Istri Simpanan

Bab 622- Perjalanan



Bab 622- Perjalanan

0Di depan gedung sudah terparkir mobil dengan riasan bunga pada sisi depannya. Itu adalah mobil pemberian dari Park Ji Hoon untuk pernikahan mereka.     
0

Dae Hyun membopong Soo Yin lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Senyum keduanya terus merekah seiring rasa bahagia yang mereka rasakan.     

Hari yang mereka nantikan sekian lama akhirnya terwujud. Usaha mereka untuk mempertahankan hubungan ternyata berbuah manis.     

Begitu pula dengan kesetiaan yang Soo Yin berikan selama ini. Mulai sekarang dia bisa mengatakan dengan penuh bangga jika dirinya adalah istri sah Dae Hyun satu-satunya. Mereka tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan mereka di depan banyak orang.     

"Sayang, kakimu masih sakit," ujar Soo Yin. Dia tahu jika kaki Dae Hyun belum sembuh, sangat terlihat jelas dari cara jalannya yang masih pincang.     

"Tidak apa-apa. Aku akan sembuh jika didekatmu," ucap Dae Hyun sembari mengedipkan sebelah matanya. Meski harus menahan nyeri karena kakinya belum sembuh total. Namun Dae Hyun dengan senang hati melakukannya.     

Perjuangan Soo Yin untuknya jauh lebih besar dari sakit yang dirasakannya sekarang.     

Soo Yin tersenyum simpul sambil membenarkan posisi duduknya. Dia melihat keluar jendela mobil, semua orang melambaikan tangan ke arahnya.     

Di luar terlihat Gong Yoo yang memasang ekspresi datar. Hatinya terasa hampa melihat bibir Soo Yin yang terus merekah. Sungguh dia tidak kuat melihat kemesraan mereka.     

Soo Yin menatap Gong Yoo beberapa detik sebelum menutup kembali jendelanya. Dia berharap pria itu menemukan seorang gadis yang jauh lebih baik darinya.     

"Kau siap?" tanya Dae Hyun sebelum menginjak pedal gas.     

Lamunan Soo Yin seketika langsung buyar. Dia menoleh kembali ke arah suaminya.     

"Kita mau pergi kemana?" tanya Soo Yin.     

"Kita akan ke tempat dimana hanya ada kau dan aku," sahut Dae Hyun sembari memainkan matanya.     

Soo Yin mengulum senyum sambil beringsut lebih dekat ke sisi Dae Hyun lalu menyandarkan kepala di bahunya. Dia tidak ingin memberikan jarak di antara mereka.     

"Sayang, aku tidak menyangka kau mempersiapkan semua ini. Kupikir kau melupakanku," ucap Soo Yin. Semalaman bahkan tidak bisa tidur dengan pikiran buruk yang berkecamuk di hatinya.     

"Mana mungkin aku lupa. Maafkan aku jika kau merasa tidak nyaman sudah meninggalkanmu selama dua hari. Ketahuilah, sesungguhnya aku sangat tersiksa," ucap Dae Hyun sembari menghela nafas panjang.     

Soo Yin menggelengkan kepalanya.     

"Aku sangat bahagia untuk hari ini, meskipun awalnya menang aku sangat kesal," ungkap Soo Yin.     

"Kau boleh marah ataupun memukulku," ucap Dae Hyun. Pandangannya fokus ke depan, menatap jalanan yang ramai.     

"Nanti saja," ujar Soo Yin. Untuk saat ini dia ingin melepas rasa rindu terlebih dahulu.     

Mobil terus melaju hingga mereka saat ini sampai di bandara. Jantung Soo Yin berdegup kencang, menebak kemana mereka akan pergi saat ini.     

"Mau kemana?" tanya Soo Yin. Akhirnya tidak mampu lagi membendung rasa penasarannya.     

"Aku butuh jawaban dimana tempatnya," imbuh Soo Yin sebelum suaminya menjawab hal yang sama.     

"Minumlah dulu obatnya. Bukankah kau dulu mabuk?" tanya Dae Hyun.     

Soo Yin meringis sembari menggaruk bagian belakang kepalanya. Dia ingat jelas ketika mereka pergi ke Pulau Jeju. Saat itu kepalannya memang sangat berat.     

"Nanti saja," ujar Soo Yin.     

Mereka segera keluar dari mobil. Penampilan Soo Yin yang masih mengenakan gaun pengantin menarik sekali untuk dilihat oleh para pengunjung.      

Genggaman tangan Dae Hyun sama sekali tidak terlepas dari tangannya. Jika tidak sadar sedang berada di tempat umum, Dae Hyun sudah merengkuh pinggangnya sepanjang jalan.     

