Pulau yang hilang

Bertemu Jo



Bertemu Jo

Matt dan Langit berbalik ke sumber suara secara bersamaan.     

"Siapa dia?!" Tanya seseorang berpenutup wajah lain selain Matt.     

"D-Dia.. Aku menemukannya tersesat di gurun," Jelas Matt yang awalnya terbata namun akhirnya bisa menjelaskannya secara gamblang.     

'Siapa dia? Kenapa dia memakai penutup wajah juga? Apa dia juga seorang penjaga? Apa.. Dia Jo yang dibilang Matt tadi?' Terka Langit.     

"Matt kemari!" Ajak orang itu pada Matt sembari berjalan keluar dari ruangan itu.     

Matt berjalan mengikuti langkah orang itu. Keluar dari ruangan dan menutup pintunya.     

"Ada apa?" Tanya Matt.     

"Apa kau yakin kalau dia bukan.." Ucap orang itu terinterupsi oleh Matt yang sudah tahu arah pembicaraannya.     

"Aku belum tahu tentang dia, Jo. Tapi tenang saja, sejauh ini aku belum menemukan hal mencurigakan darinya," Jelas Matt.     

"Baguslah," Singkat seseorang yang ternyata adalah Jo.     

"Tetaplah hati-hati, karena mereka kini sedang menyelidiki kejadian malam itu," Pesan Jo.     

"Sebenarnya mereka sedang membicarakan apa? Sepertinya sangat serius," Ucap Langit pelan dengan mata yang tak pernah beralih ke lain arah selain ke arah pintu itu.     

Matanya tetap tertuju pada pintu dimana Matt dan Jo tadi melewatinya. Namun hidungnya mencium sesuatu yang tadi diciumnya sama sekali.     

"Bau apa ini?" Tanyanya sembari mengendus-endus bau itu berasal dari mana.     

"Astaga! Makanan Matt!!" Teriaknya saat matanya melihat asap mengepul tepat di atas wajan yang terpanggang api kompor. Langit pun segera menghampiri sumber asap itu.     

Teriakan Langit tadi membuat Matt dan Jo kembali masuk ke dalam ruangan yang kini telah dipenuhi asap gosong.     

"Uhukk.. Bau apa ini?!" Tanya Matt saat kembali masuk sekaligus terkejut saat ruanganya kini sudah dipenuhi asap.     

Langit mencoba memadamkan api di atas kompor canggih itu. Dengan mudah ia memadamkannya, secara ia cukup ahli IT. Dengan sigap pula ia membasahi sebuah lap yang terhampar disana kemudian menutup sumber asap itu dengannya.     

Cyuss..     

Dalam sekejap asap itu hilang tertutup lap basah. Kedua orang yang baru masuk tadi hanya menatap Langit dengan tatapan terkejut namun tertutup oleh penutup wajah yang tak bisa ditembus pandangan Langit.     

"Kenapa kau meninggalkan masakanmu?!" Kesal Langit dari balik bench canggih itu.     

Matt tampak merasa bersalah dari balik topengnya. Ia terbata dengan ucapan maafnya,"M-Maaf, a-aku lupa,"     

"Sudah biar aku saja yang memasak," Timpal Langit masih dengan kesalnya.     

"Ya sudah," Cuek Matt.     

Matt pun duduk diatas bangku beton disana. Jo masih berdiri di tempatnya tadi dengan tatapan tajam pada Langit.     

'Langit? Siapa sebenarnya dirimu?' Tanya Jo dalam hati.     

"Tunggu! Biar aku saja!" Jo beranjak melangkah menuju bench kecil itu merebut sebuah teflon dari tangan Langit yang hendak meletakkannya di atas kompor. Langit tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya melepaskan benda dalam genggamannya tadi.     

Jo mengganti posisi Langit untuk berjaga, takutnya Langit akan menaruh benda berbahaya dalam makanan yang akan dimakan mereka nanti.     

Langit hanya menatapnya heran seraya berucap,"Baiklah,". Ia pun mundur dari balik bench itu dan duduk di samping Matt.     

"Dia? Jo?" Tanya Langit dengan suara pelan dan tatapannya mengarah pada Jo.     

Matt menatap lemah Jo di belakang bench yang sedang asyik bermain dengan alat masaknya. Batinnya kembali bertanya-tanya, 'Apa aku harus jujur padanya?'     

"Ah.. Ya!" Tegas Matt sedikit ragu.     

"Ouh.. Dia juga seorang penjaga sepertimu?" Tanya Langit lagi.     

Matt hanya mengangguk pelan membalas jawabannya. Ia mengira dengan membalas pertanyaan Langit barusan akan menghentikannya bertanya lagi.     

