Pulau yang hilang

Toilet



Toilet

"Bagaimana bisa?" Heran Matt.     

Jo hanya diam dan menggelengkan kepalanya saja saat itu.     

"Oh iya, memangnya pada saat itu siapa yang melakukannya?" Tanya Matt lagi untuk membuat Jo kembali bersua.     

Dan benar saja, Jo tampak mulai berbicara kembali dan menghapus murungnya, "Mm... Apa kau tahu, kalau setiap detiknya para penjaga itu selalu memakai penutup wajah, jadi mana kutahu siapa yang dibalik penutup wajah itu!"     

"Aku kira kalian semua saling kenal," Ujar Matt.     

"Memang kita saling kenal, tapi asal kau tahu, saat penutup wajah itu dipasangkan, suara kita jadi serupa semua," Jawab Jo yang sudah mulai kesal.     

"Ya.. Memangnya tak ada nametag seperti ini di bajunya?" Timpal Matt seraya menunjukkan ukiran namanya tepat di bagian dada kanannya.     

Jo mencoba mengingat-ingat apa yang dilihatnya kala itu.     

"Hhh.. Entahlah aku lupa, sudah jangan bahas itu lagi! Aku kesal padamu!" Kesal Jo yang kemudian hendak masuk ke toilet di sudut kanan komplek.     

'Apa dia sedang badmood?' Gumam Matt dalam hati.     

Matt mengikuti Jo masuk ke dalam toilet. Jo yang menyadari itu, ia berbalik dan bertanya sinis, "Mau apa kau ikuti aku? Aku mau mandi,"     

"O.. Aku kira penjaga juga tak pernah mandi seperti abnormal," Celetuk Matt.     

"Enak saja, kita mandi lah! Meski cuma 2 hari sekali," Sinis Jo.     

"Oh ya sudah, sana lanjutkan!" Ucap Jo cuek.     

Jo tak beranjak sedikitpun dari tempatnya terhenti. Ia malah meminta Matt pergi terlebih dulu, "Gak! Kamu duluan pergi dari hadapanku!"     

"Kenapa?" Sewot Matt.     

"Sudah!! Cepat kau pergi!" Seru Jo seraya mendorong Matt sampai tepat ke bagian depan toilet khusus pria.     

"Memangnya kenapa kau memintaku pergi duluan? Aku juga tak akan mengintipmu mandi, kok!" Timpal Matt saat tubuhnya didorong Jo dari belakang.     

Setelah mendorong Matt menjauh dari hadapannya, ia mengusir Matt lagi dari hadapannya, "Sudah sana masuk!"     

Matt masih mematung memandangnya. Hingga Jo kembali menyerunya, "Cepat!! Masuk!"     

Dengan terpaksa, Matt pun masuk ke dalam toilet tanpa melirik Jo lagi. Setelah melihat Matt masuk, Jo pun kembali ke toilet dimana ia akan membersihkan diri.     

Toilet di komplek ini memang terpisah dari kamar. Ada enam di sudut kanan dan enam lagi di sudut kiri. Yang di masing-masing sudut ada tiga wc pria dan tiga wc wanita.     

Bagian interior toilet itu terlihat mewah dengan sentuhan warna hitam glossy dengan dinding dari granit elegan. Walaupun dari bagian luar bangunan 42 m² itu tampak usang. Wastafel berjajar di bagian kanan dan diseberangnya baru ada 3 buah kamar mandi.     

Jo berdiam diri di hadapan cermin depan wastafel. Perlahan ia membuka penutup wajahnya. Wajahnya nampak sedikit kusam tersorot lampu di dalam toilet. Dahi beningnya masih sempurna meski ada beberapa debu menempel disana. Kedua alis tebalnya masih utuh. Lentik buku matanya masih original tanpa maskara ataupun bulu mata palsu. Bola mata coklatnya mampu menghipnotis siapa saja yang melihatnya. Hidungnya yang mancung pasti menerkanya kalau ia turunan bule. Noda kecil berwarna kecoklatan berserakan di tulang pipinya dibiarkan tak tersamarkan. Bibir kecilnya berwarna merah muda yang terlihat seksi di mata para pria.     

Belasan menit ia menatap wajahnya. Perlahan ia alirkan dari keran wastafel yang baru saja ia tarik pelatuknya ke atas. Ditampungnya menggunakan     

dengan kedua tangannya yang dirapatkan. Aliran air itu terasa sejuk dalam tampungannya.     

Air itu penuh dalam tampungan tangannya, dibasuhkan secara bersamaan ke wajahnya. Segar sekali. Serasa bersih kembali dari debu-debu yang menempel, terlebih lagi ia tinggal di gurun pasir seperti ini.     

Berbeda dengan Jo, Matt yang baru pertama kali memasuki toilet mewah itu, malah mematung beberapa menit disana. Beberapa penjaga berseliweran melewati Matt yang berdiri di tengah-tengah bangunan itu dengan ketakjubannya.     

"Ini toiletnya? Mewah sekali," Takjubnya.     

Takjubnya tak bertahan lama sampai saat seseorang mengejutkannya, "Matt!"     

Matt terkejut setengah mati. Itu benar-benar membuat jantungnya hampir saja copot. Gelegar tawa terdengar mendekat ke samping kanannya.     

