Pulau yang hilang

Mandi



Mandi

0"Ehh.. Tunggu!" Seru Jo dari luar toilet.     
0

Tentu saja hal itu membuat langkah Matt terhenti. 'Apalagi?' Kesal Matt dalam hati.     

Matt berbalik dan menatap dengan tanda tanya di wajahnya tanpa bersuara.     

Jo pun menjawabnya lagi tanpa bersuara pula. Ia melambaikan tangannya meminta Matt mendekat kembali kepadanya.     

"Apa?" Lirih Matt saat ia dan Jo hanya berjarak 30 cm.     

Jo berkata dengan sedikit berbisik, "Apa kau tahu cara memakai kamar mandi itu?"     

Matt terdiam sesaat, melirik tajam ke sebuah pintu kamar mandi di dekatnya.     

"Memangnya kenapa? Cepatlah!" Tanya Matt penasaran.     

Baru saja Jo menjelaskan benda semacam mesin cuci yang digunakan untuk mensterilkan pakaiannya, Matt malah menginterupsinya, "Oh.. Oke oke, makasih,". Kemudian ia segera pergi menuju ke salah satu kamar mandi dengan lampu kecil berwarna hijau di tengah pegangannya yang menandakan kalau kamar mandi itu kosong.     

Namun, asal kalian tahu, hanya penjaga saja yang bisa memasuki kamar mandi tersebut. Saat seorang penjaga memegang handle pintunya seketika lampu itu akan berwarna oranye, tanda ia dikenali dan diperbolehkan masuk sehingga pintu pun dapat terbuka. Namun jika yang mencoba membuka pintu itu tanpa mengenakan smartwatch sebagai tanda pengenalnya, ia tidak akan dapat membukanya.     

'Semoga saja tak terjadi apa-apa pada Matt,' Gumam Jo yang menunggu di luar toilet.     

Matt menggenggam handle tersebut, lampu oranye pun menyala, dan pintu itu akhinya terbuka. Matt melangkah masuk kedalamnya. Hawa sejuk dirasanya.     

"Uh.. Sejuk sekali disini," Lirihnya pelan saat merasakan rambut-rambut halus di tangannya berdiri.     

Ia pun kembali menutup pintunya dan lampu merah menyala di tengah handle tersebut. Pintunya terkunci otomatis.     

"Oke, kata Jo, ada benda seperti mesin cuci disini, ya ini dia," Ucapnya seraya menunjuk benda itu. Dengan cepat Matt menurunkan resleting di bajunya sampai bagian perut. Ia lucuti pakaian yang sekaligus menyambung dengan celana itu hingga tak ada sehelai kain pun tersisa disana.     

Otot dada bidangnya sungguh menggoda. Six pack di perutnya. Tak lupa otot-otot lengan dan betis. Tubuh Matt seluruhnya terekspos tanpa pakaian.     

Pakaian ditangannya ditaruh sesuai instruksi Jo. Ia membuka pintu berbentuk bulat di depan benda itu, kemudian memasukkan pakaian yang telah ia lucuti tadi, tak lupa pintunya ia tutup kembali.     

Deru mesin terdengar lembut. Sepertinya benda itu mulai bekerja. Ia mencuci pakaian Matt, kemudian mengeringkannya, lalu tiba-tiba bagian atas benda itu tiba-tiba terbuka seperti pintu geser dan mengeluarkan pakaiannya yang sudah terlipat rapi.     

"Wow!! Keren sekali!" Kagum Matt yang sejak awal tak pernah berpaling dari benda itu.     

Matt menggelengkan kepalanya pelan, membuyarkan kekagumannya yang tiada henti sedari tadi. "Ah.. Sudah, Matt!" Serunya.     

Kegiatannya di dalam kamar mandi belum usai, ia belum membersihkan dirinya sama sekali. Matanya tertuju pada sebuah shower tepat di atas kepalanya. Namun yang membuatnya heran, ia tak bisa menemukan tombol ataupun keran untuk menyalakannya.     

"Astaga! Dimana kerannya?" Geramnya.     

Matanya sigap mencari benda untuk menyalakan shower. Namun tak ada jua. Tak kunjung matanya menemukan benda yang ia cari. Kembali ia lihat shower di atas kepalanya itu. Kepalanya mengalun mengikuti arah benda itu berasal.     

Benda dari bahan stainless steel sepanjang 40 cm dari dinding, bersambung secara vertikal ke bawah sampai sejajar dengan pinggangnya. Lampu hijau agak redup ditangkap kedua lensa matanya disana.     

"Nah! Sepertinya ini dia!" Serunya heboh. Tangan kiri dengan smartwatchnya digenggamkan tepat di atas lampu hijau itu.     

