Pulau yang hilang

Ingatan si lusuh



Ingatan si lusuh

0Pakaiannya kian lusuh. Tenggorokannya hampir mengering. Terlentang di tengah-tengah hamparan padang pasir tanpa peneduh. Tubuhnya sudah tak kuat lagi terbangun. Kelopak matanya sedikit dibuka, samar-samar nampak sebuah pemandangan yang membuat matanya sepenuhnya terbuka.     
0

Perlahan ia memaksa tubuhnya yang tak berdaya untuk terbangun. Dersik berbisik lembut di telinganya.     

'Aku harus pergi kesana!' Bisik semangat yang membuatnya bisa terbangun.     

Kakinya lemah dipaksa melangkah. Jaraknya cukup dekat. Ia hanya tinggal menuruni bukit tempatnya terbaring tak berdaya sejak satu jam yang lalu.     

Kaki lemahnya menuruni bukit kecil itu dengan tertatih-tatih. Tak jarang kakinya saling tersandung dengan yang lainnya dan membuatnya terjatuh beberapa kali. Namun ia bangkit lagi.     

Fatamorgana di hadapannya kian dekat, ia mempercepat langkahnya. Licinnya kumpulan pasir ditambah dengan curamnya lereng bukit, membuat kakinya yang tak beralas malah tergelincir begitu cepat ke bawah mengikuti lereng.     

"Awwhh.." Rintihnya yang mulai tak bersuara. Suaranya hilang bersamaan dengan semakin keringnya tenggorokan kini.     

Tubuhnya kembali tak bersemangat setelah tubuhnya kembali tertidur di atas pasir. Namun lagi-lagi pemandangan indah yang hanya sebatas fatamorgana itu membohongi pandangannya yang kacau.     

Dengan sekuat tenaga ia kembali terbangun, dengan langkah cepat ia beranjak dan menjauh dari tempatnya tadi jatuh.     

'Aku harus bisa menggapainya,' Lirih hatinya.     

Semakin jauh ia melangkah semakin tiada apa yang membangkitkannya tadi. Hilang. Pencuci matanya itu hilang.     

Hanya sebatang pohon di tepian bukit. Tapi mungkin ini tempat yang lebih baik baginya. Ia bisa berteduh di bawahnya dan tak lagi kepanasan.     

Tubuhnya disandarkan di bawah rindangnya pohon itu. Matanya tak sanggup terbuka kembali sejak saat ia terdiam disana.     

Seketika tepukan telapak tangan seseorang mendarat di pipinya yang sudah sangat berpasir. Lantas membuatnya membuka matanya secara paksa.     

"Hei! Bangunlah!" Teriak seseorang itu.     

Dalam gelap malam, matanya masih mampu menangkap seseorang berpenutup wajah dengan seragam serba hitam di depannya. Cahaya rembulan masih membantu penglihatannya kala itu.     

"S-Siapa..kau?" Lirihnya tanpa suara, ia hanya mengatup buka saja bibirnya.     

"Ya Ampun! Sepertinya kau sangat kehausan," Sahut seseorang yang sepertinya seorang penjaga itu seraya membantu pria lusuh itu terbangun dan kemudian memberinya minum.     

Diteguklah seisi botol itu dengan rakus. Habis sudah tak bersisa. Sepertinya sebotol saja tak cukup baginya. Ia masih ingin membasahi tenggorokannya.     

"Beri aku air lagi!" Pintanya dengan suara serak yang baru saja muncul.     

Seorang di hadapannya tampak kebingungan. 'Apa aku harus membantunya? Tapi siapa dia? Bagaimana kalau dia hanya menyamar untuk mengetahui wujud asli diriku? Tapi dia tampak sangat mengkhawatirkan,' Dialog dalam benaknya.     

Hingga pria yang baru mendapatkan kembali suaranya itu harus membentaknya, "Beri aku air lagi!!"     

Bentakan dengan nada tinggi itu membuatnya terbatuk.     

"A-Aku tidak punya lagi," Timpal seseorang itu yang nampak iba padanya.     

'Apa aku bawa saja ke markas? Tapi.. Bagaimana jika ia hanya menyamar? Ah! Tidak mungkin, orang ini tak mencurigakan aku rasa,' Bisik dalam benak pria berseragam itu.     

Pria lusuh itu hanya menunduk lemas setelah mendengar jawaban Matt seperti itu. Ia benar-benar masih sangat kehausan.     

'Apa aku perlu bertanya pada Jo dulu? Tapi Jo sepertinya tak akan menerimanya. Sepertinya pria ini juga sudah benar-benar kehausan,' Gumamnya lagi.     

