Pulau yang hilang

Ponsel



Ponsel

0Andre melewati garis kuning pembatas yang masih terpasang di ambang koridor dengan membungkukkan badannya lalu berjalan masuk ke dalam lab milik Dr. Ben itu lagi.     
0

Derap langkah menggema di lorong menuju lab Dr. Ben. Tapi tak hanya sampai disitu, Andre melanjutkan langkahnya masuk ke dalam Lab Dr. Ben.     

Disana Andre menemukan bercak darah di lantai dalam dinding berbatas kaca. Tempat manusia abnormal itu dikurung. Tempatnya sungguh berantakan. Meja terjungkal. Pecahan kaca dimana-mana.     

Langkahnya semakin masuk ke dalam lab itu. Ia masuk kedalam ruangan di sebelah kiri dari tempatnya menatap pembatas dinding kaca. Didalamnya ada ruangan cukup luas, ada lorong di sebelah kanan saat pertama kali ia masuk kesana. Lorong itu yang mengarah ke pintu masuk ruangan berbatas dinding kaca. Di ujung ruangannya, ada lemari yang digunakan sebagai penutup ruangan para makhluk.     

Andre melirik ke arah lorong itu dan hendak melangkahkan kakinya ke arah sana. Tapi...     

Tiba-tiba....     

Prang...     

Suara lempeng besi terjatuh. Sontak saja Andre terkejut. Suara yang membuat Andre terkejut itu berasal dari dalam ruangan para makhluk.     

"Darimana suara itu?", tanya Andre pada dirinya sendiri.     

Segera ia menatap ke arah suara itu berasal. Pikirannya menerka kalau suara itu berasal dari ruangan di sebelah kiri lorong itu.     

"Pasti dari sini", celetuknya sambil segera mencari jalan masuk menuju ruangan itu.     

"Mustahil. Dimana pintunya?", gerutunya lagi saat ia tak bisa menemukan pintunya.     

Andre mulai menatap curiga lemari yang terpajang di sudut kiri dinding. Ia menatapnya lebih dalam, lebih dalam lagi.     

Ia melihat apa yang dulu Beno lihat. Di bagian atas lemari itu ada semacam gorden terbuat dari potongan plastik menempel di dinding.     

Andre segera menyingkirkan lemari penghalang itu. Menghalau gordin plastik yang menutupinya. Dan ia mulai masuk ke dalam ruangan yang gelap disana. Tanpa cahaya. Ia mematung di depan plastik penutup ruangan itu. Gelap disana. Segera ia raih ponsel disakunya. Kemudian menyalakan flash di bagian belakang ponselnya.     

"Ada siapa disana?", tanya Andre sembari menyorotkan flash ke arah sekitarnya.     

Banyak lemari kaca berisi makhluk berbagai bentuk didalamnya. Makhluk-makhluk itu mematung di tempatnya. Begitu juga Andre yang masih saja mematung.     

Tiba-tiba...     

Ctrek..     

Pendengarannya yang sensitif mendengar bunyi yang entah apa itu, bersamaan dengan penglihatannya yang melihat sinar di pojokan sebelah kiri ruangan gelap itu.     

Ctrek..     

Dan...     

Sinar itu hilang seketika.     

"Siapa disana?", tanya Andre sambil menyorotkan flash ke arah pojokan tempat ia melihat sinar tadi nyala.     

Andre berjalan mendekat ke pojokan itu dengan hati-hati. Tak ada jawaban juga dari arah datangnya sinar itu.     

Lantas sinar apakah itu?     

Langkah Andre semakin mendekat ke pojokan sebelah kiri. Ia yakin sinar itu datang dari sebelah lemari kaca berisi makhluk aneh yang ada di pojokan.     

Tanpa rasa takut, Andre segera memergoki siapa yang ada di balik sinar itu. Flash dari ponselnya terus diarahkan kesana.     

Dan...     

Tarrraaaa...     

Itu...     

"Beno?", ucap Andre dengan flash yang dipegangnya menyinari wajah Beno yang sepertinya sedang bersembunyi disana. Ia duduk menekuk lututnya.     

Wajah Beno menyeringai dengan senyum manis khasnya. Gigi putih nan rapi terlihat dari balik bibirnya.     

"Hai??", timpal Beno yang melambaikan tangan kanannya ke arah Andre.     

"Ngapain kamu disini Ben? Kenapa pesan dariku gak kamu balas? Ponselmu mati?", tanya Andre sekaligus.     

