Istri Simpanan

Bab 617 - Sore yang bahagia



Bab 617 - Sore yang bahagia

0Soo Yin keluar mencari dimana Dae Hyun berada. Mencarinya di halaman tepat di bawah jendela kamarnya. Mungkin saja Dae Hyun tergelincir.     
0

Tetes air mata terus membasahi pipinya hingga matanya menangkap seorang pria yang berdiri di bawah pohon.     

"Dae Hyun?" gumam Soo Yin terperangah. Berulang kali ia mengerjapkan kelopak matanya untuk memastikan jika itu adalah suamiku.     

Dae Hyun menoleh ketika mendengar ada yang menyebutkan namanya.      

Soo Yin menutupi mulutnya dengan tangan. Terperangah dengan apa yang dilihatnya kali ini. Mata yang sudah terpejam setengah tahun lebih kini sudah terbuka. Kulitnya terlihat sangat pucat di bawah pantulan sinar matahari.     

Kakinya gemetar saat hendak melangkah. Masih belum bisa dipercaya dengan apa yang dilihatnya kali ini. Apakah dia benar-benar suaminya? Benarkah dia masih hidup?     

Soo Yin takut dirinya hanya berhalusinasi.      

Dae Hyun tidak mengingat apa yang terjadi di masa lalu. Namun ia masih mengingat jika wanita di depannya adalah seseorang yang sangat berarti salam hidupnya.     

"Kemarilah," ujar Dae Hyun sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.     

Soo Yin lantas berlari menghampiri Dae Hyun dengan air mata mengalir di pipi. Tidak masalah jika apa yang dilihatnya hanyalah ilusi tapi ia ingin bahagia meski hanya sebentar saja.     

Posisi Dae Hyun yang tidak seimbang membuatnya langsung terjengkang hingga tubuhnya telentang di rerumputan yang tebal.     

Soo Yin memejamkan kedua matanya, merasakan tubuhnya yang ternyata tidak menyentuh rumput. Ada tubuh hangat yang menghalanginya. Hingga perlahan Soo Yin membuka mata.      

Itu tidaklah mimpi. Soo Yin bisa melihat tubuh Dae Hyun berada di bawahnya.     

"Dae Hyun," ujar Soo Yin sembari terisak-isak. Ia pikir tidak akan pernah bisa bersentuhan seperti ini lagi.     

"Kenapa kau menangis?" tanya Dae Hyun sembari meringis karena punggungnya membentur tanah. Ia bisa merasakan ada air hangat yang menetes bri tangannya.     

Soo Yin menegakkan kepalanya, mendongak untuk memandang wajah Dae Hyun dengan lekat.     

"Kau masih hidup?" Pertanyaan itu langsung keluar di bibir Soo Yin.     

"Apakah kau mengira jika aku mati? Berapa lama aku terbaring?" tanya Dae Hyun. Ketika membuka matanya, Dae Hyun cukup terkejut mengetahui ada alat medis yang menempel di tubuhnya.     

"Kau menyebalkan, kenapa kau bangun sangat lama sekali?" gerutu Soo Yin sambil memukul dada Dae Hyun pelan.     

"Awwh, sakit," erang Dae Hyun.     

"Ah, maaf," ujar Soo Yin lalu turun dari tubuh Dae Hyun. Ia duduk tepat di sebelahnya sambi menyandarkan kepalanya kembali di dada Dae Hyun.     

Dae Hyun mengusapnya pelan.     

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" tanya Dae Hyun.     

Soo Yin mengernyitkan dahinya.     

"Apakah kau tidak mengingatnya?" tanya Soo Yin sembari menatap dalam-dalam mata Dae Hyun.     

Dae Hyun menggelengkan kepalanya. Meski sudah berusaha keras tapi ia tidak mengingat apapun.     

"Yang aku ingat, aku berada di suatu tempat. Sepanjang hari aku bisa melihat wajahmu tapi tidak bisa menyentuhmu," ungkap Dae Hyun.     

"Benarkah?"     

"Kau selalu memanggilku, memintaku untuk tinggal bersamamu." Dae Hyun menerawang kembali apa yang dirasakannya selama koma. Ia tidak mengingat apapun selain itu.     

"Sebelumnya kau kecelakaan saat naik helikopter," terang Soo Yin dengan sendu.     

"Kecelakaan? Aku sama sekali tidak mengingatnya." Dae Hyun memejamkan kepalanya yang mulai berdenyut. Semakin keras berusaha mengingat maka kepalanya semakin sakit.     

"Dae Hyun, kau kenapa?" tanya Soo Yin.     

"Kepalaku sakit," keluh Dae Hyun.     

