Pulau yang hilang

Terjebak



Terjebak

0"Sugestiku?!", tanya Beno sambil memandang Arash penasaran.     
0

Arash menganggukan kepala sebelum ia berkata," Terkadang sugesti bisa merubah keadaan".     

" Maksudmu?"     

"Ya.. Aku pernah melihat seorang pakar hipnotis memberikan sugesti pada salah satu relawan yang phobia terhadap ular, sampai-sampai saat ada ular jinak dihadapannya, ia tetap lari terbirit-birit menghindar"     

"Dan... Seketika setelah si relawan diberi sugesti itu, dia menjadi tak takut, bahkan ia menyentuhnya setelah tahu ular itu jinak", sambung Arash.     

"Kata-kata sugesti seperti apa yang dia ucapkan?"     

"Entahlah, aku lupa kalimat apa yang dia ucapkan. Tapi yang pasti dia melakukan seperti apa yang kau lakukan. Membuat si relawan fokus pada kata-katamu, seolah mencerna setiap kata-kata yang dikeluarkan"     

"Oke.. Oke, sudah cukup. Ada hal yang ingin kutanyakan pada Andre, kenapa kamu bisa berubah jadi manusia abnormal itu?", tanya Dr. Ben untuk menengahi Arash yang mulai kesal pada wawancara Beno.     

Andre tampak agak linglung saat hendak menjawab pertanyaan yang Dr. Ben lontarkan. Dalam otaknya, dia berusaha mengingat kejadian beberapa jam lalu.     

Kepalanya agak menunduk dengan kedua lengan menahan kepala yang tertunduk itu. Hingga beberapa memori terlintas di pikirannya.     

Dan perlahan ia mulai berbicara, " Aku sedang menjaga Max. Aku keluar, menuju Lab-mu. Aku bertemu Beno, menemukan ponselnya kemudian menyerahkannya pada Beno. Lalu dia meninggalkanku di Lab itu".     

"Lalu?"     

Andre kembali menundukkan kepalanya, mencoba mencari-cari memori yang terlupakan.     

"Lalu, saat aku hendak keluar dari Lab-mu, aku merasa haus, dan kebetulan aku melihat botol air mineral berisi air bening. Aku pun meminumnya. Dan setelah itu,, hatiku berkata 'ikuti Beno', lantas akupun menyusulnya", jelas Andre.     

'Jangan-jangan Air mineral itu berisi racun manusia abnormal?, tapi bagaimana bisa?', batin Dr. Ben.     

"Jam berapa ini?", tanya Andre mulai panik sambil melirik keberadaan jam dinding di kamar itu.     

Jam terus berdetak menunjukkan pukul 4 pagi. Mata Andre tampak melotot setelah meliriknya. "Apa? Jam 4? Pasti Max mencariku. Aku harus kembali, sampai ketemu lagi", ucap Andre dengan tergesa sambil berlari keluar dari kamar itu lewat pintu besi, penutup kamar Dr. Ben.     

Ia keluar dari pintu itu, menuruni tangga yang terbuat dari besi pula. Saat ia tiba di bawah tepatnya di gudang penyimpanan, belum ada siapapun disana hanya beberapa penjaga di pintu masuk gudang.     

Ia berjalan seperti biasanya. Berlaga sok keren melewati dua penjaga yang berdiri gagah di samping pintu masuk.     

Kedua penjaga itu melirikkan matanya pada Andre, memastikan itu bukan penyusup atau apapun itu yang membahayakan bunker Max. Tapi setelah tahu itu Max, mereka kembali mengalihkan pandangan mereka ke arah depan, ke arah jalanan aspal menuju bunker.     

Begitu juga Andre yang berjalan dengan lagak santai tapi dengan kecepatan ekstra di atas jalanan aspal menuju bunker.     

Tapi, tetiba ia melihat seseorang nampak dibalik pintu masuk kaca bunker. Itu Max, meski hari masih gelap, tapi ia masih bisa melihat bayangan tubuh yang merupakan milik Max itu. Bayangan itu nampak dari sorotan lampu di dalam bunker. Kemudian Max keluar lewat pintu itu, dan berdiri di depannya seolah menunggu kedatangan Andre.     

Semenjak melihatnya, laju kakinya melambat. Ia berjalan lebih santai dari sebelumnya. Dalam setiap langkahnya, ia menebak-nebak apa yang akan diucapkan Max kala ia sampai didekatnya.     

Dalam benaknya, ia menerka ada satu pertanyaan yang pasti Max lontarkan, " Kamu darimana?". Pertanyaan itu pasti dilontarkan Max padanya, dan ia mencoba mencari alasan yang tak membuat Max terus bertanya dan penasaran tentang kepergiannya tadi.     