Kemudian Beno berdiri sebelum menjawab pertanyaan Andre, "Ponselku tertinggal, tapi entah dimana, aku sedang mencarinya ini. Bantu aku!".     

Beno menyalakan kembali senter dalam genggamannya. Lalu berjalan sambil menyoroti setiap inchi ruangan itu. Andre juga membantunya disana.     

Mereka saling diam dan fokus, tak saling bertanya atau bercakap. Hingga bising keheningan menusuk telinga Andre. Lalu ia bertanya sesuatu untuk menghilangkan keheningan itu,"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?".     

"Yang terjadi pada Max maksudmu?", tanya balik Beno memastikan diikuti menyorotkan senternya pada Andre.     

"Heem", jawab Andre dengan anggukan di kepalanya.     

Beno menarik napas panjang sebelum menjelaskan apa yang Andre tanyakan, "Aku juga kurang tahu sebenarnya, kau tahu, kala itu aku dan leah sehabis dari gudang bersamamu. Saat aku kembali ke lab ini, ruangan ini sudah dipenuhi penjaga.....     

___     

Melihat banyak penjaga, Leah mengajak Beno untuk ke kamar para pekerja saja untuk sementara waktu. Sepertinya disana aman, pikir Leah. Kami pun pergi kesana.     

Dan benar saja, di sana sepi. Para pekerja masih di posisi mereka bekerja. Hanya ada Beno dan Leah disana.     

Kala itu, Beno mencoba menghubungi Dr. Ben, tapi ponselnya tidak aktif. Hingga ia mengurungkan niat untuk menghubungi Dr. Ben.     

"Apa Dr. Ben akan baik-baik saja?", tanya Beno pada Leah dan dirinya sendiri.     

"Hei! Dia akan baik-baik saja, dia itu pria cerdas, dia pasti baik-baik saja", tenang Leah pada Beno. Meski sebenarnya dia tak tahu yang dikatakannya itu benar atau tidak.     

Beno hanya mengangguk pelan kemudian terdiam sampai mereka pastikan situasi disana benar-benar aman.     

"Leah, apa kamu punya laptop atau komputer?", tanya Beno dengan semangat.     

Leah segera bangkit lalu berjalan menuju salah satu lemari pakaian miliknya dulu. Ia membukanya, kemudian mengambil notebook didalamnya.     

"Coba gunakan ini", jawab Leah sambil menyerahkannya.     

Beno meraihnya dan segera membukanya, menyalakannya, lalu mengambil disk pen miliknya dari saku bagian dalam bajunya. Memasangkannya ke port USB di bagian samping notebook milik Leah.     

Data-data didalam disk itu mulai terbaca. Beno mengotak-atik notebook itu. Hingga muncullah tampilan cctv bunker di layar notebook Leah. Mata Beno mengawasi semua tampilan cctv di semua bagian bunker, memindai tampilan cctv di lantai Lab Dr. Ben berada.     

Dengan cara itu mereka bisa tahu kapan mereka aman untuk masuk ke Lab Dr. Ben.     

___     

.... Dan setelah aman, aku juga Leah kembali ke lab Dr. Ben masih dengan penampilan si pembawa barang", jelas Beno.     

"Ini ponselmu Ben?", tanya Andre seusai menemukan ponsel yang tergeletak di lantai, lalu ia mendekat ke tempat Beno berada.     

Beno memperhatikannya dengan seksama ponsel yang digenggam Andre. Ia menyorot benda itu dengan senter di tangan kanannya.     

"Iya, itu ponselku!", seru Beno setelah yakin kalau itu ponselnya. Segera ia raih benda berbentuk kotak pipih itu. Ia coba menyalakan ponsel itu. Mengecek bagian dalamnya. Dan syukurlah itu masih berfungsi.     

"Ahh.. Alhamdulillah..", ucapnya.     

"Ya udah, makasih udah bantu Dre. Aku harus nyusul Dr. Ben", tambahnya yang kemudian berlari masuk ke dalam lubang ventilasi seukuran tubuhnya. Setelah masuk, ia menutup kembali lubang itu dengan lempeng besi berongga. Dari rongga itu ia menatap Andre dengan posisi jongkok di depannya.     

"Aku pergi dulu. Kamu dengan Max dulu ya", ucap Beno.     

Seusai mengucapkan kata-kata itu, Beno langsung saja berlari menyusuri lagi lorong ventilasi meninggalkan Andre yang menatapnya dengan raut wajah sedih dengan kepergian Beno.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.