"Ahahaha!!!" Tawa seorang penjaga yang diduga seorang pria, dan memang seorang pria karena kini mereka sedang ada di toilet pria, mustahil disana ada seorang wanita.     

"Kau ini! Mengejutkanku!" Kesal Matt. Ia yakin pria ini adalah pria yang sama yang semalam menyuruhnya menelepon Bu Bos dan yang beberapa saat lalu menggodanya dengan Jo.     

"Kenapa kau? Sampai terkejut seperti itu?" Tanya pria itu yang kemudian berdiri di depan wastafel sembari bercermin disana. Penutup wajahnya dibuka, sehingga Matt bisa melihat pantulan wajahnya dari cermin.     

"A.. Aku hanya kagum dengan in.." Ucapnya terhenti saat ingat kalau ia sedang menyamar.     

'Astaga! Aku harus bilang apa?' Bingung dalam benaknya.     

Pria itu tampak melirik Matt lewat pantulan cermin. "In.. Apa?" Herannya.     

"In.. Indah granit ini," Ucapnya menyambung ucapannya tadi.     

Pria itu tampak mengernyitkan dahinya dan sedikit menghentakkan kepalanya ke belakang. "Hh!! Kau seperti baru saja melihat granit itu,"     

"Ah.. Bukan, bukan, Aku hanya baru sadar kalau dinding itu indah," Elak Matt yang hampir saja membuat otaknya kembali amburadul.     

Sepertinya pria itu tampak cuek dengan jawaban Matt barusan, ia malah lanjut saja mencuci wajahnya di depan cermin lebar itu.     

Tak ingin merasa dicurigai lagi, Matt pun memutuskan untuk pergi ke toilet yang ada dihadapannya saja.     

Selangkah.. Dua langkah.. Dirinya sudah berdiri tepat di hadapan pintu bercatkan hitam lagi, hanya kusennya saja yang berwarna putih. Tangannya menggenggam handle pintu di depannya. Tubuhnya sedikit mendorong pintu itu.     

Ngek...     

Suara pintu tua yang dibuka. Kaki kiri Matt melangkah masuk. Hawa dingin terasa kakinya meski terbalut kain tebal.     

"Ehh.. Aku dulu!! Kebelet!!" Langkah Matt diinterupsi seorang penjaga yang baru saja menerobos memasuki toilet dengan tergesa. Tubuhnya hampir terpental karena aksi pria barusan yang merebut kamar mandi dari Matt yang sudah lebih dulu ada disana.     

"Ehh..." Kesal Matt pada pria itu yang sudah terlanjur masuk ke dalam kamar mandi itu.     

Terpaksa Matt harus menunggu dulu karena semua kamar mandi di sudut itu penuh. Kalaupun ia pergi ke toilet di sudut lain, belum tentu disana juga ada yang kosong dan ditambah lagi ia harus berjauhan dengan Jo. Jadi Matt memutuskan untuk tetap menunggu saja disana.     

Setelah puas menatap wajahnya di depan cermin, Jo memutuskan untuk masuk ke kamar mandi yang kebetulan ada yang kosong.     

Setelah di dalam kamar mandi, Jo melepas semua pakaian menggerahkan yang menempel di tubuhnya. Dimasukkanlah pakaian itu di dalam sebuah kubus setinggi 70 cm.     

Benda itu semacam mesin cuci namun saat memasukkan pakaian kedalamnya, pakaian itu akan segera dicuci, dikeringkan, kemudian disterilkan dengan sendirinya tanpa perlu menekan tombol apapun. Proses itu hanya akan memakan waktu sekitar 5 menit.     

Guyuran air dari shower membuat tubuh Jo merasa segar dan rileks. Hanyut dalam suasana, melupakan semua kesibukan dan masalahnya di luar sana. 10 menit ia habiskan untuk merilekskan dirinya di dalam kamar mandi.     

Pakaiannya usai disterilkan, benda itu sudah melipat rapi pakaian Jo tepat diatasnya. Jo hanya tinggal mengambilnya lalu kembali memakainya.     

Tanpa menghabiskan waktu lagi, Jo segera keluar dari kamar mandi itu. Karena teringat Matt, ia pun segera meninggalkan toilet itu dan berjalan menuju toilet pria.     

Hampir setengah jam, kamar mandi disana tak kunjung kosong, Matt yang masih mematung sudah tak sabar ingin membersihkan dirinya.     

"Matt!" Panggil seseorang dari luar toilet yang memang langsung menembus ke dalam tanpa pintu.     

Matt mencari sumber suara itu. Ternyata itu Jo, ia heran kenapa ia sangat cepat menyelesaikan mandinya itu, karena setahunya mandi setiap wanita itu cukup lama.     

"Kau sudah selesai?" Tanya Matt yang kemudian keluar dari toilet.     

"Menurutmu?" Tanya balik Jo dengan sikap dingin dan cueknya.     

Matt memang rada kesal pada wanita itu, tapi apalah daya, wanita itu satu-satunya teman yang ada di pihaknya. Ia berusaha untuk menyembunyikan rasa kesalnya itu. "Kalau menurutku, kau kelihatan lebih fresh dari kemarin,"     

"Ya sudah kalau kau tahu. Cepatlah mandi! Baumu hampir sama dengan sampah," Ejek Jo seraya menutup hidung dan kemudian mendorong Matt masuk kembali ke dalam toilet.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.