"Tidak usah terlalu keras untuk bisa mengingat semuanya kembali. Sekarang kita ke dalam, aku akan memintanya dokter Kang memeriksa," ujar Soo Yin sembari menarik tangan Dae Hyun agar duduk.     

"Biarkan aku memelukmu sebentar lagi," ujar Dae Hyun sembari melingkarkan tangannya di pinggang Soo Yin. Di dalam tidur panjangnya, ia selalu memimpikan Soo Yin.     

Soo Yin menurut karena ia sendiri sangat rindu bisa berada di dalam dekapannya.     

"Aku rasanya masih bermimpi. Jika ayah dan ibu tahu mereka pasti akan sangat senang mendengarnya," tukas Soo Yin.     

"Berapa lama aku tidur?" tanya Dae Hyun.     

"Setengah tahun lebih. Dokter bahkan sudah hampir menyerah karena tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi di tubuhmu. Tim dokter juga sudah menawarkan jika aku harus melepasmu. Namun aku menolak, ternyata keyakinanku selama ini terbukti," terang Soo Yin. Air matanya kini kembali menetes.  Bukan air mata kesedihan tapi air mata kebahagiaan.     

"Tidak usah sedih lagi. Sekarang aku sudah sembuh, meski aku belum bisa mengingat semuanya," tutur Dae Hyun.     

"Aku akan membantumu mengingatnya secara perlahan. Setidaknya aku senang karena kau tidak lupa padaku."     

Cukup lama mereka di sana, saling melepas rindu. Hingga perlahan matahari sudah mulai tenggelam.     

"Sayang, ayo masuk. Hari sudah mau gelap," ujar Soo Yin. Sebenarnya perasaannya masih agak was-was. Dokter mengatakan Dae Hyun tidak akan sembuh seperti semula. Namun hari ini ia bisa melihatnya berdiri.     

Dae Hyun mencoba bangkit berdiri. Namun tubuhnya sempoyongan, hampir saja ia ambruk kalau Soo Yin tidak memapahnya.     

"Dae Hyun, apakah ada bagian yang sakit di tubuhmu?" tanya Soo Yin dengan perasaan sangat cemas.     

Dae Hyun menggelengkan kepalanya pelan.     

"Mungkin terlalu lama berbaring sehingga aku belum terbiasa berdiri kembali. Tidak usah cemas." Dae Hyun menyunggingkan senyumnya lalu mengusap bibir Soo Yin.     

"Jangan membuatku takut. Aku tidak mau terulang kembali masa-masa enam bulan itu," ujar Soo Yin dengan sendu.     

"Tidak akan, terima kasih kau setia berada di sampingku. Merawat pria yang bahkan tidak mampu membuka matanya." Dae Hyun tahu kalau dirinya sudah menemukan wanita yang tepat.     

"Itu memang tugasku sebagai istri. Hanya itu hal yang bisa aku lakukan. Sekarang aku memetik hasilnya karena perjuanganku tidak sia-sia. Kita harus ke dalam, udara sudah semakin dingin."     

Soo Yin mulai mengawali dengan melangkahkan kakinya pelan. Memapah Dae Hyun karena khawatir pria itu ambruk ke tanah.     

Sejak tadi Bibi Xia hanya mengintip di balik gorden, matanya sampai menetes melihat betapa bahagianya pasangan itu. Ia tidak berani menghampiri karena ingin memberikan waktu untuk mereka bersama.     

"Tuan, akhirnya anda sadar. Aku sangat senang melihatnya," ujar Bibi Xia ketika sudah mulai menapakkan kakinya di dalam rumah.     

"Siapa kau?" tanya Dae Hyun sembari mengernyitkan dahinya.     

Bibi Xia menautkan kedua alisnya lalu memandang Soo Yin. Ingin meminta penjelasan apa yang terjadi. Kenapa pria itu sama sekali tidak mengingatnya?     

"Bibi, sepertinya Dae Hyun masih belum mengingat semuanya," terang Soo Yin.     

"Aku mengerti, yang terpenting saat ini adalah Tuan sudah bangun," ujar Bibi Xia.     

"Bibi, bisakah menghubungi Dokter Kang agar segera datang kemari? Aku ingin dia memeriksa kondisi Dae Hyun," ujar Soo Yin.     

"Baik, Nona. Aku akan menghubungi Dokter Kang sekarang juga."     

"Sayang, kita istirahat dulu," ujar Dae Hyun. Tiba-tiba kakinya terasa sangat berat untuk melangkah.     

Soo Yin mendudukkan suaminya di sofa. Tubuhnya mulai gemetar, takut sesuatu yang buruk terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.