Istri Simpanan

Bab 616 - Menghilang



Bab 616 - Menghilang

0Beberapa bulan kemudian.     
0

Villa La Tulipe.     

Soo Yin menghabiskan hari-harinya dengan berkebun. Bukan hanya tanaman bunga bahkan tanaman obat juga ditanam. Ia tak ingin melanjutkan kuliahnya lagi karena pikirannya tidak bisa fokus.     

Saat sedang musim semi, musim bunga-bunga sedang bermekaran setelah melewati hari-hari yang dingin.     

Soo Yin memandang langit sembari menyeka keringat yang menetes di dahinya.     

"Nona!"     

Soo Yin menolehkan kepalanya ke arah sumber suara yang terdengar memanggilnya.     

"Ada apa, Bi?" tanya Soo Yin.     

"Ada Tuan Richard datang," sahut Bibi Xia dengan nafas terengah-engah.     

"Benarkah?" tanya Soo Yin dengan wajah berbinar. Sudah beberapa bulan mereka tidak bertemu karena orang tuanya harus kembali ke London.     

Bibi Xiao Yi menganggukan kepalanya. Ia senang melihat bibir Soo Yin tersinggung senyuman setelah sekian lama.     

Soo Yin segera mencuci tangannya lalu masuk ke dalam rumah. Ia sudah rindu dengan orang tuanya.     

"Ayah!" seru Soo Yin. Matanya berkaca-kaca penuh kebahagiaan.     

"Soo Yin?" Richard Lee merentangkan kedua tangan untuk mendekap putrinya.     

"Kenapa tidak memberi kabar?" ujar Soo Yin.     

"Memang sengaja," tukas Richard Lee sembari terkekeh pelan. Diusapnya rambut Soo Yin dengan penuh kelembutan.     

Richard Lee sangat sendu melihat Soo Yin saat ini, tampak tidak merawat dirinya. Bahkan menurut cerita Bibi Xia, tak pernah sekalipun pergi keluar sejak pindah di rumah itu.     

"Kenapa Ibu tidak ikut?" ujar Soo Yin.     

"Ayah hanya sebentar, kasihan jika ibumu harus bolak balik. Bulan depan ayah akan kemari lagi." Richard Lee mengusap puncak kepala Soo Yin.     

"Ayah pasti belum makan, aku akan menyiapkan makan siang untuk Ayah," ujar Soo Yin. Sebisa mungkin ia menyembunyikan rasa pedih agar tidak terlihat menyedihkan di mata ayahnya.     

"Hmmm, bolehkah aku bertemu dengan Dae Hyun?" ujar Richard hati-hati.     

"Tentu." Soo Yin menganggukan kepalanya.     

Richard Lee melangkahkan kakinya dengan berat. Sudah enam bulan pasca kecelakaan tapi Dae Hyun belum sadarkan diri. Mereka sudah mengusahakan membawanya ke rumah sakit terbaik tapi tidak ada perubahan.     

Richard Lee masuk ke dalam kamar dimana Dae Hyun masih terbaring. Kamar itu berada di lantai dua, memiliki jendela yang luas dan dibiarkan terbuka. Di depan jendela ada sebuah pohon rindang yang menyejukkan.     

"Dae Hyun, sampai kapan kau akan seperti ini? Apakah kau tidak kasihan pada putriku? Sepanjang hari dia menunggumu bangun. Jika kau ingin pergi maka pergilah, jangan membuat putriku menunggu sesuatu yang tidak pasti." Richard duduk di dekat ranjang sembari memandang menantunya dengan tatapan sendu.     

"Jika kau menyayanginya cepatlah bangun. Sampai kapan kau membuatnya harus menunggu?" ujar Richard Lee.     

Richard Lee sudah membujuk Soo Yin agar Dae Hyun dirawat orang tuanya tapi putriku bersikeras menolak.     

"Aku tidak akan menghalangi jalan kalian lagi. Namun ingat, jangan pernah membuat putriku kecewa," ujar Richard Lee.     

Setelah beberapa saat akhirnya Richard Lee keluar dari kamar itu. Semoga saja bisa membuat Dae Hyun segera sadar.     

"Seharusnya kau tidak perlu repot-repot seperti ini," ujar Richard Lee yang sudah berada di ruang makan.     

"Ayah jarang sekali kemari. Tidak ada salahnya aku menyiapkan semuanya," sahut Soo Yin. Sebenarnya ia sangat rindu menyiapkan makanan untuk Dae Hyun. Sudah lama sekali rasanya tidak menyentuh peralatan memasak.     