Byurr..     

Guyuran air dari shower yang dirasa seperti jatuhnya air hujan meluncur tepat di tubuhnya. Kehangatan airnya meluruhkan kotoran-kotoran yang dibawa para keringat ke atas kulit putihnya.     

"Ah.. Segarnya.."     

Baru beberapa detik ia menikmati hangatnya kawanan air itu di tubuhnya, ia tiba-tiba mundur dari guyurannya.     

"Tunggu! Apa jam ini tidak akan mati jika tersiram air?" Tanyanya seraya mengelap smartwatch di tangannya kiri dengan tangan kanannya.     

"Ah lebih baik aku lepas saja," Ujarnya yang kemudian membuka smartwatch dari tangannya dan ia letakkan di atas benda yang mensterilkan bajunya.     

Tiba-tiba saja...     

Jblugh..     

Pintu kamar mandinya tiba-tiba saja terbuka saat ia sedang tak berpakaian. Refleks kedua tangannya menutup kemaluannya yang tak tertutup sehelai kain pun.     

"Astaga! Kenapa ini?!" Kagetnya yang kemudian kembali memakai smartwatch di sampingnya mumpung belum ada yang melihat.     

Smartwatch terpasang kembali di tangan kirinya, dan pintu itu kembali tertutup saat seseorang hampir saja melihatnya.     

"Hhh.. Untunglah," Lega hatinya kala itu dengan tubuh yang menyender di belakang pintu yang baru saja merapat dengan kusennya.     

"Sepertinya jam ini memang hebat," Pujinya seraya melirik tangan kirinya. Setelah hatinya kembali tenang, ia kembali mendekati shower yang airnya masih saja turun sejak tadi.     

Tubuhnya kembali merasakan hangatnya air, yang dirasa membawa hanyut beban-beban di pundaknya.     

3 menit berselang, air yang meluncur jatuh ke tubuhnya dirasa berubah menjadi lebih licin dan berbusa. Matt sedikit terkejut kala itu.     

"Apa ini?" Tanyanya pada diri sendiri sembari mengusap kulit lengannya yang terasa menjadi licin.     

Tangannya itu dicium, baunya sungguh harum. Berkali-kali ia menciumnya, ia suka baunya.     

"Ini sabun!" Serunya saat diberi kejutan demi kejutan di dalam kamar mandi tersebut. Ia menikmati momen jatuhnya sabun berbau wangi itu ke tubuhnya.     

Selang 1,5 menit, sabun itu kembali berganti jadi air hangat yang semula. Sisa-sisa sabun yang menempel di tubuhnya dibersihkan dengan air tersebut.     

Airnya tiba-tiba terhenti sendiri setelah 5 menit menimpa tubuhnya tanpa menyisakan licinnya sabun.     

"Sudah selesai?" Tanyanya seolah bertanya pada shower itu.     

"Dimana handuknya?" Tanya Matt sembari mencari-cari keberadaan kain tebal itu.     

Karena tak ia temukan, ia hendak mencoba beranjak dari pijakan awalnya untuk mencari dan mendekat ke benda semacam mesin cuci tadi.     

'Siapa tahu ada disana' pikirnya.     

Namun belum juga ia melangkah, hembusan uap terasa di punggungnya. Bulu kuduknya seketika berdiri.     

"S.. Siapa itu?" Tanyanya ketakutan.     

Ia perlahan berbalik, tak ada siapapun disana. Tapi hembusan uap itu masih terasa meski kini di tubuh bagian depannya.     

Raut wajah heran membukus wajahnya hingga ia kembali bertanya, "Hembusan apa itu?"     

Tangannya meraba benda stainless steel yang memanjang vertikal tadi, namun kini menghembuskan uap. Raut wajahnya berganti jadi terkejut.     

"Apa ini? Apa ini untuk mengeringkan tubuhku? Ah.. Bodo amatlah, aku nikmati saja," Dialognya pada diri sendiri.     

Sekitar 3 menitan, ia diam di depan hembusan uap itu. Beberapa kali ia memutar tubuhnya, bagian depan dan bagian belakang tubuhnya untuk memastikan tubuhnya kering. Setelah itu, hembusan itu hilang.     

Ia pun berpindah pijakan, mendekat ke arah benda serupa mesin cuci di sudut dekat pintu. Kemudian mengambil pakaiannya yang dilipat rapi mesin tadi. Memakainya kembali dengan apik. Resletingnya sudah ditarik full sampai leher bagian bawah.     

Penutup wajah dipakainya kembali menutupi wajah sekaligus kepalanya, tak ada yang bisa mengenalinya kini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.