Dae Hyun mengajak Soo Yin menuju kursi mereka yang lebih privasi.     

"Minumlah obatnya dulu." Dae Hyun menyodorkan sebutir obat dan segelas pada Soo Yin. Itu adalah obat anti mabuk.     

Dae Hyun menyingkirkan anak rambut Soo Yin yang beberapa helai menutupi wajahnya. Lalu membelai pipinya dengan lembut. Dia menahan nafas sebelum akhirnya melepasnya. Perasaannya harus ditahan sampai mereka berada di tempat tujuan.     

"Aku ingin mengganti pakaianku," ujar Soo Yin.     

"Nanti saja," sergah Dae Hyun.     

"Kenapa?" Soo Yin menautkan kedua alisnya.     

"Aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin ini lebih lama lagi," tukas Dae Hyun sembari mengembangkan senyumnya.     

Rona pipi Soo Yin langsung memerah. Dia sebenarnya merasa sangat berbeda dari biasanya. Riasan Do Jin membuatnya terlihat sangat berbeda.     

"Dulu kita tidak sempat mengabadikan pernikahan kita. Aku dulu tidak berpikiran terlalu jauh," ungkap Dae Hyun sambil menghela nafas panjang.     

Soo Yin menerawang kembali masa lalu mereka. Dimana pernikahan itu hanya disaksikan beberapa orang saja. Dulu memang sempat ada yang berniat ingin mengabadikan pernikahan mereka. Namun Soo Yin melarang keras.     

"Hmm, aku dulu yang tidak mau ada foto pernikahan kita. Kupikir kita akan bercerai tidak berapa lama setelah itu," ungkap Soo Yin sambil menggelengkan kepalanya pelan. Jika mengingatnya, Soo Yin merasa sangat malu.     

"Bagaimana dengan sekarang?" tanya Dae Hyun dengan senyuman yang sangat menggoda.     

"Apakah kau masih ingin bercerai?" imbuhnya.     

Soo Yin mengerucutkan bibirnya. Pertanyaan macam apa itu? Jika memang ingin meninggalkannya, dia sudah melakukannya sejak dulu.     

"Aku hanya bercanda," ujar Dae Hyun buru-buru sebelum Soo Yin marah padanya.     

Soo Yin mencengkram tangan Dae Hyun kuat-kuat ketika pesawat mulai lepas landas meninggalkan bandara. Apa yang terjadi pada Dae Hyun membuatnya ada perasaan trauma.      

"Tidak apa-apa." Dae Hyun mengusap lengan Soo Yin untuk menenangkannya.     

"Apakah kau tidak takut setelah apa yang terjadi padamu?" tanya Soo Yin.     

"Tidak, aku percaya kita akan baik-baik saja."     

"Bagaimana jika pesawat ini jatuh dan kita mati?" Mata Soo Yin mulai berkaca-kaca. Sungguh dia sangat takut apalagi setelah Dae Hyun terjatuh dari helikopter.      

"Sssttt, tidak usah berpikir yang tidak-tidak." Dae Hyun mendekatkan diri di sisi Soo Yin lalu merengkuhnya.     

Soo Yin menganggukan kepalanya. Dia menghela nafas pelan untuk menenangkan hati dan perasaannya.     

Perlahan pesawat sudah mulai stabil. Mereka seperti berada di sebuah gedung saja.     

"Tidurlah jika kau merasa takut," ujar Dae Hyun.     

"Aku tidak mau," tolak Soo Yin. Dia justru menyembunyikan kepalanya di dada Dae Hyun.     

Untunglah mereka berada di kursi yang lebih memiliki privasi sehingga tidak perlu takut ada yang melihatnya.     

Dae Hyun tidak menyangka Soo Yin akan setakut itu setelah apa yang terjadi padanya.      

"Apakah kita akan melakukan perjalanan cukup lama?" tanya Soo Yin kembali.     

"Tidak terlalu lama. Sekarang tidurlah," ujar Dae Hyun.     

Soo Yin akhirnya menyerah karena hatinya tak kunjung merasa tenang. Dia mulai mencoba memejamkan matanya meski sulit.     

Dae Hyun tersenyum lega karena istrinya sudah tidur. Jika tahu Soo Yin takut naik pesawat, mungkin mereka akan melakukan perjalanan ke tempat lain. Namun Dae Hyun yakin semuanya baik-baik saja.     

Wajah Soo Yin terlihat damai dengan hembusan nafas yang teratur. Sepertinya dia bisa tidur karena efek obat yang tadi diminumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.