"Kau juga harus makan yang  banyak." Richard Lee menarik salah satu kursi lalu duduk disana.     

"Perutku kecil, tidak muat makanan yang terlalu banyak," ujar Soo Yin sembari terkekeh.     

"Kau selalu saja pintar mencari alasan." Richard Lee mengacak-acak rambut Soo Yin karena gemas.     

"Apakah Park Ji Hoon sering datang kemari?" tanya Richard Lee.     

"Beberapa hari yang lalu mereka datang. Yeon Ho juga sering menginap disini jika sedang libur," terang Soo Yin. Sebisa mungkin ia harus terlihat gembira di depan ayahnya. Ia tidak ingin ayahnya mengira hidupnya sangat menyedihkan.     

"Aku ingin sekali bertemu dengan anak itu lagi. Dia anak yang pintar," ujar Richard Lee. Ia pernah bertemu beberapa kali dengan Yeon Ho.     

"Dia sedang sibuk ujian," ujar Soo Yin.     

Setelah menyiapkan semuanya, Soo Yin duduk berseberangan dengan Richard Lee. Ingin menemaninya makan siang.     

"Kenapa tidak makan? Sudah berapa kali ayah katakan, kau tidak boleh menyiksa dirimu sendiri," ujar Richard Lee.     

"Aku masih kenyang." Soo Yin hanya tersenyum tipis.     

Richard Lee bangkit dari duduknya lalu menghampiri Soo Yin. Ia duduk di sebelah putrinya.     

"Makanlah." Richard Lee menyodorkan sendok ke mulut Soo Yin. Sekeras apapun berbohong, sebagai seorang ayah masih bisa merasakannya. Bahkan dari tatapannya saja Soo Yin terlihat hampa. Seperti tidak ada kehidupan yang diinginkannya.     

"Ah, Ayah kenapa memaksaku?" Soo Yin menutupi mulutnya sambil tertawa hampa. Tak ada kesenangan di dalam hatinya.     

"Ayolah, aku juga ingin menjadi ayah yang baik untukmu."     

Hari ini hidup sedikit berwarna dengan kehadiran Richard Lee. Seorang pria yang masih menganggapnya seperti anak kecil.      

Richard Lee tidak terlalu lama disana karena ada sesuatu hal yang harus dilakukan di luar.     

Soo Yin menghela nafas panjang lalu kembali ke kamar untuk melakukan rutinitasnya seperti biasa.      

Pada pagi dan sore hari Soo Yin selalu membersihkan tubuh Dae Hyun. Hanya itu yang bisa dilakukannya, entah sampai kapan dirinya juga tidak tahu.     

Sebulan yang lalu dokter memberi penawaran untuk melepaskan alat medis di tubuh Dae Hyun karena sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk sembuh. Meskipun sembuh, Dae Hyun mungkin sulit untuk beraktivitas normal.      

Saat ini Dae Hyun masih bisa bernafas karena alat medis yang terpasang di tubuhnya.     

Soo Yin menolak untuk melepasnya. Ia masih ada keinginan untuk melihat suaminya secara langsung meski tak bisa berkomunikasi.     

"Selamat sore, Sayang," sapa Soo Yin. Seperti biasanya jika masuk ke dalam kamar, Soo Yin selalu menyapa suaminya berharap ketika membuka pintu akan ada yang membalas sapaannya.     

Prang ….     

Seketika tangkai cangkir terlepas begitu saja dari tangan Soo Yin. Is termangu hingga beberapa saat karena tidak mendapati ada Dae Hyun di ranjang itu.     

Ranjang itu kosong ditinggalkan sang pemiliknya.     

"Dae Hyun!" teriak Soo Yin dengan suara kencang.     

Soo Yin mempercepat langkahnya untuk melihat kolong ranjang. Mungkin saja Dae Hyun terjatuh. Namun di lantai tidak ada tanda-tanda keberadaan Soo Yin.     

"Apakah ayah menculik Dae Hyun?" ujar Soo Yin dengan mata berkaca-kaca.     

Saat ayahnya melihat Dae Hyun, dirinya terlalu sibuk di dapur. Bisa saja ayahnya membawa pergi Dae Hyun secara diam-diam.     

Soo Yin mencari Dae Hyun di seluruh penjuru kamar. Bahkan setiap celah diperiksa untuk menemukan keberadaan suaminya.     

Mata Soo Yin tertuju pada jendela kamar yang terbuka lebar. Ia melongokkan kepalanya ke luar, barangkali Dae Hyun terjatuh tapi tidak ada. Soo Yin tidak melihat apapun dari kamarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.