Namun, hal itu tak menyurutkan Langit untuk kembali bertanya, "Dia.. Perempuan atau lelaki?"     

"Kelihatannya perempuan atau laki?" Tanya balik Matt sedikit kesal.     

'Ya ampun Matt!! Kenapa kau meladeninya?' Sesal dalam batin Matt.     

"Mmm.. Biar kutebak," ucap Langit yang kemudian tampak menilik-nilik Jo. Dari atas hingga bawah, sesekali mencoba membandingkannya dengan Matt disampingnya.     

"Dia.. L-Perempuan, ya kan?" Girang Langit dengan pelan agar tak terdengar Jo.     

Matt tampak menatap Jo beberapa saat. Jo pun sebenarnya mendengar ucapan Langit tentang dirinya itu. Tapi ia tak banyak bicara kali ini. Namun dalam hatinya, ia menyimpan sedikit curiga pada pria yang masih berpakaian lusuh itu.     

'Untuk apa dia tanya-tanya tentangku? Apa dia sedang memata-matai aku dan Matt?' Batin Jo dengan pikiran tetap fokus pada kerjanya.     

"Hhmmm" Timpal singkat Matt.     

'Sudah.. Jangan bertanya lagi.." Harap Matt dalam hati.     

"Sudah kuduga, dia pasti pacarmu kan?" Celetuk Langit.     

"Bukan!!" Tolak Matt dan Jo serentak.     

Langit cukup terkejut mendengar jawaban mereka secara bersamaan itu. Dan satu yang tak ia duga, yaitu Jo mendengar percakapannya dengan Matt.     

"Oh.. Ternyata kau mendengar percakapan aku dan Matt, ya?" Sindir Langit pada Jo.     

"Tentu saja, ruang ini kecil, bisikan suara kalian pasti saja aku dengar,"     

"Kau punya pendengaran yang tajam, ya?" Puji Langit.     

Jo tak menghiraukan sama sekali pujian dari Langit itu. Ia tetap fokus memasak makanannya yng hampir matang.     

"Oh ya! Apa kalian tak merasa kegerahan selalu memakai topeng itu? Apa kalian tidak mau membukanya?" Heran Langit yang membuat Matt dan Jo punya pemikiran yang sama tentangnya. Mereka sama-sama curiga pada pria lusuh itu.     

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Kita sudah terbiasa dengan benda ini, jadi berhentilah bertanya dan tetap diam," Timpal Jo pedas.     

Namun, tentu saja hal itu malah membuat Langit makin penasaran dan menimpali ucapan Jo, "Aku hanya bertanya kan? Aku hanya kasihan pada kalian, takutnya kalian kegerahan,"     

"Tidak masalah jika kalian tak mau membuka topeng itu, nanti juga aku bakal tahu wajah kalian," Lirih Langit dengan suara yang sangat pelan, bahkan hampir tak mengeluarkan suara.     

'Sepertinya dia benar-benar dikirim untuk memata-matai aku dan Matt," Selidik Jo yang mendengar lirihan Langit dengan pendengaran tajamnya.     

"Apa kau tak bisa diam?! Atau kau tak tahu caranya diam?!" Kesal Jo.     

Dibentak seperti itu, Langit tak mau terima, ia kembali menimpali kekesalan mereka, "Aku tahu! Aku hanya..."     

"Diam!" Teriak mereka bersamaan lagi menginterupsi ucapan Langit.     

"Oke.. Oke, aku diam," Timpal Langit diikuti dengan kekehan kecil, Langit kini mengalah saja, bisa-bisa gendang telinganya pecah nanti.     

Jo meninggalkan bench dan makanan yang hampir jadi itu di atas kompor. Ia melangkah menuju tempat Langit dan Matt duduk. Tatapannya tajam ke arah Langit. Begitu juga tatapan Matt pada Langit.     

Langit tampak kebingungan bercampur takut mendapati keduanya sedang menatap dirinya tajam.     

"K-Kenapa?" Tanya Langit setengah ketakutan setelah melihat pisau tergenggam erat di tangan Jo.     

Perlahan ia bergerak mundur. Ketakutannya semakin menjadi saat Jo mengalihkan langkah menuju pintu dan menguncinya dengan sebuah sensor menggunakan smartwatchnya.     

Langit menelan ludah terpaksa. Dirinya benar-benar ketakutan. Matt menatapnya tajam, begitu juga Jo yang kembali mendekat ke arahnya.     

"K-Kalian kenapa? Hei Jo! Turunkan pisaunya!" Ucap Matt ketakutan. Matanya tak henti-hentinya melirik keduanya.     

Jarak mereka semakin dekat. Langit semakin terkepung keduanya. Tak ada jalan keluar baginya.     

"Hei! Kalian! Sadarlah!" Teriak Langit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.