"T-Tapi kalau kau berkenan, kau bisa ikut ke tempatku untuk minum," Lanjut pria berseragam yang akhirnya memutuskan untuk membawa pria lusuh itu ke markasnya. Tak sulit bagi Matt yang baru saja seminggu disana untuk menemukan tempat rahasia sebagai tempat persembunyiannya dengan Jo.     

Tanpa pikir panjang, pria lusuh itu mau mengikutinya ke tempat yang dimaksud pria berseragam.     

Dengan langkah terbata namun masih bisa dibantu pria gagah tadi, akhirnya mereka sampai di tujuan, meski harus melewati lorong sempit dan diam di tempat yang kurang layak ini.     

"Jadi, siapa namamu?" Tanya Matt saat pria lusuh itu sudah sedikit tenang.     

"A-Aku?" Tanya pria lusuh untuk meyakinkan.     

"Ya! Siapa lagi?" Timpal Matt.     

Pria itu pun menjawabnya, "Namaku..." Namun ucapnya terhenti, karena otaknya tak mampu memberitahu siapa namanya sendiri.     

'Nama'     

'Nama'     

'Nama'     

Kata itu terngiang di kepalanya. Di setiap belahan otak tak dapat ia jumpai kelanjutan dari kata itu.     

'Apa itu nama?!' Geramnya pada diri sendiri.     

Langkah pria lusuh itu terhenti sejak ia tak mampu memberitahu Matt namanya. Matt ikut terhenti, karena tubuh pria itu dibopong Matt. Ia mulai khawatir pada pria itu, "Hei! Apa kau baik-baik saja?"     

Pria itu masih saja diam. Kata yang sama masih saja terngiang dalam benaknya. Dirinya sendiri heran, kenapa ia bisa jadi lupa akan nama yang snagat penting baginya itu.     

~~~     

"Andre!!" Teriaknya.     

"Dokter Ben!!"     

"Arash!!"     

"Max!!"     

"Kalian dimana??!!" Teriaknya sekeras-kerasnya di tengah- tengah padang pasir luas yang sepertinya tak berpenghuni.     

Pria dengan pakaian yang kuyup itu terpaksa berjalan mencari bantuan. Tubuhnya kehilangan banyak cairan. Tapi sayang tak ada air untuk menyegarkan.     

Saat berjalan, benaknya mencoba mengingat apa yang terakhir kali terjadi padanya.     

Langkahnya terhenti sesaat setelah merasakan kilasan memori di benaknya, "Aku terjatuh dari heli itu"     

Gulungan air yang besar menerpa tubuhnya kala itu. Terpaan gulungan itu membuatnya kalut hingga hilang kesadaran. Itu yang terjadi terakhir kali padanya. "Tapi kenapa aku bisa disini?" lirihnya.     

~~~     

"Aku jatuh dari heli!" Ucapnya semangat.     

Ucapan itu membuat Matt terkekeh. "Hei! Aku bertanya siapa namamu,"     

"Aku jatuh dari heli itu!" Ucap pria itu lagi seraya menatap lekat Matt.     

"A-Apa maksudmu? Kau terjatuh hingga membuatmu tersesat disini?" Timpal Matt yang mulai serius.     

Mereka mulai melangkah kembali sembari berbincang serius.     

"Ya!" Tegasnya.     

Matt mencerna dalam benaknya tentang hal yang baru saja diutarakan pria itu. Ia sedikit heran hingga akhirnya melontarkan sebuah pertanyaan,"Kenapa kau bisa jatuh dari sana?"     

"A-Aku.." Ucap pria itu yang kehilangan jawaban karena ia tak tahu jawaban dari pertanyaan Matt barusan.     

Matt masih menunggu jawaban pria itu sembari mereka berjalan menuju markasnya. Pria itu berusaha kembali mengingat semua yang telah terjadi padanya beberapa hari lalu.     

~~~     

"Satu!!"     

"Dua!!"     

"Tiga!!"     

"Tarik!!"     

"Tarik!!!"     

Angin berkekuatan cukup besar berhembus saat pintu itu terbuka pertama kali. Helikopter mereka makin terombang-ambing hembusan angin kencang. Ia ingat bahwa dirinyalah yang ada di bagian terdekat dari pintu. Ia terlempar keluar dari helikopter itu, jatuh ke laut yang telah terbentuk pusaran air menyeramkan disana. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Begitu juga teman-temannya yang masih berada dalam heli bersama ombang-ambingan angin.     

Byur...     

Tubuhnya terhempas ke dalam pusaran air yang berada tepat di bawahnya.     

~~~     

Tubuh pria itu tersentak saat dirinya ingat kalau ia terhempas masuk ke dalam pusaran air menyeramkan itu.     

"Kau baik-baik saja?" Tanya Matt yang merasakan juga sentakan itu dari tubuh pria disampingnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.