Pulau yang hilang

Seragam penjaga



Seragam penjaga

0"Jadi begitulah, tapi sampai saat ini aku belum benar-benar tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan," Jelas Matt setelah hampir 4 jam menceritakan kisahnya yang tertulis di awal volume 2 hingga akhirnya ia bisa sadar dan kembali normal. Sisanya Jo sudah menceritakan semua yang tidak diingat Matt saat masih menjadi abnormal. Jadi kali ini Langit sudah mendengar cerita lengkapnya dari Matt.     
0

Langit benar-benar menikmati momen itu. Cerita Matt membuatnya mengingat kejadian yang entah berapa waktu lalu.     

"Manusia abnormal, kalian mirip manusia abnormal yang pernah kulihat," Ucap Langit.     

"Berpandangan kosong, tapi manusia abnormal yang pernah kulihat aku rasa lebih baik," Lanjut Langit yang membuat Matt menatap heran padanya     

Tatapan itu bisa diketahui Langit setelah Matt membuka penutup wajahnya saat bercerita tadi. Hingga ia pun mengerti dan menjelaskan kembali maksud ucapannya, "M-Maksudku, mereka bukan bekerja untuk seseorang saja, mereka bekerja untuk diri mereka sendiri, bukan diperbudak seperti kalian,"     

"Entahlah, tapi ngomong-ngomong, apa keadaan mereka masih sama?" Tanya Matt yang mulai penasaran pada manusia abnormal yang pernah dilihat Langit.     

"Entahlah, aku dan beberapa teman yang memang mencoba untuk membebaskan mereka telah melakukan penelitian, namun..."     

Jawaban Langit terpotong oleh ingatan yang tetiba terlintas dalam benaknya.     

~~~     

Byurr..     

Tubuhnya melesat masuk ke dalam pusaran menyeramkan. Memori-memori dari awal ia memancing bersama Indra hingga akhirnya terdampar tiba-tiba muncul di benaknya, melewati banyak rintangan, masuk ke dalam penjara, berselisih dengan Max ,semua memori itu terus berkutat dalam benak Beno semacam pemutaran film di bioskop. Tubuhnya pasrah tersedot pusaran. Hingga ia tak sadarkan diri.     

Terombang ambing di tengah lautan. Hingga sorot panas mentari membuatnya terbangun di tengah padang pasir.     

~~~     

"Aku.. Aku malah terjatuh dari heli itu sebelum tahu akhir kisah mereka," Kata Langit dengan terbata.     

Matt tersentuh saat melihat Langit meneteskan air mata setelah mengucapkan perkataannya barusan.     

"Sudah, jangan berduka," Ketus Matt.     

Langit menyeka air matanya. Teringat dalam benaknya kisah Matt yang beberapa menit lalu diceritakan padanya.     

"Jadi kau bebas dari penyakit itu karena dirimu sendiri?" Heran Langit.     

Matt tampak mengarahkan bola matanya ke arah kanannya. Bergerak dari atas, tengah hingga bawah. Benaknya mencoba mengingat kejadian yang dialaminya beberapa waktu lalu.     

"Aku rasa iya, aku ingat saat dering dari benda menyebalkan itu memekakkan telingaku, dan beberapa ingatan terlintas dalam benakku, aku disuruh berpura-pura jadi abnormal oleh seseorang yang aku rasa itu Jo, akupun menurutinya dan begitu aku melewati beberapa pemeriksaan, aku tak merasakan apapun seperti sebelumnya yang malah membuatku pingsan dan akhirnya kembali abnormal," Jelas Matt dengan panjangnya.     

Langit tampak seolah mencerna ucapan-ucapan Matt dan mengolahnya dalam benak.     

"Jadi sebenarnya abnormal itu bisa sembuh sendirinya? Kalau benar seperti itu, kenapa yang lainnya tidak berubah juga sepertimu?" Tanya Langit setelah beberapa menit terdiam namun dalam benaknya sungguh ricuh.     

"Aku tak tahu tentang itu, tapi aku rasa seseorang bisa menjelaskannya padamu," Jawab Matt dengan pasti.     

Langit menjadi penasaran seseorang yang dimaksud Matt, 'Apa dia Jo? Malas sekali aku melihatnya lagi,' Bisik Langit dalam hatinya.     

"Siapa?" Tanya yang keluar dari mulut Langit.     

"Seseorang, nanti akan kuperkenalkan kau," Tegas Matt yang kemudian berlalu meninggalkan Langit lagi.     

"Eh.. Kau mau ke.." Tanya Langit yang tak menyangka Matt akan keluar dengan langkah cepatnya, namun ucapannya itu terhenti lantaran Matt sudah terlanjur keluar.     

"Hhh!!" Dengusnya yang kembali seorang diri di dalam sana.     

Langit pun merebahkan badan di tempatnya sedari tadi duduk. Hingga ia pun terlelap.     

~~~     

Matanya sedikit terbuka saat ketidaksadarannya melanda. Dalam buram, Ia masih bisa mendapati beberapa orang berkeliaran di sekitar kapsul besar yang tertutup kaca tempatnya terbaring.     

Dirinya penasaran. Lantas ia pun membuka seluruh kelopak matanya untuk memperjelas pandangannya. Terlihat sedikit jelas baginya orang-orang dengan masker respirator sehingga wajah mereka tak dikenali olehnya.     

Ia sedikit heran, "Dimana aku?"     

Namun sepertinya suaranya tak dapat terdengar karena terhalang kapsul kaca 75 cm di atasnya. Semua orang-orang yang berlalu lalang sedari tadi pun tak menyadari kesadaran pria itu.     

Hingga seseorang menyadari bahwa pria dalam salah satu kapsul tersadar. Ia sepertinya membuat semua orang-orang disana berkerumun mengelilingi dirinya.     

Pria itu semakin membuka matanya bahkan memberi isyarat minta tolong dengan gerak bibirnya. Namun hal itu malah membuat bagian dalam celah kapsul itu menyemburkan sebuah gas putih ke arahnya.     

"Apa ini?!" Protesnya.     

Tubuhnya terikat disana, di dalam kapsul itu. Ia berusaha berontak namun ikatannya cukup kencang sehingga ia tak bisa membebaskan diri.     

