi ke Pulau Jeju," jawab Soo Yin sambil menundukkan kepalanya.     

"Sungguh?" Jae-hwa sangat terkejut mendengar Kim Nam meninggalkan Soo Yin di Seoul. Dapat merasa kesedihan yang dirasakan oleh Soo Yin. Setiap anak pasti akan sangat sedih berpisah dengan orang tuanya. Terlebih lagi dirinya hanya tinggal seorang diri.     

Soo Yin hanya mengangguk dengan lesu. Setiap teringat saat ini berada jauh dari ayahnya air mata tanpa sadar menggenang di pelupuk matanya.     

"Maaf, sudah membuatmu sedih. Aku yakin ada suatu alasan mengapa Ayahmu harus pergi," ujar Jae-hwa. Merasa iba namun tidak tahu harus berbuat apa.     

"Hari ini biarkan aku yang mentraktir," ujar Jae-hwa berusaha mengalihkan pembicaraan.     

"Benarkah? sepertinya kau cukup punya banyak uang?" ujar Soo Yin, sedikit merasa senang mendengar Jae-hwa akan membayarkan makanannya.     

"Sebagai permintaan maaf karena kemarin tidak jadi nonton," ujar Jae-hwa sambil tersenyum.     

"Hah, benar sekali. Kau memang harus mengganti rugi karena aku telah nonton sendirian. Bayangkan saja bagaimana rasanya aku nonton film horor sendiri, itu sungguh membuatku merinding." Soo Yin mengingat bagaimana terkejutnya saat Dae Hyun yang tiba-tiba saja berada di sampingnya.     

"Sekali lagi, aku minta maaf," ucap Jae-hwa dengan sungguh-sungguh.     

"Karena kau sudah mentraktirku, aku akan memaafkanmu," ujar Soo Yin.     

Mereka segera kembali ke hotel untuk kembali bekerja karena sebentar lagi waktu makan siang sudah berakhir. Soo Yin merasa sedikit lebih baik, ternyata makan semangkuk Jjajangmyeon gratis membuat suasana hatinya kembali baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.