Setelah dengan matang ia pertimbangkan jawaban yang akan ia lontarkan nanti, dan kebetulan jaraknya dengan Max sudah cukup dekat kira-kira hanya 5 langkah lagi. Max memanggilnya dari posisi yang masih seperti tadi, " Andre?".     

Andre yang tadi tertunduk menjadi menghadapkan wajahnya pada Max dan menatapnya lalu mengangkat alisnya. Langkahnya terus melaju sampai akhirnya jarak mereka hanya berjarak satu langkah orang dewasa.     

Max membalikkan badannya, membelakangi Andre, kemudian membuka pintu kaca itu sembari mengajak Andre masuk, "Ayo! ".     

Andre pun masuk selagi pintu kaca itu masih dipegangi Max sebelum ditutup kembali. Saat Andre berjalan melewatinya, ia mendengar Max berbicara dengan nada berbisik, "Jangan tinggalkan aku lagi".     

Itu membuat Andre terkejut seketika dan menatap Max. Namun itu hanya sekejap saja ia lakukan, setelah ia menatapnya, ia kembali mengindahkan pandangannya ke arah lain.     

Max menutup pintu kaca itu rapat setelah Andre masuk. Kemudian, ia menyeimbangkan langkahnya dengan Andre yang sudah berjalan terlebih dahulu.     

Mereka berjalan menuju lift untuk kembali menuju kamar Max.     

Andre berkata pada Max untuk memecah keheningan di antara mereka, "Kenapa kau menyusulku? Kau kan..", ucapannya terhenti saat jari telunjuk Max mendarat tepat di depan bibirnya.     

"Aku sudah sehat, dan hari ini akan jadi hari spesialku", timpal Max.     

Andre kembali terdiam setelah mendengar jawaban itu dari Max. Ia kembali memalingkan wajahnya dari Max.     

Krruyukk..     

Perut lapar Andre terdengar keroncongan memberi tanda.     

Saat lift itu melewati ruang makan, ia melihat ada para pekerja disana yang sedang mengolah makanan untuk acara pernikahan Max hari ini. Karena perutnya terus berkeroncong, ia menekan-nekan tombol angka dimana ruang makan yang tadi ia lewati berada.     

"Hei! Apa yang kau lakukan, hah?", tanya Max yang heran atas sikap Andre itu.     

Andre tak menjawab pertanyaan menohok dari Max.     

Brugh...     

Lift itu tiba-tiba terhenti seketika, dan itu membuat mereka terjatuh ke lantai.     

"Kenapa ini?", heran Andre.     

"Kamu menekan tombol itu saat kita belum berhenti. Makanya jadi kayak gini", jelas Max yang nampak tenang dan mencoba berdiri kembali.     

Lift mereka terhenti diantara lantai berisi penjara dan kamar para pegawai.     

"Kan gara-gara kamu, kita jadi kejebak disini!!", gerutu Max.     

"Terus?"     

"Untung aku pakai lift transparan disini, jadi lebih gampang buat minta tolong"     

"Minta tolong siapa? Mereka masih tertidur pulas sekarang, Max".     

Ya.. Ruangan itu sepi, sangat sepi. Penjaga di bagian penjara pun tertidur pulas disamping penjara. Mereka mencoba memecahkan pintu kaca di depan mereka, tapi itu hanya sia-sia saja, kaca itu sangatlah tebal. Mereka juga mencoba berteriak minta tolong, tapi itu hanya membuat lelah mereka saja, karena lift itu kedap suara.     

Mereka hampir putus asa. Mereka duduk saling membelakangi, Max menghadap pintu kaca lift, sedangkan Andre sebaliknya, ia menghadap ke arah dinding belakang lift. Kaki Andre, ia selonjorkan ke dinding di depannya itu. Perut keroncongan masih nyaring terdengar. Ditambah lagi dengan Max yang juga ikut-ikutan merasa lapar. Kaki Andre yang ia selonjorkan tak sengaja menekan dinding di depannya. Tapi...     

Max tiba-tiba berdiri dan itu membuat Andre yang sedang enak-enak menyandar pada punggungnya jatuh seketika ke belakang saat Max berdiri. Max yang sudah berdiri itupun kemudian berteriak-teriak, " Hei!!! Penjaga!!! tolong kami!!! Hei!!".     

"Aduhh!", sahutan dari Andre.     

Max segera berbalik melirik Andre yang mengaduh di belakangnya.     

"Kamu kok malah tiduran?"     

"Tiduran palamu! Gara-gara kamu ini!", gerutu Andre sambil terbangun dari jatuhnya.     

Max menghiraukan Andre, lalu ia melanjutkan meminta bantuan pada penjaga itu lagi. "Heiii!! Tolong kami!!", teriaknya sambil menggedor-gedor pintu kaca lift.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.