~~~     

"H.. H.. H.." Langit terbangun dengan napas tak beraturan dan sedikit syok.     

"Hei! Kenapa kau?!" Tanya Matt yang sudah sejak tadi mencoba membangunkannya namun tak berhasil.     

Langit menenangkan dirinya, dan kembali bisa bernapas dengan normal. "Aku hanya bermimpi," Timpalnya sesaat sesudah tenang.     

"Oh.." Singkat Matt yang tampak kembali cuek pada Langit. Ia pun memberikan sesuatu yang baru ia bawa dari sebuah ruangan.     

"Jangan banyak tanya, Pakai ini!" Tegas Matt untuk membuat Langit melaksanakan perintahnya saja.     

Langit menerima lemparan benda hitam yang terbuntal. "Apa ini?" Tanya Langit.     

"Cepat! Pakai saja!" Singkat Matt.     

Langit menyibakkan buntalan benda hitam itu. Sebuah pakaian serupa dengan yang dipakai Matt lengkap dengan penutup wajah dan smartwatch yang selalu dipakai Matt.     

"Woahh.." Langit terkesima.     

"I.. Ini untukku?" Tanya Langit basa-basi.     

"Lantas untuk siapa lagi?" Timpal Matt dengan nada kesal.     

Langit pun segera mengganti pakaian lamanya dengan pakaian tersebut. Gagah nan pas di badannya. Tertutup hingga takkan ada yang tahu siapa dirinya dibalik penutup wajah itu.     

"Siap! Kita mau kemana dulu?" Ucap gagah Langit.     

Matt sedikit tertegun, ternyata pakaian yang ia curi dari kamar mandi tadi cukup di badan Langit.     

~~~     

Matt menghiraukan begitu saja saat Langit hendak menanyakan kepergiannya tadi. 'Anak itu banyak nanya,' Kesalnya dalam hati.     

Gema langkahnya terdengar gagah melewati lorong bawah tanah yang cukup panjang. Hingga di ujung lorong ia menaiki anak tangga dari besi yang tersusun vertikal. Dan kembali menapaki lorong lagi meski lebih pendek jaraknya dan berakhir di hadapan sebuah pintu yang serupa dengan pintu ruang rahasianya.     

Keluarlah ia dari balik pintu lemari dalam sebuah ruangan. Tak ada siapapun disana. Tentu saja itu kan ruangannya. Terkunci dari dalam hingga tak akan ada yang berani masuk. Tanpa cctv dan pengawas beserta pengawalan. Sungguh sebuah privilage baginya telah membunuh Matt lama.     

Diputarlah sebuah kunci pintu yang sudah usang itu hingga bisa terbuka. Dan Matt keluar dari sana dengam wibawanya sebagai pemimpin para pengawas.     

Tanpa perasaan ragu dan takut, ia masuk ke dalam sebuah ruangan di seberang ruangannya tadi. Sepi pula disana, tak ada seorang pun. Tentu saja, semua pengawas tengah makan siang kini.     

Matt masuk ke dalam ruangan itu dan berjalan menuju sebuah meja dengan layar masih menyala dan selalu menyala. Ia mencoba mengotak-atik benda dengan sebutan mouse tersebut. Layarnya seketika redup, namun masih ada kolom-kolom kotak di sana.     

Matt menatap smartwatchnya sekejap dan bergumam, "Aku harus cepat,"     

Matt pun keluar dari ruangan itu dengan langkah sedikit tergesa. Langkahnya menuju toilet tempatnya pertama kali mandi dan membersihkan diri.     

Sesampainya disana, matanya awas dari balik ambang masuk. Dirinya takkan dilihat siapapun kini. Namun, ternyata dugaannya tadi salah. Seseorang muncul dari balik salah satu pintu kamar mandi yang berderet disana.     

"Sial!" Gerutunya yang kemudian segera menuju keluar dan bersembunyi di balik dinding luar toilet.     

Pria bertelanjang dada berjalan setengah lari melewati Matt di balik dinding toilet tanpa melihatnya. Rasa lega dalam dada Matt merebak. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi tempat pria tadi keluar.     

Pintu kamar mandi itu tak ditutup, sehingga Matt tak akan meninggalkan jejak identitas smartwatchnya disana. Semesta memang ada dipihaknya kini.     

Matanya dengan sigap mencari pakaian milik pria tadi. "Ah! Ini dia yang kucari!" Tegasnya dengan tangan yang sigap pula mengambil seragam milik pria tadi lengkap dengan segala aksesorisnya yang tergantung disana. Tak lupa ia masukkan seragam lengkap itu ke dalam tas punggung kecil yang dibawanya sejak tadi dari ruangannya.     

Dengan langkah yang tanpa ragu, ia melangkah keluar dari sana dan kembali menuju ruangan rahasianya.     

~~~     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.